Herd Immunity Corona Dinilai Tak Praktis, Risiko Gagal Mengintai

27 September 2020 19:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang mengunjungi Stables Market, di Camden, London, Inggris, Sabtu (19/9). Foto: Henry Nicholls/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang mengunjungi Stables Market, di Camden, London, Inggris, Sabtu (19/9). Foto: Henry Nicholls/REUTERS
ADVERTISEMENT
Sejumlah ilmuwan melakukan sebuah penelitian terkait efektivitas herd immunity untuk mengatasi pandemi corona. Dalam penelitian itu mereka menemukan hasil, bahwa strategi tersebut ternyata tidak praktis digunakan untuk melawan pandemi virus corona.
ADVERTISEMENT
Ketika wabah virus SARS-CoV-2 mulai melanda, berbagai solusi coba dijalankan pemerintah masing-masing negara. Salah satu yang banyak digunakan adalah penerapan kebijakan lockdown untuk menekan penularan virus.
Selain itu, beberapa negara juga menerapkan kebijakan lain. Salah satunya adalah dengan strategi mitigasi lewat herd immunity. Strategi herd immunity dijalankan dengan membiarkan infeksi terjadi pada suatu populasi masyarakat yang dijaga agar jumlahnya tidak melebihi kapasitas rumah sakit.
“Konsep herd immunity sangat menggiurkan karena menawarkan akhir dari ancaman COVID-19,” kata ketua tim peneliti dari Odum School of Ecology, Toby Brett.
Salah Kaprah Herd Immunity Foto: Indra Fauzi/kumparan
Menurut Brett, strategi herd immunity menjadi tidak praktis karena pemerintahan harus memberlakukan penyesuaian terus menerus terhadap kebijakan lockdown atau pembatasan sosial.
“Namun, karena pendekatan ini bertujuan untuk menghindari eliminasi penyakit, hal ini membutuhkan penyesuaian kebijakan lockdown yang konstan untuk memastikan cukup orang, namun tidak terlalu banyak, terinfeksi dalam satu waktu,” terang Brett.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitiannya, Brett bersama Pejman Rohani mencoba untuk menentukan bagaimana kondisi setiap negara jika ingin menerapkan herd immunity tanpa membuat kapasitas rumah sakit terlampaui.
Tim kemudian merancang model simulasi penyebaran virus corona penyebab COVID-19 di Inggris. Beberapa bentuk social distancing serta isolasi mandiri juga dimodelkan untuk memperoleh hasil yang akurat.
Setelah disimulasikan, Inggris seharusnya mengalami 410 ribu kematian akibat virus corona jika negara tidak melakukan apa-apa. Sekitar 350 ribu di antaranya adalah orang tua berusia di atas 60 tahun.
Jika kebijakan lockdown sepenuhnya digunakan, jumlah kematian di negara tersebut akan menurun drastis. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah kematian menurun hingga menjadi 122 ribu jiwa.
Selain itu, jika isolasi mandiri dilakukan dengan baik oleh masyarakat, wabah akan menunjukkan penurunan yang signifikan setelah dua bulan saja, bahkan jika tidak ada social distancing.
Kerumunan orang terlihat di Stables Market, di Camden, London, Inggris, Sabtu (19/9). Foto: Henry Nicholls/REUTERS

Bagaimana jika Inggris menerapkan herd immunity?

Model yang dimiliki tim peneliti menunjukkan bahwa untuk mencapai herd immunity, kapasitas kesehatan harus ditingkatkan secara signifikan. Jika tidak, seluruh rumah sakit di sana akan penuh dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemerintah juga harus menyesuaikan kebijakan social distancing secara langsung dan real-time. Hal ini harus dilakukan agar jumlah orang yang terinfeksi virus corona adalah sama dengan jumlah kapasitas kesehatan yang ada.
Mengapa jumlah orang yang terinfeksi harus berada pada jumlah yang sama dengan besar kapasitas kesehatan?
Karena, jika transmisi virus terlalu cepat dan jumlah pasien melebihi kapasitas, tenaga kesehatan dan rumah sakit akan mengalami kesulitan dalam penanganan.
Namun, jika transmisi virus terlalu lambat terjadi di masyarakat, virus SARS-CoV-2 akan menjadi penyakit endemik tanpa pernah mencapai herd immunity.
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Endemik adalah status bagi suatu penyakit yang dianggap sudah biasa ada di lingkungan masyarakat. Jika sudah memperoleh status tersebut, virus dan penyakit yang disebabkan akan semakin sulit untuk dihilangkan seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Selain tidak praktis, herd immunity juga masih berisiko gagal secara keseluruhan. Hal ini disebabkan imunitas terhadap COVID-19 yang masih dalam penelitian banyak ilmuwan.
Jika imunitas tersebut nyatanya tidak sempurna, ada kemungkinan orang yang sudah sembuh dapat terinfeksi kembali. Jika ini terjadi, herd immunity tidak akan dapat dicapai sama sekali.
“Kami memahami masih banyak yang harus dipelajari tentang transmisi dari imunitas COVID-19,” ujar Rohani.
“Model (yang kami buat) memberikan pemegang kekuasaan untuk memikirkan konsekuensi atas keputusan alternatif (yang akan diambil),” tutupnya.
(EDR)