Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Catatan Bencana yang Pernah Terjadi Akibat Erupsi Krakatau
24 Desember 2018 17:26 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Penyebab tsunami di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam dipastikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berasal dari longsoran kepundan (kawah) Gunung Anak Krakatau. Longsoran diakibatkan oleh adanya erupsi Gunung Anak Krakatau.
ADVERTISEMENT
Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau yang kemudian menyebabkan tsunami ini mengingatkan banyak orang pada peristiwa erupsi Gunung Krakatau pada 1883. Letusan kala itu tercatat sebagai salah satu erupsi gunung berapi paling mematikan di dunia.
Dalam buku Krakatoa: The Day the World Exploded, jurnalis Simon Winchester menuliskan letusan Krakatau terjadi pada Senin pagi, tanggal 27 Agustus 1883. Letusan yang dihasilkan Krakatau terbilang menakutkan, dan bahkan suaranya menjadi yang paling keras yang pernah tercatat dalam sejarah manusia.
Lebih dari 36.000 jiwa meninggal dunia akibat peristiwa ini. Jumlah korban tersebut tidak hanya disebabkan erupsi, tetapi juga tsunami setinggi 30 meter di Selat Sunda. GeoNet mengatakan, sebanyak 165 desa di pesisir pantai di Pulau Jawa dan Sumatra tersapu oleh tsunami tersebut.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya di Indonesia, tsunami juga dilaporkan melanda Selandia Baru setelah 29 hingga 30 jam erupsi terjadi. Tinggi tsunami yang terjadi dilaporkan kurang dari 1,2 meter.
Selain tsunami, hujan tepra atau bebatuan yang dihasilkan oleh erupsi gunung berapi dan gas vulkanik panas juga menjadi penyebab jatuhnya banyak korban jiwa akibat erupsi Krakatau.
Erupsi Krakatau 1883 juga membuat iklim di seluruh dunia terganggu. Letusannya menyebabkan langit menjadi gelap dan selama tiga hari tidak ada Matahari terbit yang terlihat.
Menurut laporan Live Science, intensitas sinar Matahari ke Bumi berkurang selama 13 hari akibat tebalnya lapisan belerang dioksida dan gas lainnya. Kondisi tersebut membuat suhu di Bumi menjadi lebih dingin 1,2 derajat Celcius selama lima tahun setelah erupsi terjadi.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya pada bulan Desember, pada 2018, tercatat erupsi Anak Krakatau pernah terjadi beberapa kali, di antaranya bulan Juni, September, dan Oktober 2018. Anak Krakatau sudah berstatus waspada sejak tahun 2012. Meski begitu, pada Oktober 2018, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho pernah mengatakan bahwa erupsi Anak Krakatau tidak akan meletus besar.
Tsunami Akibat Longsor Kawah Gunung Anak Krakatau
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan erupsi yang menyebabkan longsor di Gunung Anak Krakatau menjadi pemicu terjadinya tsunami di Selat Sunda. Erupsi terpantau terjadi pada Sabtu (22/12) pukul 21.03 WIB.
"Data terakhir yang kami peroleh, kami melihat bersama citra satelit yang menunjukkan kepundan (kawah gunung berapi) Gunung Anak Krakatau kolaps (longsor). Kolapsnya kepundan ini lah yang akibatkan longsor bawah laut dan akhirnya menimbulkan tsunami," jelas Dwikorita di Kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/12).
ADVERTISEMENT
Dalam pantauan citra satelit, luas area longsor akibat erupsi Gunung Anak Krakatau mencapai 64 hektar. Longsor itulah menyebabkan gelombang air sekitar gunung naik dan menimbulkan tsunami yang mencapai pantai di Banten dan Lampung sekitar 24 menit kemudian.
Menurut data BNPB per Senin (24/12) pukul 07.00 WIB, tsunami di Selat Sunda akibat longsor kawah Gunung Anak Krakatau telah menyebabkan 281 orang meninggal dunia dan 1.016 orang luka-luka, serta kerusakan infrastruktur yang total kerugiannya belum dihitung.