Ilmuwan: Otak Manusia Tidak Didesain untuk Begadang

1 November 2024 9:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi minum kopi saat begadang. Foto: mavo/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minum kopi saat begadang. Foto: mavo/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Di tengah malam, dunia terkadang terasa seperti tempat yang gelap. Di balik kegelapan, pikiran-pikiran negatif di dalam otak, punya cara untuk berkelana pikiran. Biasanya saat masih melek larut malam, kamu mungkin mulai menginginkan kenikmatan yang tak wajar, seperti sebatang rokok atau makanan yang mengandung banyak karbohidrat.
ADVERTISEMENT
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pikiran manusia berfungsi secara berbeda jika begadang di malam hari. Setelah tengah malam, emosi negatif cenderung lebih menarik perhatian kita daripada emosi positif.
Beberapa peneliti menganggap ritme sirkadian manusia sangat berkaitan dalam perubahan fungsi penting ini. Temuan itu dituangkan dalam artikel ilmiah berjudul ‘The Mind After Midnight: Nocturnal Wakefulness, Behavioral Dysregulation, and Psychopathology’ dalam jurnal Frontiers in Network Psychology.
Penelitian mereka menunjukkan bahwa tubuh dan pikiran manusia mengikuti siklus aktivitas alami 24 jam. Pola itu memengaruhi emosi dan perilaku kita.
Singkatnya, pada jam-jam tertentu, manusia cenderung merasa dan bertindak dengan cara tertentu. Misalnya pada siang hari, tingkat molekuler dan aktivitas otak disesuaikan dengan kondisi terjaga. Namun, pada malam hari, perilaku kita biasanya adalah tidur.
Ilustrasi saraf otak. Foto: Axel_Kock/Shutterstock
Dari sudut pandang evolusi, hal ini tentu saja masuk akal. Manusia jauh lebih efektif dalam berburu dan meramu di siang hari, dan meskipun malam hari sangat cocok untuk beristirahat, manusia dulunya memiliki risiko lebih besar untuk menjadi buruan.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi peningkatan risiko ini, perhatian kita terhadap rangsangan negatif meningkat secara tidak biasa di malam hari. Yang dulunya dapat membantu kita menghadapi ancaman yang tidak terlihat, fokus berlebihan pada hal negatif ini kemudian dapat memicu perubahan sistem penghargaan atau motivasi, yang membuat seseorang sangat rentan terhadap perilaku yang berisiko.
"Ada jutaan orang yang terjaga di tengah malam, dan ada bukti yang cukup kuat bahwa otak mereka tidak berfungsi sebaik pada siang hari," kata ahli saraf Elizabeth Klerman dari Universitas Harvard dilansir Science Alert.
"Permohonan saya adalah agar dilakukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji hal itu, karena kesehatan dan keselamatan mereka, serta orang lain (dapat) terpengaruh."
Ilustrasi tidur memakai masker mata atau eye mask. Foto: Ground Picture/Shutterstock
Penulis hipotesis tersebut menggunakan dua contoh untuk mengilustrasikan maksud mereka. Contoh pertama adalah seorang pengguna heroin yang berhasil mengendalikan keinginannya di siang hari tetapi menyerah pada keinginannya di malam hari.
ADVERTISEMENT
Para ahli memberi satu contoh yakni tentang seorang mahasiswa yang berjuang melawan insomnia. Mereka mulai merasakan keputusasaan, kesepian, dan kehilangan harapan saat malam-malam tanpa tidur cukup.
Skenario tersebut pada akhirnya dapat berakibat fatal. Bunuh diri dan menyakiti diri sendiri sangat umum terjadi pada malam hari. Bahkan, beberapa penelitian melaporkan risiko bunuh diri tiga kali lebih tinggi antara tengah malam dan pukul 06:00 pagi dibandingkan dengan waktu lainnya dalam sehari.
"Bunuh diri, yang sebelumnya tidak terbayangkan, muncul sebagai pelarian dari kesepian dan rasa sakit, dan sebelum biaya bunuh diri dipertimbangkan, siswa telah memperoleh sarana dan siap untuk bertindak pada saat tidak ada seorang pun yang terjaga untuk menghentikan mereka," tulis ahli dalam hipotesis mereka.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi berjudul 'When reason sleeps: attempted suicide during the circadian night' pada tahun 2020 menyimpulkan bahwa, terjaga di malam hari merupakan faktor risiko bunuh diri. Hal ini mungkin disebabkan ketidakselarasan ritme sirkadian.
Zat-zat terlarang atau berbahaya juga lebih banyak dikonsumsi orang pada malam hari. Pada tahun 2020, ada penelitian di pusat pengawasan konsumsi obat di Brasil dalam Jurnal Elsevier mengungkap risiko overdosis opioid 4,7 kali lebih besar pada malam hari.
Beberapa perilaku ini dapat dijelaskan oleh kurang tidur atau perlindungan yang disediakan oleh kegelapan, tetapi mungkin ada juga perubahan neurologis di malam hari yang berperan.
Peneliti seperti Klerman dan rekan-rekannya berpikir bahwa seseorang perlu menyelidiki faktor-faktor ini lebih lanjut untuk memastikan kita melindungi mereka yang paling berisiko dari terjaga di malam hari.
ADVERTISEMENT
Karena itu, kita tidak benar-benar tahu bagaimana pekerja shift, seperti pilot atau dokter, mengatasi rutinitas tidur mereka yang tidak biasa. Selama enam jam sehari, kita hanya tahu sedikit tentang cara kerja otak manusia, baik saat tidur atau terjaga, pikiran setelah tengah malam adalah misteri.