Cara Halodoc Bangun Ketahanan Kesehatan Indonesia Lewat Aplikasi Telemedicine

16 Februari 2023 11:07 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengoperasikan telepon pintarnya dengan berlatar belakang sebuah reklame produk startup nasional di Jalan Jenderal Sudirman. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengoperasikan telepon pintarnya dengan berlatar belakang sebuah reklame produk startup nasional di Jalan Jenderal Sudirman. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Indonesia hanya memiliki tiga dokter per 10.000 populasi, kalah dengan negara tetangga seperti Singapura yang memiliki 30 dokter per 10.000 populasi. Data itu dilontarkan langsung Jonathan Sudharta saat menjelaskan alasan mengapa dia mendirikan Halodoc, sebuah aplikasi telemedicine yang telah membawa akses kesehatan lebih dekat dengan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Bermula dari keresahan ini, Jonathan membangun perusahaan layanan kesehatan berbasis digital. Dia memulai Halodoc jauh sebelum pandemi COVID-19 datang dan membuat semua orang sangat sadar kesehatan adalah hal terpenting dalam hidup manusia.
Ketika telemedicine belum berkembang, mendapatkan layanan kesehatan adalah sesuatu yang tidak mudah dan membutuhkan energi yang tidak sedikit. Orang-orang harus datang ke klinik atau rumah sakit, mengantre berjam-jam untuk bisa berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan resep obat. Resep diberikan ke bagian farmasi, lalu menunggu lagi berjam-jam sampai obat disiapkan. Banyak waktu dan energi yang harus terbuang agar bisa sehat.
Sebagian masyarakat mengatakan aktivitas ini melelahkan. Tapi, masyarakat tak bisa berbuat banyak karena memang begitulah caranya untuk berobat. Budaya inilah yang coba dimudahkan oleh Halodoc.
ADVERTISEMENT
Jonathan bilang, Halodoc didirikan pada 2016 atas satu panggilan, panggilan untuk memudahkan dan mempersingkat orang mendapatkan akses kesehatan. Melalui Halodoc, orang bisa berbicara dengan dokter spesialis, mendapatkan resep dokter, membeli obat, serta menjadwalkan pemeriksaan laboratorium.
CEO Halodoc, Jonathan Sudharta. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Semua itu bisa dilakukan hanya lewat layar smartphone. Hebatnya, konsultasi di aplikasi Halodoc juga bisa dilakukan selama 24 jam, seperti di rumah sakit.
Jonathan bercerita, di awal Halodoc dibangun ada ribuan dokter yang mau bergabung dengannya. Bukan karena uang semata, dokter-dokter itu merapatkan barisan karena ingin membantu masyarakat Indonesia agar mendapatkan layanan kesehatan yang sama.
“Dengan adanya telemedicine ini, mereka punya akses yang sama. Karena dokter spesialis yang praktik di Jakarta, pasiennya bisa dari Tulungagung, bisa dari Merauke, bisa dari mana saja,” kata Jonathan.
ADVERTISEMENT
Artinya, masyarakat yang berada di wilayah dengan fasilitas kesehatan kurang memadai bisa berkonsultasi dengan dokter-dokter spesialis yang ada di wilayah lain.
Tak hanya dokter, Halodoc juga merangkul ratusan apotek yang tersebar di seluruh Indonesia untuk bergabung dengan mereka. Dari sisi delivery, mereka menjalin hubungan dengan mitra ojek online. Semua ini terintegrasi dalam satu aplikasi bak sebuah ekosistem besar: Konsultasi dokter, pemberian dan pembelian resep di apotek, hingga obat diantar oleh driver ojek online.
“Bagaimana Halodoc bisa mengajak seluruh bagian dari ekosistem kesehatan mulai dari dokter, apotek, rumah sakit, laboratorium, asuransi, kementerian, ojek online? Jawabannya menurut saya adalah para pelaku industri kesehatan ini punya panggilan untuk berlaku baik. Niatnya adalah untuk pasien,” ujar Jonathan kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Ketika pandemi menghantam Indonesia, ekosistem yang Halodoc bangun bisa menjadi pondasi yang sangat berguna. COVID-19 memang tidak memberikan ruang bagi orang-orang untuk bergerak keluar mendapat akses kesehatan. Dengan telemedicine, konsultasi dan pembelian obat bisa dilakukan di rumah untuk menekan mobilitas publik.
Halodoc memang telah berperan besar dalam penanganan pandemi virus corona kemarin. Mereka rela menggelontorkan dana lebih dari Rp 30 miliar demi membantu pemerintah menangani COVID-19, mulai dari membangun fasilitas swab antigen dan PCR hingga vaksinasi drive thru di lebih dari 400 kota di seluruh Indonesia.
Kendati begitu, Jonathan menyadari selesainya pandemi bukanlah akhir dari perjuangan Halodoc untuk terus membangun ketahanan kesehatan di Indonesia. Masih banyak tantangan akses kesehatan yang harus diselesaikan di negara ini.
ADVERTISEMENT
Jonathan bersyukur pandemi telah usai. Dia bersyukur telemedicine sudah mulai dikenal di masyarakat. Jonathan juga sadar bahwa apa yang Halodoc bangun tidak mengubah sepenuhnya cara orang mendapatkan pelayanan kesehatan, tapi setidaknya Halodoc berhasil membuat orang selangkah lebih mudah untuk bisa berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan obat tanpa mesti buang banyak waktu dan energi.
Jonathan dan Halodoc masih punya mimpi besar untuk mereka jalani. Mimpi itu adalah simplifying healthcare, yakni, memudahkan akses kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Ada dua 270 juta jiwa di Indonesia, yang pada waktunya pasti semua orang akan ada kebutuhan kesehatannya. Mimpi besar kami adalah untuk kita bisa menjadi bagian dari kemudahan kesehatan untuk seluruh rakyat Indonesia,” tutupnya.
ADVERTISEMENT