Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Pada 14 Desember 2021, terjadi gempa dengan kekuatan 7,4 magnitudo terjadi di Nusa Tenggara Timur dan sekitarnya. Gempa berpusat di Laut Flores, yang saat itu berada di titik sesar aktif yang belum diidentifikasi. Kemudian pada Sabtu 23 Juli 2022, area yang sama menghasilkan dua gempa lagi dengan kekuatan masing-masing 5,5 magnitudo dan 4,5 magnitudo.
ADVERTISEMENT
Peneliti melalui makalah yang terbit di jurnal The Seismic Record per 1 Agustus 2022 berhasil mengidentifikasi sesar baru yang bertanggung jawab atas gempa besar di atas.
Ilmuwan memberi nama sesar ini Kalaotoa. Terdiri atas tiga segmen, sesar Kalaotoa membentang sekitar 100 km utara Flores , memanjang sekitar 190 km.
Peneliti memetakan gempa yang terjadi Laut Flores dari 14 Desember 2021 sampai 20 Maret 2022, dan berhasil mengumpulkan total 1456 gempa, dari yang berkekuatan 1,9 hingga 7,3 magnitudo.
“Kami mengungkapkan keberadaan patahan yang sebelumnya tidak diketahui yang menghasilkan gempa Laut Flores Mw 7,3, yang terjadi pada 14 Desember 2021, sekitar 100 km di sebelah utara Pulau Flores, di salah satu pengaturan tektonik paling kompleks di Indonesia,” tulis tim peneliti di makalah penelitian.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dipimpin oleh Pepen Supendi dari Department of Earth Sciences, University of Cambridge ini berhasil mengungkap keberadaan sesar yang bertanggung jawab atas dua gempa 23 Juli 2022, 14 Desember 2021, dan juga merupakan sumber gempa sekaligus tsunami Flores Timur 1992.
Tiga segmen atau klaster ini masing-masing memiiki panjang 100 km (klaster A), 50 km (klaster B), dan 40 km (klaster C).
Daryono, Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa pemetaan sesar baru ini mengungkap resiko baru soal gempa di wilayah sekitar Laut Flores.
"Ini sangat menarik bagaimana sebuah gempa dengan kekuatan besar terjadi di zona yang benar-benar baru belum terpetakan. Bahkan di pusat gempa ini jika kita lihat dalam peta seismisitas jangaka panjang (2008-2020) tidak tampak adanya aktivitas seismisitas yang mencolok," ungkap Daryono kepada kumparanSAINS, Kamis (4/8).
ADVERTISEMENT
Daryono melanjutkan, sesar ini berikut dengan potensi gempanya harus dimasukkan menjadi dari peta gempa mitigasi bencana. Ditambah, sesar Kalaotoa cukup dangkal (kedalaman <60 km) yang mana gempa dangkal dikenal lebih berbahaya.
"Tentu gempa kuat dapat terjadi lagi sesuai konsep "recurrent period" atau periode ulang gempa bahwa gempa kuat dapat terjadi klagi pada sumbernya di masa yang akan datang," pungkas Daryono.
"Sehingga peta sesar ini harus segera diformalkan sebagai tambahan dalam peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia."