Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.91.0
ADVERTISEMENT
Tren pernikahan dini di Malaysia tampaknya mengalami peningkatan, khususnya di Sarawak yang kini menjadi wilayah dengan jumlah pernikahan anak paling banyak. Faktor budaya dan agama disebut-sebut punya andil besar pada peningkatan tren pernikahan anak di Sarawak.
ADVERTISEMENT
Salah satu dari mereka yang memilih nikah muda adalah Mary, perempuan penggemar Matematika, Sains, dan Bahasa Inggris yang punya cita-cita menjadi seorang guru. Kala Mary berumur 12 tahun, ia memutuskan untuk menyudahi masa lajangnya, meninggalkan cita-cita dan menikah dengan kekasih pujaan.
Mary terlahir sebagai penduduk asli Sarawak dari suku Penan di Kuala Lumpur, Malaysia. Secara tradisional, suku Penan memiliki budaya nomaden. Namun kini, suku Penan telah hidup menetap di suatu daerah yang disebut Desa Long Menapa atau secara harfiah disebut sebagai desa rumah panjang. Disebut Long Menapa karena rumah tradisional suku Penan punya struktur bangunan panjang, seperti rumah panggung, diisi oleh beberapa keluarga yang hidup berdampingan.
ADVERTISEMENT
Kisah Cinta Muda Mary dan Suami
Di teras sebuah rumah panjang, Mary menceritakan bagaimana pernikahan dini itu terjadi. Cerita bermula pada Juli 2018, saat Mary berusia 12 tahun dan kekasihnya Franky Peter berusia 16 tahun.
Peter berasal dari desa lain. Cinta tumbuh saat ia datang ke Desa Long Menapa dengan maksud bermain sepak bola bersama teman sejawat. Di situlah pertemuan Mary dan Peter terjadi, tepatnya saat Peter berkeliling mengitari Desa Long Menapa.
“Saya berpikir, ‘wow dia cantik’. Ketika saya pulang, saya tidak bisa berhenti memikirkannya,” ujar Peter, seperti dikutip South China Morning Post. Singkatnya, Peter dan Mary menjalin hubungan kekasih. Setelah lima bulan berpacaran, Peter ia memantapkan diri untuk mengajak Mary menikah dengannya.
ADVERTISEMENT
Awalnya Mary menolak usulan Peter. Dia memilih untuk belajar dan meraih cita-citanya. “Saya ingin belajar lebih lanjut dan tidak menikah, tetapi suami saya marah. Dia bertanya: ‘Mengapa? Karena orang tua kita sudah tahu bahwa kita bersama, dan bagi mereka kita sudah dianggap telah menikah’,” papar Mary saat menceritakan kisahnya.
Namun Peter berkukuh. Mary pun akhirnya mau dibujuk dan bersedia menikahi Peter. Selama menjalin rumah tangga, Mary mengaku senang dan sangat bahagia. Baginya, pernikahan adalah hal yang baik. “Bagi kami, pernikahan itu baik. Kami yakin ini adalah kehendak Tuhan, untuk jatuh cinta dan menikah,” ujar Mary.
Jadi Ibu Muda
Tiga bulan menikah, Mary hamil. Sembilan bulan mengandung, tepatnya 2 Juli 2019, ia melahirkan bayi. Proses melahirkan juga tidak mudah, butuh perjuangan ekstra karena tempat tinggal yang jauh dari rumah sakit.
Jarak antara desa tempat Mary tinggal dengan rumah sakit sekitar 270 kilometer. Itu setidaknya harus ditempuh enam jam perjalanan. Jadi, dalam kondisi panik dan di tengah kontraksi terjadi, Mary harus berjibaku menahan rasa sakit. Benar saja, belum juga ambulans tiba, Mary sudah melahirkan anaknya, yang proses persalinan dibantu sang nenek dan keluarga.
ADVERTISEMENT
Bagi orang-orang Penan, melahirkan anak adalah sebuah berkah, apalagi buat pasangan muda. Namun, pengetahuan Mary akan kehamilan masih sangat terbatas. Bahkan, ia tidak tahu kalau melahirkan bisa menyakitkan dan berbahaya bagi nyawa bayi dan ibunya.
“Aku merasa sangat bahagia bahwa aku punya bayi dan setelah melahirkan, aku merasa lega bahwa rasa sakit sudah berakhir,” ujarnya.
Cinta Peter dan Mary kepada sang anak sangat besar. Namun, satu bulan setelah bayi itu dilahirkan, Mary dan Peter memutuskan untuk memberikannya kepada sepupu yang sudah menikah selama 2 tahun tapi belum dikaruniai anak.
Beruntung, rumah Mary dan sepupu masih berdampingan. Jadi, mereka masih bisa melihat anaknya kapan saja mereka mau. Kendati Mary dan Peter berencana akan menambah anak, namun saat ini Mary melakukan KB mengikuti saran dokter untuk tidak hamil hingga berusia 18 tahun.
ADVERTISEMENT
Mary juga masih bercita-cita untuk melanjutkan sekolahnya. Tapi ia mengaku bahwa semua keputusan ini ada di tangan suaminya. “Aku ingin (sekolah), tapi itu terserah suamiku. Saya tidak yakin. Karena kalaupun saya mau, suami saya mungkin tidak,” paparnya.
Di Sarawak sendiri, berdasarkan catatan Dewan Sarawak untuk Kepabeanan dan Tradisi, dari 2011 hingga 2016 mereka telah mencatat 1.472 pernikahan di wilayahnya.