BPOM AS Investigasi Kasus Konsumen yang Kejang Setelah Isap Vape

9 April 2019 12:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Vape. Foto: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vape. Foto: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 2010 hingga awal 2019, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat selaku badan pengawas obat dan makanan (BPOM) di sana, mengidentifikasi 35 kasus laporan konsumen yang mengalami kejang setelah menggunakan rokok elektrik atau vape. Laporan ini diserahkan secara sukarela, baik ke FDA, atau ke badan yang menangani obat serta racun di AS.
ADVERTISEMENT
FDA memperingatkan masyarakat akan potensi risiko baru dan meminta publik untuk melapor jika mengetahui atau mengalami kasus serupa.
Badan ini menekankan, mereka belum menentukan hubungan pasti antara aktivitas vaping dengan kejang, tetapi mungkin ada kasus tambahan yang dapat membantu penyelidikan.
"Kami ingin menjadikan semua ini jelas, bahwa kami belum tahu apakah ada hubungan langsung antara penggunaan rokok elektrik dan risiko kejang," kata Scott Gottlieb, Komisaris FDA, dikutip dari Bloomberg.
Ilustrasi vape. Foto: Pixabay
FDA berkata kejang bisa menjadi efek samping dari keracunan nikotin. Namun, sejauh ini diketahui tidak ada pola kejang yang jelas. Beberapa konsumen yang mengalami kejang baru memakai produk vape, dan beberapa lainnya menggunakan produk itu untuk sementara waktu. Waktu kejang juga berkisar dari setelah beberapa isapan sampai sehari penuh kemudian.
ADVERTISEMENT
Dari 35 kasus yang konsumennya menerima diagnosis kejang, diketahui ada beberapa yang memakai obat atau zat lain, seperti ganja atau amfetamin, sebelum terjadi kejang.
"Perilaku penggunaan rokok elektronik sangat bervariasi dan pengguna dapat secara sengaja atau tidak sengaja mengisap nikotin lebih banyak dari biasanya," kata Gottlieb, dilansir CNN.
Dia menambahkan, likuid dari rokok elektrik "memiliki tingkat konsentrasi nikotin yang bervariasi, dan beberapa fitur desain rokok elektrik memungkinkan pengguna untuk mendapatkan nikotin tingkat tinggi dan cepat."
Ilustrasi vaping. Foto: REUTERS/Mike Blake/Illustration
FDA sejauh ini tidak menyebutkan merek rokok elektrik apa pun. Badan ini hanya meminta konsumen untuk melaporkan informasi data pribadi dan informasi di mana produk rokok elektrik itu dibeli, apakah mengalami modifikasi, apakah ada kombinasi dengan obat lain, gejala yang dialami konsumen, beserta waktunya.
ADVERTISEMENT
Studi yang dilakukan pada Februari lalu menemukan bahwa dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan konsentrasi nikotin dalam produk vape. Menurut laporan CNN, langkah ini dipelopori oleh produsen rokok elektrik terkemuka Juul Labs yang kemudian mendorong perusahaan lain untuk turut meningkatkan konsentrasi nikotin pada produknya, guna meniru sukses Juul Labs.
"Itu mungkin bermanfaat bagi perokok dewasa yang kecanduan, tetapi itu juga berpotensi membuat ketagihan bagi remaja yang naif nikotin," kata penulis studi tersebut, Dr. Robert Jackler, pendiri Stanford Research Into the Impact of Tobacco Advertising (SRITA), kepada CNN.
Konsentrasi nikotin yang tinggi dapat diproduksi menggunakan "garam nikotin," dengan menggabungkan nikotin dengan asam organik. Menurut tim peneliti, cara ini membuat produsen vape dapat menutupi rasa tidak enak alami dari nikotin, menghasilkan produk nikotin dengan konsentrasi tinggi, dan mengirimkan nikotin ke orang dengan cepat.
Ilustrasi vaping. Foto: REUTERS/Mike Blake/Illustration
Juul Labs mengatakan kepada CNN, bahwa produk-produknya dimaksudkan untuk mengubah mantan perokok dewasa beralih ke produk alternatif yang dinilai Juul Labs tidak berbahaya. Perusahaan menambahkan telah mengambil langkah untuk membatasi penggunaan untuk konsumen di bawah umur.
ADVERTISEMENT
FDA terus mencari kemungkinan risiko kesehatan dari orang yang memakai rokok elektrik, sekaligus mencari tahu apakah dapat menyebabkan kanker melalui saluran udara.
Penyelidikan ini dilakukan karena penggunaan vape sedang populer di kalangan anak muda. FDA menunjukkan data, pada bulan November 2018, penggunaan rokok elektrik meningkat hampir 80 persen, di mana 50 persen dari penggunanya adalah siswa sekolah menengah.
Para ahli FDA khawatir ini membuat para pelajar merasa kecanduan nikotin sejak dini, dan menjadi pintu gerbang untuk merokok dan menggunakan obat-obatan lain.