Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Masih ingat dengan kasus penangkapan sindikat pemburu harimau sumatra di Riau yang terjadi pekan lalu? Dari kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan barang bukti berupa kulit harimau dewasa serta empat janin harimau dari tangan kelima tersangka.
ADVERTISEMENT
Kasus ini jelas menjadi sinyal bahaya bagi kelangsungan hidup satwa liar yang dilindungi di Indonesia. Bagaimana tidak, hingga saat ini mereka masih menjadi target perburuan liar yang masif.
Banyak oknum yang sengaja mengambil keuntungan dari perburuan dan perdagangan satwa liar tanpa memperhitungkan dampak buruk dari aksi ilegal tersebut. Selain karena perburuan dan perdagangan liar, jumlah populasi satwa langka juga kian menyusut akibat pembalakan hutan yang menjadi habitat asli mereka.
“Setidaknya, ada 1 juta spesies binatang yang terancam punah saat ini, bahkan banyak di antaranya mungkin akan punah dalam satu dekade ke depan,” tutur Tanya Birch, Program Manager Google Earth Outreach, dalam sesi Roundtable Virtual dengan awak media di kantor Google Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12).
Demi menjawab keresahan ini, raksasa teknologi Google kemudian menggandeng tujuh organisasi konservasi terkemuka dunia, termasuk di antaranya WWF dan Museum of Natural Science, untuk meluncurkan Wildlife Insights.
ADVERTISEMENT
Wildlife Insights adalah platform yang mengawinkan kecanggihan teknologi dan sains dengan tujuan membantu konservasi satwa liar di berbagai penjuru dunia.
Platform ini telah dibekali dengan teknologi artificial intelligence (AI) bernama Tensorflow. Birch menjelaskan, dengan Wildlife Insights, peneliti nantinya dapat mengunggah data ke Google Cloud berupa gambar hasil tangkapan perangkap kamera (camera trap) yang dipasang di alam liar, yang menjadi target pemantauan kawasan konservasi.
Perangkap kamera sebenarnya telah digunakan di seluruh dunia untuk memantau perubahan angka populasi satwa liar. Namun, sayangnya analisisnya tidak efektif karena informasi yang dihimpun sangat sedikit.
Hal inilah yang ingin diatasi oleh Google lewat Wildlife Insights. Teknologi AI yang disematkan pada platform ini nantinya tak hanya bertugas untuk mengidentifikasi hewan yang tertangkap kamera tapi juga untuk menyeleksi jutaan gambar sesuai dengan kebutuhan penelitian. Dengan begitu, ini akan memudahkan pekerjaan para ahli biologi dalam upaya konservasi.
“Google ingin memperlihatkan bahwa peran AI dalam dunia konservasi memang penting. Di Sumatera Barat misalnya, ada sebuah organisasi namanya Rain Forest Connection yang juga menggunakan AI untuk mendeteksi suara gergaji yang ada di tengah hutan. Ini membantu mereka untuk mencegah praktik pembalakan hutan,” papar Jason Tedjasukmana, selaku Head of Corporate Communication Google Indonesia, di Jakarta, Rabu (18/12).
ADVERTISEMENT
Menurut Jason, berkat model AI yang dikembangkan Google untuk Wildlife Insights, semua informasi yang terkumpul akan terkurasi lebih baik sehingga dapat memuluskan jalan peneliti dalam mempelajari cara paling tepat untuk melindungi satwa liar.
Di Indonesia, platform Wildlife Insights telah digunakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Provinsi Lampung, melalui WWF Indonesia. Kawasan ini menjadi tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia yang terancam punah di dunia, yakni gajah sumatra, badak sumatra dan harimau sumatra.