Fosil Manusia Berusia 170.000 Tahun Ditemukan di Israel

26 Januari 2018 15:36 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fosil rahang yang ditemukan di Israel (Foto: Israel Hershkovitz/Tel Aviv University/Handout via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Fosil rahang yang ditemukan di Israel (Foto: Israel Hershkovitz/Tel Aviv University/Handout via REUTERS)
ADVERTISEMENT
Sebuah fosil tulang rahang parsial yang memiliki tujuh gigi ditemukan di sebuah gua di Israel. Para ilmuwan menduga penemuan tersebut merupakan fosil Homo Sapiens tertua yang berada di luar Afrika.
ADVERTISEMENT
Dilansir Reuters, Jumat (26/1), penemuan tersebut diumumkan pada Kamis (25/1). Diperkirakan fosil tersebut berusia antara 177.000 tahun sampai 194.000 tahun. Temuan itu juga menyatakan, fosil tersebut memiliki ciri gigi seperti Homo Sapiens yang tidak ditemukan pada jenis Homo lainnya.
Fosil rahang bagian kiri ini ditemukan di Gua Misliya di lereng barat Gunung Carmel, sekitar 12 kilometer dari Haifa, Israel. Bersama fosil tersebut, ditemukan juga pisau dan alat batu lainnya, serta beberapa tungku dan tulang binatang yang dibakar.
Homo Sapiens diperkirakan pertama kali muncul di Afrika, dengan fosil paling awal berusia sekitar 300.000 tahun. Selain temuan di Gua Misliya, fosil Homo Sapiens tertua yang berasal dari luar Afrika juga ditemukan di Israel dengan perkiraan usia 90.000 sampai 120.000 tahun.
ADVERTISEMENT
Fosil rahang yang ditemukan di Israel (Foto: Israel Hershkovitz/Tel Aviv University/Handout via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Fosil rahang yang ditemukan di Israel (Foto: Israel Hershkovitz/Tel Aviv University/Handout via REUTERS)
Temuan ini menurut ahli paleoantropologi Israel, Israel Hershkovitz, mendukung teori bahwa manusia bermigrasi keluar dari Afrika melalui rute utara, lembah sungai Nil, dan pantai timur Mediterania. Hal ini sekaligus membantah adanya teori yang menyebutkan manusia bermigrasi melalui rute selatan seperti pantai selatan Arab serta anak benua India dan Asia Timur.
"Sekarang kita akhirnya memiliki bukti fosil lain tentang migrasi ini, di samping kesimpulan yang diambil dari penelitian DNA purba dan situs arkeologi," ujar Rolf Quam, ahli paleoantropologi dari Binghamton University, New York, Amerika Serikat.
Quam menambahkan, manusia Misliya cenderung nomaden dan berpindah mengikuti pergerakan spesies pemangsa atau pergantian musim.
"Mereka mampu berburu spesies besar seperti ternak liar atau rusa. Mereka juga memanfaatkan bahan tanaman secara luas, termasuk mungkin untuk tempat tidur," pungkas Quam.
ADVERTISEMENT