Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Secara meteorologis, cuaca yang bikin gerah ini terjadi karena suhu udara yang panas disertai dengan kelembapan udara yang tinggi. Ini adalah hal yang normal di wilayah tropis, termasuk di Indonesia.
Kelembapan udara yang tinggi ini, merujuk pada jumlah uap air yang terkandung pada udara. Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembab udara tersebut.
“Apabila suhu meningkat akibat pemanasan Matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, suasana akan lebih terasa gerah,” terang Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG.
Dalam kondisi seperti ini, BMKG menyarankan publik tidak terpapar langsung sinar Matahari yang berlebih dan lebih banyak berdiam di rumah pada saat pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Herizal menyebut, wilayah perkotaan terutama di kota besar umumnya memiliki suhu udara yang lebih panas dibandingkan bukan wilayah perkotaan. Sementara itu catatan kelembapan udara menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kisaran lebih dari 80% - 100%, yang termasuk berkelembapan tinggi.
ADVERTISEMENT
"Fenomena udara gerah sebenarnya adalah fenomena biasa pada saat memasuki musim kemarau. Untuk Jabodetabek, periode April-Mei adalah bulan-bulan di mana suhu udara secara statistik berdasarkan data historis memang cukup tinggi, selain periode Oktober-November,” terang Herizal.
Pada musim kemarau, suhu udara maksimum di Jakarta umumnya berada pada rentang 32-36 derajat Celcius. Udara Jakarta panas gerah juga lebih terasa bila hari menjelang hujan, karena udara lembap melepas panas laten dan panas sensibel yang menambah panasnya udara akibat pemanasan permukaan oleh radiasi matahari.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.