Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Alat tes cepat COVID-19 atau lebih dikenal dengan sebutan rapid test buatan entrepreneur asal Indonesia, Santo Purnama, telah didistribusikan ke tiga wilayah di dunia, di antaranya adalah Amerika serikat, India, dan Eropa.
ADVERTISEMENT
Alat tes ini diklaim memiliki tingkat akurasi hingga 92 persen, dengan waktu kerja hanya 10 menit. Santo mengembangkan teknologi pengetesan virus corona COVID-19 melalui perusahaannya, Sensing Self, yang berbasis di Singapura.
Pada dasarnya, cara kerja alat tes virus corona milik Sensing Self tidak jauh berbeda dengan rapid test kebanyakan. Alat ini mengambil sampel darah pengguna untuk mengecek antibodi dan mengetahui apakah seseorang terpapar virus corona SARS-CoV-2 atau tidak. Namun, Santo menegaskan, keunggulan rapid test Sensing Self berada pada enzim yang diletakkan di alat tersebut.
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang mempercepat proses reaksi dalam suatu proses kimia organik. Dalam rapid test, enzim berperan dalam menentukan hasil tes COVID-19 yang dilakukan seseorang.
“Teknologi yang kita miliki bukan terletak pada kit atau kertasnya, tapi ada di enzimnya. Enzim itu kalau tidak diperhatikan, misalnya waktu ditaruh tidak dijaga suhunya atau segala macam, enzim itu bisa rusak,” ujar Santo, saat dihubungi kumparanSAINS, Kamis (2/4).
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, katanya, banyak alat rapid test buatan perusahaan lain yang justru memiliki tingkat akurasi yang sangat rendah. Ini tak lain karena enzim yang mereka buat tidak diperhatikan atau kemungkinan enzimnya sudah rusak.
Adapun cara kerja alat tes Sensing Self meliputi beberapa tahap, di antaranya adalah:
Meski hasilnya keluar secara instan, tes ini masih berbasis serologi, yakni pengidentifikasian virus berdasarkan antibodi yang terbentuk dalam tubuh setelah terinfeksi virus. Pada orang yang terinfeksi virus kurang dari seminggu, respons imun tubuh belum terbentuk.
ADVERTISEMENT
Untuk menyiasatinya, rapid test bakal kembali dilakukan 6 atau 7 hari kemudian setelah tes pertama dilakukan. Selain itu, perlu juga konfirmasi ulang dengan tes PCR (polumerase chain reaction), yang hasilnya lebih akurat karena menggunakan spesimen swab tenggorokan.
Satu unit alat rapid test Sensing Self dibanderol dengan harga Rp 160 ribu. Dalam hal ini, Santo mengaku tidak mengambil keuntungan sama sekali. Artinya, harga yang dikeluarkan utuh hanya untuk biaya produksi saja.
“Jadi benar-benar cuma biaya produksi, tidak mengambil untung. Awalnya kami memang sempat menjual alat test ini ke Eropa, dan memang ada keuntungan dari penjualan tersebut. Namun, setelah wabah ini menjadi pandemi, oke kalau mau cari untung sekarang bukan waktunya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya alat tes yang menggunakan metode berbasis antibodi, Sensing Self juga mengembangkan alat kedua yang berbasis PCR. Alat kedua ini mengambil sampel cairan pernapasan pasien untuk mendeteksi virus corona SARS-CoV-2. Namun, harganya lebih mahal dibandingkan berbasis antibodi, yakni sekitar Rp 1,2 juta. Hasilnya dapat keluar selama 1 jam.
Selain alat tes COVID-19 yang berbasis sampel darah dan PCR, Santo dan tim juga tengah mengembangkan tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin dan akan dibanderol dengan harga terjangkau. Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus corona.
Sayangnya, hingga saat ini pemerintah Indonesia belum memberikan surat izin edar untuk alat tes Sensing Self. Padahal, negara-negara lain seperti India, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa telah memberikan lisensi izin edar terhadap alat ini. India bahkan sudah memesan jutaan alat rapid test Sensing Self.
ADVERTISEMENT
Sudah empat minggu lebih pemerintah Indonesia menggantungkan keputusan persetujuan alat tes mandiri Sensing Self. Alih-alih menyetujui, Indonesia lebih memilih mendatangkan alat rapid test yang diproduksi China.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!