Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
ADVERTISEMENT
Kelompok peneliti Jepang telah mengembangkan sistem baru untuk menjaga jaringan otak agar tetap hidup dan berfungsi meski berada di luar tubuh. Mereka berhasil menerapkannya untuk menjaga fungsi jaringan otak tikus di laboratorium selama 25 hari.
ADVERTISEMENT
Tim di balik pengembangan ini berharap agar penelitian mereka bisa memfasilitasi penciptaan obat baru yang tak terhitung jumlahnya, dengan memungkinkan para farmakologis menguji obat pada jaringan hidup untuk jangka waktu yang lama.
Sebelumnya, bagi para peneliti, sangat sulit untuk mempertahankan jaringan yang rumit pada otak agar tetap hidup selama lebih dari beberapa hari setelah dikeluarkan dari tubuh. Ini membatasi peluang untuk menguji obat baru.
Ketika jaringan dikeluarkan di dalam tubuh, mereka dengan sangat cepat mengering, sehingga perlu disimpan dalam media cair yang mengandung nutrisi sesuai, walaupun cenderung "menenggelamkan" jaringan tersebut, dan menghambatnya bernapas dengan menghalangi transfer gas antar sel.
Untuk mengatasi rintangan ini, para ilmuwan dari RIKEN Center for Biosystems Dynamics Research mengembangkan perangkat microfluidic, yang bisa menjaga jaringan tetap terhubung dengan media cair tanpa merendamnya, sehingga memastikan jaringan itu tidak mengering atau tenggelam.
ADVERTISEMENT
Perangkat ini terdiri dari saluran semi-permeable, yang dikelilingi oleh membran buatan dan dinding padat terbuat dari senyawa polydimethylsiloxane (PDMS), berfungsi sebagai agen anti-berbusa dalam banyak obat.
Media kultur yang mengandung nutrisi dibiarkan bersirkulasi melalui saluran, memberi makan jaringan melalui membran sambil secara bersamaan mengeluarkan produk limbah dari proses biologisnya.
Diterbitkan dalam jurnal Analytical Sciences, para peneliti menjelaskan bagaimana mereka menguji perangkatnya dengan menggunakan irisan jaringan dari bagian otak tikus yang disebut nukleus suprachiasmatic, untuk mengatur ritme sirkadian tikus pengerat atau disebut juga 'jam tubuh'.
Namun, pertama-tama, mereka harus menciptakan jaringan rekayasa gen tikus yang menghasilkan protein fluoresen untuk membantu mengatur ritme sirkadian mereka. Dengan melacak produksi protein berwarna cerah ini, tim dapat mengukur fungsionalitas inti suprachiasmatic dari tikus-tikus ini begitu mereka telah diekstraksi dari kepala hewan.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan sedikit percobaan mengenai tingkat di mana media kultur dibiarkan mengalir melalui saluran semi-permeable, tim mampu menjaga irisan otak ini hidup dan berfungsi selama 25 hari.
Sebelumnya, dalam percobaannya para peneliti hanya menggunakan metode konvensional, di mana jaringan otak hanya dapat bertahan hidup selama beberapa hari saja di laboratorium, bahkan penurunan aktivitas saraf mencapai 6 persen dalam 10 jam pertama.
Namun, perangkat microfluidic memungkinkan aktivitas saraf tetap pada kondisi 97 persen setelah 25 hari berlalu. Penulis menyarankan bahwa metode mereka dapat digunakan untuk menjaga jaringan otak tetap hidup selama lebih dari 100 hari.
“Melihat potensi penerapan sistem ini di masa depan, ini dapat digunakan untuk meningkatkan penelitian ke dalam organogenesis melalui pembiakan dan pengamatan jangka panjang, yang diperlukan untuk menumbuhkan jaringan dan organ,” ujar Nobutoshi Ota, rekan penulis studi dalam sebuah pernyataan, dilansir IFL Science.
ADVERTISEMENT