Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Bagi Annisa Septiani (28), virus corona itu antara ada dan tiada. Dulu, Anissa tidak mudah percaya bahwa pandemi itu nyata, kendati yang terinfeksi sudah ratusan juta orang di dunia. Sampai akhirnya mikroorganisme itu benar-benar masuk ke tubuhnya, menginfeksi, dan mengubah gaya hidupnya.
Annisa adalah seorang pengusaha yang tinggal di DKI Jakarta. Mimpi buruk itu terjadi saat ia tiba-tiba kehilangan indra penciuman dan perasa.
Waktu itu akhir Oktober 2020. Sebelumnya, Annisa menjalani hidup seperti biasa, bertemu teman, lalu kumpul tanpa khawatir akan adanya penyebaran corona.
Sampai titik di mana salah satu teman dekatnya mengalami gejala seperti COVID-19, di sini lah kecurigaan Anissa muncul bahwa dirinya juga terinfeksi. Dia mulai merasakan tanda-tanda yang tidak beres pada tubuhnya.
“Beberapa hari kemudian (setelah bertemu teman yang mengalami gejala COVID-19 ) saya sempat batuk, tenggorokan enggak enak, tapi memang belum terasa hilang indra penciuman sama perasa. Di akhir Oktober, baru aku anosmia,” kata Annisa kepada kumparanSAINS, Jumat (26/3).
“Makanan apapun yang masuk gak berasa. Tapi memang kalau untuk nafsu makan masih oke. Untuk demam, cuma sekali waktu itu saya rasakan.”
Tak mau mengambil risiko, Annisa memutuskan untuk isolasi mandiri di rumah, menjaga jarak dengan anggota keluarganya. Awal November 2020, ayahnya masuk rumah sakit karena ada riwayat sakit lambung. Dari sini kecurigaan Annisa terinfeksi COVID-19 semakin besar.
Ia akhirnya melakukan rapid test antigen di Kimia Farma Menteng Huis, Cikini, Jakarta Pusat. Hasil menunjukkan Annisa positif corona. Dia lanjut swab test PCR di Puskesmas Kelurahan Kramat, Senen, Jakarta Pusat. Dua hari kemudian, surat berisi hasil tes dalam bentuk PDF masuk ke WhatsApp-nya. Ia didiagnosis positif COVID-19.
“Aku masuknya OTG (orang tanpa gejala). Ketika itu ada pilihan mau (diisolasi) ke Wisma Atlet atau di hotel. Saya pilih di hotel,” ujarnya.
Selama isolasi di hotel, ia minum obat-obatan dan berbagai vitamin penunjang agar kondisi dan imun tubuhnya tetap stabil. Delapan hari Annisa diisolasi di sana. Hanya satu gejala yang ia rasakan pada waktu itu, adalah anosmia yang tak kunjung hilang.
Selama diisolasi dia mengaku bosan. Hanya sesekali turun ke taman hotel untuk berjemur dan berolahraga kecil. Selebihnya, waktu dihabiskan di kamar. “Pada saat diisolasi enggak enak banget, bosan karena tidak melakukan aktivitas apapun. Aktivitasnya kaya turun tuh cuma pagi-pagi karena jadwalnya berjemur dan olahraga,” ujar Annisa.
Usai diisolasi, Annisa diizinkan pulang dengan diberi sepucuk surat tanda sehat. Ia kemudian melanjutkan isolasi mandiri di rumah selama tiga hari sebelum akhirnya bisa beraktivitas seperti biasa. Pascaterinfeksi COVID-19, Annisa mengaku lebih sadar pentingnya kesehatan.
Selain berolahraga dan mengonsumsi makanan bergizi, ia rutin konsumsi berbagai vitamin untuk menunjang kesehatannya. Salah satunya adalah Rhea Health Tone (RHT), obat tradisional untuk menjaga imun tubuh.
“Setelah terserang Covid, makin ke sini makin aware sama kesehatan, mulai minum banyak vitamin dan olahraga, termasuk RHT. Sering olahraga dan konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran, dan makanan sehat lainnya. Karena memang untuk menjaga kondisi tubuh dan supaya antibodi atau imun tubuhnya makin naik,” kata Annisa.
RHT adalah obat tradisional yang telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI dengan nama produk Health Tone. Dari izin yang terbit pada 2 April 2020, RHT teregistrasi dengan nomor TI204633151 dan diklasifikasi sebagai obat tradisional.
RHT mengandung lima bahan alami antioksidan, terdiri dari Gardenia jasminoides oleum, Commiphora myrrha oleum, Boswellia serrata oleum, Daucus carota oleum, Foeniculum vulgarae oleum, dan Olea europaea oleum (Olive oil).
Dalam penelitian yang dilakukan Universitas Gadjah Mada , Daucus carota memiliki senyawa emodin. Senyawa itu berpotensi mencegah interaksi antara reseptor ACE2 dengan protein S pada SARS-CoV sehingga mengurangi infeksi terhadap virus corona.
Sementara Commiphora myrrha, dalam Iberoamerican Journal of Medicine disebutkan memiliki sifat obat, seperti imunomodulator, antiinflamasi, sitotoksik, antioksidan, antimikroba dan lainnya. Selain itu, aktivitas antivirus Commiphora myrrha dapat membantu mencegah berbagai jenis penyakit.
Menurut Dr. Haig Babikian, Managing Director Rhea Pharmaceutical, RHT sudah banyak digunakan di negara lain, terutama di wilayah Eurasia.
Pada dasarnya, RHT dapat dikonsumsi oleh segala usia. Namun, Babikian menyarankan agar anak di bawah usia 12 tahun dan ibu hamil serta menyusui untuk berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan RHT. Ia mengklaim RHT tidak punya efek samping karena terbuat dari bahan alami.
Kini, Annisa sudah sembuh dari COVID-19. Dia sudah kembali beraktivitas seperti biasa, dan yang terpenting, nikmatnya makanan dan minuman sudah bisa ia rasakan dengan normal. Ayahnya yang sempat dilarikan ke rumah sakit beruntung tidak terinfeksi COVID-19, begitupun ibu dan adiknya.
Dari pengalaman ini, ia sadar betul bahwa menjaga kesehatan adalah segalanya.