Ini Dia Sigung Tutul, Si Jago Kentut Sambil Handstand

3 September 2021 8:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sigung tutul punya tabiat akrobat handstand saat mau semprot cairan bau busuk dari dubur. Foto: Jerry W. Dragoo
zoom-in-whitePerbesar
Sigung tutul punya tabiat akrobat handstand saat mau semprot cairan bau busuk dari dubur. Foto: Jerry W. Dragoo
ADVERTISEMENT
Sigung dikenal sebagai hewan yang bertahan hidup dengan mengeluarkan cairan berbau busuk dari pantatnya. Sigung bergaris — jenis sigung yang paling dikenal — melakukan semprotan bau ini secara konvensional: keempat kakinya menapak di tanah dengan pantat membidik sasaran.
ADVERTISEMENT
Namun, ternyata ada jenis sigung lain yang melakukan aksi kentut dengan cara akrobatik. Alih-alih menjejakkan keempat kakinya dengan anteng di tanah saat kentut, hewan yang disebut sigung tutul justru melakukan handstand dengan kaki bagian belakang berada di atas.
“Saya bercanda menyebut mereka akrobat dari dunia sigung,” kata Adam Ferguson, ahli biologi karnivora kecil di Field Museum, kepada The New York Times.
Perbedaan sigung bergaris dan sigung tutul sebenarnya dapat dipahami dari penamaan keduanya. Sigung bergaris punya corak bulu putih bergaris di sekitar bulu hitam, sedangkan sigung tutul punya corak bulu putih berbentuk bintik.
Tak hanya soal corak bulu, perbedaan sigung bergaris dan sigung tutul juga terletak pada ukuran tubuh. Sigung bergaris punya ukuran tubuh mirip kucing, adapun sigung tutul cuma seukuran tupai.
ADVERTISEMENT
Dengan tubuhnya yang lebih kecil, sigung tutul lebih lincah dari sigung lain. Ia adalah hewan pemanjat yang hebat. Selain itu, ternyata sigung tutul lebih karnivora ketimbang sigung lain. Makanan utama mereka adalah burung hantu bertanduk, telur burung, kadal, ular, dan hewan pengerat.
Sigung tutul. Foto: R. C. Dowler
Meskipun berbeda jenis, sigung bergaris dan sigung tutul tetaplah sigung. Hewan asli benua Amerika ini mengeluarkan semprotan mirip kentut yang berbau busuk ketika merasa terancam oleh predator.
Menurut laporan Smithsonian Magazine, cairan busuk yang disemprotkan sigung terdiri dari thiol. Ini merupakan sulfur organik yang dihasilkan dari kelenjar yang berada di dekat dubur sigung. Kentut busuk dari thiol ini enggak dipakai sigung saat berkelahi dengan sigung lain — mereka cuma menggunakannya saat merasa terancam oleh predator.
ADVERTISEMENT
"Jika kamu mendekati sigung dengan sangat pelan dan lembut, mereka cenderung tidak menyemprot," kata Ferguson. “Tapi menurutku sigung itu seperti manusia. Beberapa dari mereka hanya brengsek.”
Dari sini, kamu mungkin bertanya-tanya: mengapa sigung tutul lebih banyak tingkah saat kentut dengan handstand ketimbang sigung lain yang justru lebih anteng?
Peneliti menduga, sigung tutul melakukan ini supaya tubuhnya yang seukuran tupai bisa terlihat lebih besar di mata predator.
"Ketika mereka stres, mereka melompat ke kaki depan mereka dan kemudian menendang kaki belakang mereka, membusungkan ekor mereka, dan mereka benar-benar bisa berjalan menuju pemangsa, seperti pada dasarnya membuat mereka terlihat lebih besar dan lebih menakutkan," kata Ferguson kepada CNN.

Misteri sigung tutul

Sejak pertama kali ditemukan pada 1758, pembagian spesies sigung tutul masih belum dapat dipahami secara presisi. Hal ini disebabkan karena sigung tutul hidup di daerah terpencil yang jauh dari perkotaan, berbeda dengan kerabat mereka sigung bergaris yang hidup di daerah urban.
ADVERTISEMENT
Di tengah kesulitan menangkap sigung tutul tersebut, para peneliti umumnya menduga bahwa ada 4 spesies sigung tutul berbeda. Namun, penelitian yang dilakukan Ferguson baru-baru ini membuktikan ada lebih banyak spesies sigung tutul di luar sana.
Dalam sebuah artikel yang terbit di jurnal Molecular Phylogenetics and Evolution pada 1 September 2021, ia dan tim penelitiannya berhipotesis bahwa ada 7 spesies sigung tutul berbeda di dunia.
Untuk mencari jawaban berapa banyak spesies sigung tutul, Ferguson dan tim mendasarkan analisisnya pada 203 sampel DNA sigung tutul yang ditemukan mulai dari Kanada hingga Kosta Rika.
"Pasti ada tujuh spesies," kata Molly McDonough, anggota peneliti sekaligus seorang filogenomik di Chicago State University, kepada The New York Times.
Seekor sigung tutul barat. Foto: Robby Heischman
Dari ketujuh spesies sigung tutul yang dianalisis, para peneliti menemukan bahwa sebagian besar spesies sigung tutul dapat dibagi menjadi dua kelompok: tiga spesies berasal dari timur dan tiga lainnya dari barat. Perbedaan terbesar antara kedua kelompok tersebut dapat dilihat dari bagaimana masing-masing kelompok bereproduksi.
ADVERTISEMENT
Di kelompok sigung tutul timur, betina cenderung hamil selama sekitar 50 hingga 65 hari. Kelompok sigung tutul di timur umumnya kawin pada bulan Maret atau April dan melahirkan pada bulan Mei atau Juni.
Adapun di barat, sigung tutul biasanya berkembang biak pada musim gugur sekitar bulan September atau Oktober. Betina sigung tutul di barat kemudian melahirkan pada bulan April atau Mei dengan total waktu kehamilan 180 hingga 200 hari.
Satu spesies sigung tutul lain, yang bernama Spilogale yucatanensis, tak bisa diklasifikasikan oleh peneliti. Sampel sigung tutul Spilogale yucatanensis sendiri didapatkan peneliti dari museum di Yucatan, Mexico dan mereka berpikir bahwa sampel tersebut merupakan hewan endemik dari sana.
"Saya dapat mengekstrak DNA dari sampel museum berusia seabad, dan sangat menarik untuk melihat dengan siapa individu-individu itu terkait. Ternyata salah satunya adalah spesies endemik Yucatan yang saat ini tidak dikenali," kata McDonough, kepada CNN.
ADVERTISEMENT