Ini Alasan Kenapa Riset dan Inovasi di Indonesia Sulit Berkembang

11 Februari 2021 7:30 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pameran Drone di Lapangan Terbang LAPAN  Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pameran Drone di Lapangan Terbang LAPAN Foto: Ferio Pristiawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengembangan riset dan inovasi di Indonesia masih tertinggal jauh dibanding dengan negara-negara lain. Padahal kualitas riset dan inovasi merupakan kunci pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan rilis Global Innovation Index (GII) pada 2020, Indonesia berada di urutan ke-85 dari 131 negara paling inovatif di dunia. Peringkat ini tidak berubah sejak tahun 2018. Di ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua terbawah di atas Kamboja.
Sementara di kelompok negara berpenghasilan menengah ke bawah, Indonesia menempati urutan ke-9 dari 29 negara. Peringkat ini menunjukkan bahwa riset dan inovasi di Indonesia tidak ada kemajuan berarti dari tahun-tahun sebelumnya.

Penyebab riset dan inovasi Indonesia masih tertinggal

Ada sejumlah permasalahan kenapa kualitas riset dan inovasi Indonesia masih rendah. Pertama adalah dana riset yang digelontorkan pemerintah hanya berkisar 0,25 persen dari PDB. Jauh dibandingkan China (peringkat 14 GII) yang mengalokasikan 4 persen PDB untuk riset.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penyumbang dana riset di Indonesia masih dipegang oleh pemerintah dengan porsi 80 persen, sedangkan sektor privat hanya 20 persen. Kondisi ini terbalik jika dibandingkan dengan Korea Selatan atau Singapura yang justru punya proporsi pendanaan sektor swasta mencapai sekitar 80 persen.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Berkaca dari Swiss (negara peringkat 1 di indeks GII), merangkul sektor swasta jadi kunci pengembangan riset dan inovasi. Swiss melebihi ekspektasi dalam hal mengubah investasi dalam inovasi menjadi hasil berkualitas tinggi melalui semangat inovatif dari sektor bisnisnya, dengan sebagian besar pekerjaan padat pengetahuan dan pengeluaran litbang yang tinggi dan dibiayai oleh sektor swasta.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN), Bambang Brodjonegoro, sempat menyebut bahwa salah satu masalah riset dan inovasi di Indonesia adalah karena hasil penelitian yang tumpang tindih sehingga terjadi pemborosan keuangan negara dan hasil penelitian yang berdampak signifikan menjadi tidak tercapai.
ADVERTISEMENT
Untuk menangani hal ini, menurut Bambang, perlu segera dibentuk lembaga BRIN untuk mencegah terjadinya duplikasi riset sehingga mendorong efisiensi dan efektivitas sumber daya dalam melakukan kegiatan pendidikan, pengembangan, pengkajian, dan penerapan teknologi.
Kegiatan riset dan inovasi yang terintegrasi diperlukan untuk membentuk ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. Nantinya, ini bisa menjadi dasar untuk mewujudkan ekonomi berbasis inovasi melalui hilirisasi riset, peningkatan nilai tambah, dan inovasi yang menjadi substitusi impor.
Maka dari itu, kata Bambang, perlu dibentuk Organisasi Pelaksana Riset dan Inovasi serta invensi dan inovasi di lingkungan BRIN yang menerapkan pola kelembagaan minim birokrasi dengan lebih memberikan keleluasaan pada SDM Iptek untuk menjalankan kegiatan riset dan inovasi yang lebih terintegrasi.
ADVERTISEMENT
“Untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi yang terintegrasi perlu dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional,” papar Bambang dalam rilis yang diterima kumparan, Rabu (10/2).
Pelabuhan Kapal Riset LIPI. Foto: Alfaddillah /kumparan
Sayangnya, sampai saat ini Pemerintah masih belum mengeluarkan Peraturan Presiden terkait pembentukan kelembagaan BRIN yang telah ditandatangani Joko Widodo pada 30 Maret 2020. Ini karena Kemenkumkam belum mencatat dan mengumumkan secara resmi. Ada sejumlah pihak yang menginginkan BRIN berdiri sendiri, tidak berada di bawah Kemristek.
Padahal, Perpres ini dinilai menjadi dasar penataan lembaga riset dan inovasi di Indonesia, serta sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional IPTEK. Hal ini juga pernah disinggung oleh Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto.
ADVERTISEMENT
Menurut Mulyanto, Perpres kelembagaan BRIN yang belum diterbitkan akan menghambat kegiatan riset dan inovasi teknologi. Belum terbentuknya lembaga BRIN bisa memicu kebingungan di kalangan para peneliti, terutama tentang apakah lembaga riset pemerintah semacam BATAN dan LAPAN akan dilebur menjadi satu dalam BRIN atau tidak.
"Pertanyaan-pertanyaan itu sangat penting dijawab Pemerintah melalui Perpres BRIN. Jangan biarkan berlarut-larut," kata Mulyanto dalam keterangan pers beberapa waktu yang lalu.
Sebelumnya, pemerintah berjanji akan menerbitkan Perpres pada akhir tahun 2019, kemudian mundur menjadi akhir Maret 2020. Namun, hingga saat ini, Perpres belum juga diterbitkan.
Kemristek/BRIN, di bawah kepemimpinan Bambang Brodjonegoro, telah melakukan pemetaan riset inovasi yang harus dikedepankan oleh Indonesia. Mereka punya program Prioritas Riset Nasional yang terdiri dari pengembangan Pesawat Amfibi N219A, Drone Elang Hitam, garam industri, kapal pelat datar, hingga baterai untuk kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Ada pula riset inovasi untuk mempercepat penanganan COVID-19. Kemristek/BRIN mendorong riset alat deteksi GeNose untuk deteksi COVID-19 yang dikembangkan Universitas Gadjah Mada, agar bisa dipakai oleh publik luas. Kini Kemristek/BRIN juga sedang mengupayakan ventilator buatan lokal agar bisa dipakai oleh lebih banyak rumah sakit di Indonesia.