Ini Alasan Hewan Beracun Tak Mati karena Racunnya Sendiri

21 September 2021 7:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Katak beracun Dendrobatidae. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Katak beracun Dendrobatidae. Foto: Wikimedia Commons
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hewan beracun biasanya mewarisi racun dari induknya, tapi tidak dengan katak kecil berwarna-warni satu ini yang berasal dari keluarga Dendrobatidae. Katak panah racun ini tidak terlahir beracun, namun memperoleh toksiknya dari kumpulan bahan kimia beracun yang berasal dari makanan mereka: Serangga dan arthropoda lainnya.
ADVERTISEMENT
Menariknya, katak panah racun ini dapat membawa racun yang cukup untuk membunuh 10 manusia dewasa. Tetapi, jika racun ini sangat mematikan, mengapa katak itu sendiri tidak mati saat menelannya?
“Kemampuan katak ini untuk menghindari autointoxication (keracunan oleh racunnya sendiri yang diproduksi tubuhnya) telah membingungkan para ilmuwan untuk waktu yang lama,” kata Fayal Abderemane-Ali, peneliti di Cardiovascular Research Institute University of California San Francisco, AS, dikutip Live Science.
Penulis utama studi di Journal of General Physiology terbitan 6 September 2021 ini, bersama rekan peneliti lainnya, mempelajari katak beracun dalam genus Phyllobates yang menggunakan racun yang disebut batrachotoxin. Racun ini bekerja dengan mengganggu pengangkutan ion natrium masuk dan keluar sel – salah satu fungsi fisiologis terpenting dalam tubuh.
Katak Dendrobates tinctorius azureus. Foto: Wikimedia Commons
Jadi, ketika otak mengirimkan sinyal ke tubuh, ia mengirimkannya melalui listrik. Sinyal-sinyal ini membawa instruksi ke bagian-bagian tubuh, misalnya ke anggota tubuh kamu untuk memberitahu mereka untuk bergerak, ke otot untuk memberitahu mereka untuk berkontraksi, dan ke jantung untuk memberitahunya untuk memompa.
ADVERTISEMENT
Sinyal listrik ini dimungkinkan oleh aliran ion bermuatan positif, seperti natrium, ke dalam sel bermuatan negatif. Ion mengalir masuk dan keluar sel melalui pintu protein yang disebut saluran ion. Ketika saluran ion ini terganggu, sinyal listrik tidak dapat berjalan melalui tubuh.
Nah, batrachotoxin ini menyebabkan saluran ion tetap terbuka. Ia menghasilkan aliran ion bermuatan positif yang mengalir bebas ke dalam sel. Jika mereka tidak dapat menutup, seluruh sistem kehilangan kemampuannya untuk mengirimkan sinyal listrik.
"Kita membutuhkan saluran ini untuk membuka dan menutup untuk menghasilkan listrik yang menjalankan otak atau otot jantung kita," kata Fayal. Jika saluran tetap terbuka, tidak ada aktivitas jantung, aktivitas saraf atau aktivitas kontraktif.
Katak panah racun biru (Dendrobates tinctorius azureus). Foto: Wikimedia Commons

Cara hewan beracun menghindari racunnya sendiri

Jadi, bagaimana katak panah racun ini, dan hewan beracun lainnya, menghindari nasib yang sama?
ADVERTISEMENT
Menurut Fayal, ada tiga strategi yang digunakan hewan beracun untuk menghentikan autointoxication. Yang paling umum adalah melibatkan mutasi genetik yang sedikit mengubah bentuk protein target toksin (pintu ion natrium) – sehingga tidak dapat lagi mengikat protein.
Misalnya, pada spesies katak beracun yang disebut Dendrobates tinctorius azureus, yang membawa racun yang disebut epibatidine. Racun ini meniru zat kimia pemberi sinyal yang bermanfaat, bernama asetilkolin.
Menurut sebuah studi keluaran 2017 yang diterbitkan dalam jurnal Science, katak ini mengembangkan adaptasi pada reseptor asetilkolin mereka yang sedikit mengubah bentuk reseptor tersebut –membuat mereka kebal terhadap racun.
Katak emas beracun. Foto: pixabay
Strategi lain yang digunakan adalah kemampuan untuk membuang racun dari tubuh sepenuhnya. Proses ini tidak selalu sama dengan menghindari autoi ntoxication, tapi merupakan cara lain agar terhindar dari keracunan oleh makanan yang mereka makan.
ADVERTISEMENT
Dan strategi ketiga disebut "sequestration" atau sekuestrasi. "Hewan itu akan mengembangkan sistem untuk menangkap [atau] menyerap racun untuk memastikan tidak menimbulkan masalah pada hewan itu," kata Fayal.
Dalam penelitian Fayal, ia mengkloning saluran natrium-ion dari katak Phyllobates dan memperlakukan mereka dengan racun. Dia terkejut melihat bahwa saluran ion natrium tidak tahan terhadap racun – mengartikan katak seharusnya tidak dapat bertahan hidup dengan racun tersebut di dalam tubuh mereka.
Berdasarkan hasil tersebut, ia menduga bahwa katak tersebut kemungkinan besar menggunakan strategi sekuestrasi untuk menghindari keracunan otomatis dengan menggunakan "spon protein” dimana protein yang dapat menyerap racun dan menahannya dihasilkan, yang berarti racun tidak pernah memiliki kesempatan untuk mencapai saluran protein yang rentan tersebut.
ADVERTISEMENT