Hari Burung Migrasi Dunia: Lindungi 5 Juta Burung dari 55 Spesies

13 Mei 2018 20:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana saat burung sedang migrasi. (Foto: Yus Rusila Noor)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana saat burung sedang migrasi. (Foto: Yus Rusila Noor)
ADVERTISEMENT
Kampanye Hari Burung Bermigrasi Dunia (World Migratory Bird Day/WMBD) resmi digelar selama dua hari, mulai dari tanggal 12 hingga 13 Mei 2018. Sesuai namanya, kampanye ini untuk membangkitkan kesadaran akan nasib burung migran di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Kampanye WMBD ini diinisiasi oleh tiga organisasi lingkungan, yakni Environment for the Americas (EFTA), Convention on Migratory Species (CMS), dan Agreement on the Conservation of African-Eurasian Migratory Waterbirds (AEWA).
Ketika bermigrasi, burung melalui sembilan jalur terbang yang tersebar di seluruh dunia. Tiga yang terbesar adalah jalur Eropa ke Afrika (African-Eurasian), dari Amerika Utara ke Amerika Selatan (Americas), dan dari Siberia ke Australia (East Asian-Australasian).
Indonesia Sebagai Salah Satu Jalur Migrasi
Di jalur terbang East Asian-Australasian, sebanyak lebih dari 5 juta burung dari 55 spesies terbang setiap tahunnya dari utara ke selatan untuk mencari tempat yang hangat. Mereka melewati 22 negara dari Siberia ke Australia dan Selandia Baru.
Salah satu negara yang dilintasi oleh burung migran ini adalah Indonesia.
Burung migran berkumpul. (Foto: Yus Rusila Noor)
zoom-in-whitePerbesar
Burung migran berkumpul. (Foto: Yus Rusila Noor)
“Indonesia merupakan salah satu negara yang penting sebagai tempat persinggahan burung migran, baik yang bermigrasi dari utara menuju selatan maupun dari selatan kembali ke utara,” kata Yus Rusila Noor, Head of Programmes Wetlands International Indonesia, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang lingkungan hidup, kepada kumparanSAINS (kumparan.com) pada Sabtu (12/5).
ADVERTISEMENT
Yus mengatakan, burung migran melakukan transit di Indonesia dalam perjalanannya menuju ke selatan. Burung-burung ini berhenti sejenak untuk menambah cadangan lemak yang berguna sebagai sumber energi ketika mereka melanjutkan perjalanan.
“Lokasi penting tersebut di antaranya ada di pesisir timur Sumatra, pantai utara Jawa, Sulawesi bagian utara dan selatan, serta sebagian Papua,” tambah Yus.
Salah satu burung yang melakukan migrasi di jalur ini adalah Bar-tailed Godwit (Limosa lapponica).
“Migrasi adalah respons mereka terhadap kondisi habitat yang tertutup salju. Mereka melakukan perjalanan ke Selandia Baru dan Australia, kemudian kembali lagi ke utara setelah musim dingin selesai untuk berkembang biak.”
Bar-tailed Godwit mampu melintasi jarak sejauh 11 ribu kilometer selama delapan hari, dengan kecepatan 56 kilometer per jam dan singgah sementara di Indonesia untuk mengisi tenaga.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu wilayah yang disinggahi oleh burung migran, Indonesia berkomitmen untuk melindungi burung migran. Indonesia, bersama dengan negara lain dan beberapa organisasi nirlaba, membentuk 'Kemitraan untuk Konservasi Burung Air Bermigrasi dan Pemanfaatan Habitatnya secara Berkelanjutan di Jalur Terbang Asia Timur – Australasia.'
Selain untuk melindungi burung migran, Indonesia juga aktif dalam pengamatan dan penelitian burung migran, termasuk untuk memonitor jumlah burung migran yang melintas setiap tahunnya.
Ancaman bagi burung migran di Indonesia
Meskipun telah berkomitmen untuk melindungi burung migran, ancaman bagi keselamatan burung yang melintas di Indonesia masih sangat besar.
Salah satunya adalah ancaman perburuan yang dilakukan oleh manusia. Ketika burung-burung ini singgah, mereka sering menjadi incaran para pemburu untuk kemudian dimakan.
Burung migran sedang mengunjungi Jambi (Foto: Yus Rusila Noor)
zoom-in-whitePerbesar
Burung migran sedang mengunjungi Jambi (Foto: Yus Rusila Noor)
Ancaman lainnya adalah polusi cahaya dan polusi udara. Kedua polusi ini menjadi ancaman bagi burung migran karena dapat mengacaukan navigasi mereka.
ADVERTISEMENT
“Semakin banyak cahaya lampu di pesisir atau pertambakan, itu bisa mengacaukan navigasi burung,” kata Yus.
Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB, UNESCO, pada hari burung bermigrasi tahun ini juga mengeluarkan peringatan akan bahaya perubahan iklim terhadap burung migran. Perubahan iklim menyebabkan burung yang lahir di Kutub Utara semakin kecil tubuhnya.
Ditambah kondisi sulit mencari makan membuat burung-burung ini terpaksa bermigrasi dalam keadaan lapar dan banyak yang akhirnya mati di tengah perjalanan.
Oleh karena itu, mari kita satukan suara untuk menyelamatkan burung yang sedang bermigrasi. Jangan sampai populasi burung-burung migran ini habis akibat ulah dari manusia yang tidak bisa menjaga alam semesta.