Indonesia Jadi Negara yang Harus Dilindungi untuk Hentikan Krisis Kepunahan

1 Juli 2024 16:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nenuah, orangutan berusia 19 tahun, duduk di pohon setelah dilepasliarkan di Hutan Lindung Bukit Batikap di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Foto: BOSF/Handout via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Nenuah, orangutan berusia 19 tahun, duduk di pohon setelah dilepasliarkan di Hutan Lindung Bukit Batikap di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Foto: BOSF/Handout via REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah wilayah penting di Bumi yang harus dilindungi untuk menghentikan krisis kepunahan spesies terancam di planet ini.
ADVERTISEMENT
Menurut studi yang terbit di jurnal Frontiers in Science, wilayah ini membentuk sekitar 1,22 persen dari permukaan daratan Bumi, dan melindunginya menjadi hal yang sangat penting untuk mencegah kepunahan massal keenam di Bumi.
“Kita berada di tengah-tengah krisis kepunahan besar keenam dalam sejarah Bumi, dan menjadi krisis kepunahan pertama yang disebabkan oleh aktivitas manusia,” kata Eric Dinersetin, penulis studi dan pakar senior keanekaragaman hayati di LSM RESOLVE, kepada Newsweek.
“Studi baru kami menawarkan cetak biru (landasan dalam pembuatan kebijakan) untuk mencegah lebih banyak kepunahan spesies dengan menargetkan 1,2 persen wilayah Bumi di mana spesies langka terkonsentrasi namun habitatnya tetap tidak terlindungi.”
“Kami menyebut situs-situs ini sebagai Conservation Imperatives. Strategi ini dapat menjadi langkah penting pertama yang diambil oleh negara-negara yang telah sepakat untuk menerapkan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global, sebuah janji untuk melindungi 30 persen Bumi pada tahun 2030,” tambah Dinersetin.
Pemandangan udara area gundul saat operasi memerangi deforestasi di dekat Uruara, Negara Bagian Para, Brasil, Sabtu (21/1/2023). Foto: Ueslei Marcelino/Reuters
Makalah ini merupakan hasil kolaborasi para konservasionis dan peneliti di seluruh dunia yang memetakan permukaan tanah Bumi menggunakan data keanekaragaman hayati. Mereka menemukan, karena sebagian besar spesies langka punya wilayah jelajah yang sangat terbatas, hanya sebagian kecil wilayah di Bumi yang perlu dilestarikan untuk mencegah kepunahan banyak spesies.
ADVERTISEMENT
“Kami menggunakan enam data global yang banyak dikutip untuk memetakan distribusi vertebrata langka dan terancam (burung, mamalia, reptil, amfibi, dan tumbuhan) dan menggabungkan distribusi tersebut dengan luas kawasan lindung saat ini untuk menentukan berapa banyak yang masih tidak dilindungi (2,3 persen permukaan Bumi). Kami kemudian mengesampingkan area non-habitat dari wilayah yang tidak terlindungi ini menggunakan filter berdasarkan data satelit,” kata Dinerstein.
“Kami menemukan bahwa kita hanya memerlukan sekitar 1,2 persen permukaan Bumi untuk mencegah kepunahan massal keenam di Bumi.”
Hutan hujan tropis merupakan rumah bagi 76 persen spesies hewan dan tumbuhan langka. Wilayah tersebut terkonsentrasi di lima negara: Brasil, Filipina, Indonesia, Madagaskar, dan Kolombia.
“Dari spesies yang telah dievaluasi oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature), lebih dari 4.700 spesies yang kita ketahui dan telah diberi nama dapat diselamatkan,” kata Dinerstein. “Namun, mungkin ada lebih dari satu juta spesies belum diketahui yang hidup di habitat tidak dilindungi padahal seharusnya dilindungi.”
Seekor Siamang atau Kera Hitam (Symphalangus syndactylus) memanjat pohon usai dilepasliarkan di Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Dangku, Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, Rabu (29/6/2022). Foto: Nova Wahyudi/ANTARA FOTO
Beberapa spesies yang ditemukan di situs ini termasuk tamaraw di Filipina, dan kera jambul Celebes di Sulawesi.
ADVERTISEMENT
“Ada sedikit peluang untuk melindungi satwa liar yang tersisa di seluruh ekoregion Bumi,” kata Carlos Peres, salah satu penulis penelitian dan profesor ekologi konservasi di UEA.
“Analisis kami menunjukkan bahwa menetapkan ambang batas kritis sebesar 1,2 persen dari seluruh kawasan terestrial–yang diidentifikasi sebagai hampir 17.000 lokasi– untuk memastikan keberlangsungan spesies endemik, terancam, dan langka merupakan sebuah proposisi yang layak secara finansial, namun saya khawatir kelangsungan hidup yang layak secara finansial ini akan menurun dengan cepat seiring berjalannya waktu.”
Antara 2018 hingga 2023, ada 1,2 juta kilometer persegi lahan dilindungi, tapi hanya 0,11 juta kilometer persegi dari lahan tersebut yang benar-benar menjadi rumah bagi spesies terancam. Oleh karena itu, studi terbaru ini menyoroti pentingnya melindungi kawasan lindung secara efisien untuk kelangsungan spesies yang paling berisiko.
ADVERTISEMENT
“Analisis kami memperkirakan, melindungi Conservation Imperatives di daerah tropis akan menelan biaya sekitar 34 miliar dolar per tahun selama lima tahun ke depan,” kata Andy Lee, rekan penulis studi yang merupakan Senior Program Associate di RESOLVE.
“Ini mewakili kurang dari 0,2 persen PDB Amerika Serikat, kurang dari 9 persen subsidi tahunan yang menguntungkan industri bahan bakar fosil global, dan sebagian kecil dari pendapatan yang dihasilkan dari industri pertambangan dan wanatani setiap tahunnya.”
Peneliti berharap, melindungi situs menjadi langkah pertama menuju perlindungan 30 persen Bumi, yang juga akan melindungi wilayah-wilayah penting untuk memperlambat dampak perubahan iklim.
“Apa yang akan kita wariskan kepada generasi mendatang? Bumi yang sehat dan dinamis sangat penting untuk kita wariskan,” kata Dinerstein. “Kita harus mencegah krisis kepunahan. Conservation Imperatives mendorong kita untuk melakukan hal tersebut.”
ADVERTISEMENT