CDC Deteksi Mutasi Flu Burung pada Manusia, Ilmuwan Khawatir

30 Desember 2024 17:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas National Forest and Wild Fauna Service (SERFOR) memeriksa berang-berang yang mati, di tengah meningkatnya kasus infeksi flu burung, di pantai Chepeconde, di Lima, Peru. Foto: Sebastian Castaneda/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas National Forest and Wild Fauna Service (SERFOR) memeriksa berang-berang yang mati, di tengah meningkatnya kasus infeksi flu burung, di pantai Chepeconde, di Lima, Peru. Foto: Sebastian Castaneda/REUTERS
ADVERTISEMENT
Center for Disease Control and Prevention (CDC) mendeteksi adanya mutasi flu burung pada pasien kritis di Amerika Serikat. Mutasi tersebut membuat virus punya kemampuan menempel lebih baik ke saluran pernapasan manusia, kendati belum ada indikasi telah menyebar dari orang ke orang.
ADVERTISEMENT
Para pejabat kesehatan di AS mengumumkan kasus infeksi H5N1 (flu burung) pada pasien lanjut usia dengan kondisi kritis di Louisiana pada awal Desember 2024. Sebuah analisis yang dipublikasikan oleh CDC mengungkap sebagian kecil virus di tenggorokan pasien membawa perubahan genetik yang bisa meningkatkan kemampuan mereka untuk mengikat reseptor sel tertentu yang ditemukan di saluran pernapasan bagian atas.
CDC juga mencatat perubahan ini belum terdeteksi pada unggas, termasuk kawanan unggas di belakang rumah pasien yang diyakini sebagai sumber infeksi awal. Sebaliknya, replikasi virus kemungkinan besar terjadi di dalam tubuh pasien.
Dilansir AFP, beberapa ahli menyebut masih terlalu dini untuk menentukan perubahan mutasi ini bisa membuat virus lebih mudah menular atau menyebabkan gejala lebih parah pada manusia.
ADVERTISEMENT
Angela Rasmussen, ahli virus dari University of Saskatchewan di Kanada, mengatakan meski mutasi dapat membantu virus memasuki sel dengan lebih mudah, perlu adanya bukti tambahan untuk mengonfirmasi adanya efek pada penularan. Mutasi serupa pernah ditemukan pada pasien sakit kritis lainnya, tapi tidak menyebabkan wabah yang lebih luas.
“Senang rasanya mengetahui bahwa kita harus mewaspadai hal ini,” kata Rasmussen. “Tetapi hal ini tidak benar-benar memberi tahu kita, ‘Wah kita, kini semakin dekat dengan pandemi’.”
Dokter hewan mengambil seekor ayam untuk disuntikkan vaksin ND+AI inaktif di Kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (6/3/2023). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
Rasmussen mengungkapkan kekhawatiran yang lebih besar melihat meningkatnya kasus flu burung di AS saat ini. CDC telah melaporkan 65 kasus flu burung pada manusia sepanjang 2024, dan kemungkinan masih banyak kasus yang tidak terdeteksi di antara pekerja peternakan sapi perah atau unggas.
ADVERTISEMENT
Kasus yang semakin meluas ini dapat meningkatkan kemungkinan virus bercampur dengan influenza musiman, yang berpotensi memicu 'lompatan evolusi cepat' mirip peristiwa pandemi flu tahun 1918 dan 2009.
Para peneliti juga telah mendeteksi peningkatan kasus infeksi flu burung pada kucing. Seekor kucing di Oregon mati setelah mengonsumsi makanan hewan peliharaan mentah yang dipastikan terkontaminasi H5N1, memicu penarikan makanan hewan peliharan mentah dan beku Feline Turkey Recipe dari Northwest Naturals.
“Kucing ini benar-benar kucing rumahan, ia tidak terpapar virus di lingkungannya,” kata Ryan Scholz, dokter hewan yang menangani kucing terinfeksi flu burung.
Hasil pengurutan genom menunjukkan virus dalam makanan hewan peliharaan sama persis dengan jenis yang ditemukan pada kucing. Menurut Wild Felid Advocacy Center of Washington, ada 20 kucing besar di Washington yang mati akibat flu burung baru-baru ini.
ADVERTISEMENT
Rasmussen memperingatkan kucing yang terinfeksi flu burung dapat menularkan virus kepada manusia melalui kontak erat.
“Jika Anda memiliki kucing yang tinggal di luar rumah dan tertular H5N1 karena memakan burung mati, dan kucing kembali ke rumah Anda lalu Anda memeluknya dan tidur dengannya, hal ini menciptakan risiko paparan,” papar Rasmussen.