Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gempa 7,4 M di NTT Dipicu Sesar Aktif Laut Flores, Apa Itu?
14 Desember 2021 13:55 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Wilayah Barat Laut Larantuka NTT diguncang gempa sekitar pukul 10.20 WIB, Selasa (14/12). Gempa berkekuatan 7,4 magnitudo terasa hingga Kepulauan Buton, Wakatobi, dan Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra).
ADVERTISEMENT
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di 112 km barat laut Larantuka. Gempa bumi berpusat di Laut Flores dengan kedalaman 12 km. Selain menyebabkan guncangan yang kuat, gempa kali ini juga menyebabkan tsunami telah terdeteksi di 2 daerah di NTT. Kedua daerah tersebut adalah Maropokot dan Reo.
"Hasil monitoring muka laut sementara di stasiun tide gauge Pantai Reo Flores milik BIG tampak ada catatan impuls gelombang 7 cm. Semoga tidak terjadi tsunami signifikan," cuit Daryono, Kabid Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG .
BMKG juga mengatakan bahwa gempa ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas sesar aktif di Laut Flores.
"Jenis gempa bumi dengan memperhatikan lokasi dan kedalaman gempa bumi yang terjadi merupakan gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar atau patahan aktif di Laut Flores. Gempa bumi ini mekanismenya adalah geser. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya patahan geser," ujar kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers, Selasa (14/12).
Dalam A Dictionary of Geography yang disusun oleh Susan Wayhem, patahan atau sesar (fault) didefinisikan sebagai permukaan yang retak di lapisan kulit bumi sehingga satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok lain.
ADVERTISEMENT
Ketika terjadi gempa di Lombok pada pertengahan 2018, Daryono menjelaskan kepada kumparanSAINS, bahwa patahan atau sesar Laut Flores ini adalah struktur geologi yang terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia.
Respons tektonik terhadap penunjaman lempeng ini adalah berupa Patahan Laut Flores yang jalurnya memanjang, mulai dari utara Bali sampai utara Flores.
Patahan di Laut Flores Pernah Memicu Banyak Gempa Dahsyat
Pada Juli 2018, sesar aktif di Laut Flores pernah menyebabkan rentetan gempa di Pulau Lombok. Lima di antaranya merupakan gempa kuat yang signifikan. BMKG mencatat, lima gempa signifikan tersebut masing-masing berkekuatan 6,4 magnitudo pada 29 Juli 2018, 7,0 magnitudo pada 5 Agustus 2018, 5,9 magnitudo pada 9 Agustus 2018, 6,3 magnitudo pada 19 Agustus 2018, dan 6,9 magnitudo pada 19 Agustus 2018.
ADVERTISEMENT
Gempa pada 5 Agustus 2018 menjadi yang paling parah dan paling banyak merenggut korban jiwa. Setidaknya ada 515 orang meninggal akibat rentetan gempa di Lombok terutama akibat gempa pada 5 Agustus 2018.
Jauh sebelum itu, kata Daryono, sejak tahun 1800-an, aktivitas pergerakan patahan ini pernah menimbulkan sejumlah gempa dahsyat yang mengguncang Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, hingga Flores.
Pada 22 November 1815 gempa berkekuatan 7,0 magnitudo pernah memicu tsunami di Bali utara dan Lombok. Daerah yang mengalami dampak terparah saat itu adalah Buleleng, Bali. Korban meninggal akibat gempa tersebut mencapai 1.200 orang.
Lalu pada 28 November 1836 gempa berkekuatan 7,5 magnitudo mengguncang Bima. Dan pada 13 Mei 1857 gempa berkekuatan 7,0 magnitudo mengguncang Bali dan Lombok, dengan Bali menjadi daerah yang paling terdampak.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada 14 Juli 1976 gempa berkekuatan 6,0 magnitudo mengguncang Seririt, Bali. Gempa ini tercatat telah merusak lebih dari 67.000 rumah dan menelan korban jiwa sekitar 600 orang.
Kemudian pada 12 Desember 1992 gempa berkekuatan 7,8 magnitudo mengguncang Flores hingga menimbulkan tsunami. Gempa dan tsunami ini menelan korban jiwa hingga lebih dari 2.500 orang.
Ancaman bukan hanya dari sesar Laut Flores
Daryono memberi catatan, sesar aktif Laut Flores hanyalah satu dari sekitar 295 patahan aktif pembangkit gempa yang ada di Indonesia. Jadi bisa dibilang, tidak hanya kawasan Nusa Tenggara yang rentan gempa, tapi juga seluruh wilayah Indonesia.
Sosialisasi mitigasi gempa yang berkelanjutan terkait pentingnya bangunan aman gempa ini sangat perlu dilakukan. Sebab, sebagaimana yang dituturkan Daryono, korban luka dan meninggal sebenarnya bukan disebabkan oleh gempa, melainkan akibat bangunan roboh yang menimpa penghuninya.
ADVERTISEMENT