Hujan Meteor Dahsyat Tau Herculids Hiasi Langit Malam Indonesia, Catat Waktunya

24 Mei 2022 15:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hujan meteor Foto: NASA/JPL
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hujan meteor Foto: NASA/JPL
ADVERTISEMENT
Warga Indonesia bakal bisa menyaksikan hujan meteor Tau Herculids yang akan muncul di langit malam pada 30-31 Mei 2022 mendatang. Fenomena astronomi ini diprediksi akan menjadi salah satu hujan meteor paling spektakuler, bahkan dalam dua dekade terakhir.
ADVERTISEMENT
Hujan meteor ini berpusat di konstelasi Boötes, terletak di arah utara, dan dapat diamati dari Indonesia. Rasi bintang ini muncul jam 7 malam hingga jam 2 dini hari untuk wilayah Jabodetabek. Sementara wilayah yang lebih ke timur jam rasi bintang muncul akan lebih dulu, dan wilayah yang lebih barat akan lebih telat—namun dengan durasi pengamatan yang sama.
Meski dapat diamati, sayangnya masyarakat di Indonesia dan mayoritas Asia mungkin tidak bisa mengamati puncaknya. Space melaporkan puncak hujan meteor Tau Herculids terjadi pada 31 Mei 2022 pukul 12 siang hari WIB, di mana sisi Bumi lain seperti benua Amerika sedang malam. Belum diketahui berapa frekuensi meteor yang akan terjadi, karena ini adalah hujan meteor pertama Tau Herculids.
ADVERTISEMENT
Untuk dapat mengamati hujan meteor tersebut, kamu harus mencari tempat dengan polusi cahaya rendah. Selain itu, cari juga tempat yang tidak terhalang struktur tinggi seperti pohon dan gunung untuk mendapatkan pandangan luas.
“Unttu pengamatan hujan meteor: Cuaca harus cerah, tidak terganggu polusi cahaya, dan medan pandang (ke langit utara) tidak terhalang seperti bukit, bangunan, atau pohon,” ujar Thomas Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi-astrofisika Pusat Riset Antariksa BRIN, kepada kumparanSAINS.
Ilustrasi hujan meteor Foto: Flicker/Jeff Sullivan

Kisah unik asal hujan meteor

Secara umum, hujan meteor berasal dari debris komet yang terkikis ketika mengorbit semakin dekat dengan Matahari. Pada kasus Tau Herculids, hujan meteor ini berasal dari komet 73P/Schwassmann-Wachmann 3 (disingkat 'SW 3'). Ada kisah unik dari sejarah penemuan komet ini.
Dikutip Space, komet ini pertama kali ditemukan astronom Jerman Friedrich Carl Arnold Schwassmann dan Arno Arthur Wachmann pada 1930. Mereka menemukan asteroid SW 3 secara tidak sengaja ketika menyusun katalog asteroid dari Hamburg Observatory, Germany. Komet SW dideskripsikan dengan penampakannya yang kecil dan redup.
ADVERTISEMENT
Saat itu SW berjarak 9,2 juta km dari Bumi —23 kali jarak Bumi ke Bulan. Setelah itu, astronom hampir tidak pernah punya kesempatan lagi untuk mengamati komet SW 3. Pengamatan baru dilanjutkan pada 1990.
Komet ini memiliki priode orbit 5,4 tahun, jadi astronom tahu bahwa komet SW 3 akan datang lagi pada 1995. Namun pada tahun tersebut, dalam waktu bersamaan Central Bureau for Astronomical Telegrams di Harvard menerima laporan penampakan komet terang dengan ekor yang sangat panjang mencapai 1 derajat langit. Untuk perbandingan, Matahari dan Bulan berdiameter hanya setengah derajat langit. Artinya, ekor komet baru ini membentang dua kali diameter Bulan.
Apa yang mereka lihat ternyata bukanlah komet baru, tapi komet SW 3 yang sudah ditemukan 65 tahun lalu, dan selama ini dianggap anak bawang. Padahal astronom tahu bahwa komet SW 3 berjarak tidak lebih dekat dari 122 juta km ketika 1995, dan sekarang komet tersebut muncul dengan terang 400 kali lipat.
ADVERTISEMENT
Observasi dilakukan pada Desember 1995. Observatorium La Silla di Chilli mengungkap bahwa komet SW 3 sudah pecah menjadi 4 bongkahan komet berbeda.
Pengataman komet SW 3 oleh Teleskop Luar Angkasa Spitzer pada 2006 mengungkap bahwa komet ini telah pecah menjadi 58 bagian. Foto: NASA/JPL-Caltech
Observasi tetap dilanjutkan ketika kedatangan komet SW 3 berikutnya. Pada 2006, komet pecah lagi menjadi 8 bongkahan besar, dan pecah lagi menjadi fragmen-fragmen kecil.
Observasi oleh Teleskop Luar Angkasa Hubble mengungkap ada komet SW 3 sudah pecah menjadi puluhan pecahan terpisah. Teleskop Luar Angkasa Spitzer memantau sampai ada 58 pecahan. Pengamatan selanjutnya mengkonfirmasi bahwa SW 3 terus memecah belah, menghasilkan semakin banyak fragmen dan debris.
Apakah fragmen SW 3 akan menghasilkan hujan meteor atau tidak sudah menjadi perdebatan sejak pengamatan 2006. Banyak ahli meteor sependapat bahwa SW 3 akan menghasilkan hujan meteor, tepatnya di akhir Mei tahun ini, dengan kemungkinan penampakan spektakuler yang belum pernah ada sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Jangan sia-siakan momen ini!