Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Ini Foto Black Hole di Galaksi Kita, Bagaimana Ilmuwan Memotretnya?
13 Mei 2022 6:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Sekelompok ilmuwan yang tergabung dalam proyek Event Horizon Telescope (EHT) merilis foto black hole (lubang hitam) yang berbaring di pusat galaksi kita, Bima Sakti, Kamis (12/5) waktu setempat. Black hole ini bernama Sagitarius A* (dibaca Sagitarius A star) dan berdiameter 21 juta km, dengan massa setara 4 juta kilometer.
ADVERTISEMENT
Proyek ini adalah lanjutan rilis foto black hole di galaksi M87 pada 2019 lalu. Sekarang peneliti berhasil menjepret fenomena black hole di galaksi kita sendiri.
Cara ilmuwan jepret black hole di galaksi kita
Foto ini bukanlah foto langsung dari black hole tersebut. Black hole sendiri tidak menghasilkan cahaya. Saking kuatnya tarikan gravitasi, semua cahaya yang melintas dekat dengan lubang hitam akan terhisap ke dalamnya.
Objek yang bersinar di foto tersebut adalah piringan gas (biasa disebut accression disk) yang mengitari black hole sembari mengalami kenaikan temperatur. Gas ini kemudian bersinar dengan menghasilkan cahaya di spektrum radio.
Ilmuwan menangkap cahaya radio ini untuk mendapatkan citra lingkungan sekitar black hole.
Event Horizon Telescope adalah jaringan terdiri dari 11 teleskop radio seluruh dunia. Delapan di antaranya dipakai untuk menjepret citra black hole Sagitarius A*.
ADVERTISEMENT
Gabungan teleskop yang digunakan secara simultan ini menciptakan teleskop virtual seukuran bumi.
Teknik ini juga disebut dengan very-long-baseline interferometry (VLBI). Teleskop tersebar dari Antartika ke Amerika Utara, Eropa, dan Amerika Selatan.
Piringan gas di sekitar black hole Sagitarius A* bergerak dengan sangat cepat—hampir mendekati kecepatan cahaya. Hal itu menyebabkan sulit bagi ilmuwan untuk menentukan bagaimana bentuk asli dari Sagitarius A*. Peneliti menyebut bentuk asli ini sebagai “common feature”.
Total 10 ribu citra black hole berbeda di hasilkan, yang kemudian digabung untuk menghasilkan gambar tunggal konklusif. Oleh karena itu, kuantitas data yang dikumpulkan oleh tim Event Horizon Telescope ini tidak main-main.
Ratusan terabyte dikumpulkan per harinya. Setiap teleskop menghasilkan sampai sekian petabyte data. Data kolektif kemudian diolah di fasilitas superkomputer di Max Planck Institute for Radio Astronomy (Garching, Jerman) dan MIT Haystack Observatory (Massachusetts, AS).
Profil black hole Sagitarius A*
Black hole ini berjarak 27 ribu tahun cahaya dari Bumi, berbaring tepat di tengah galaksi Bima Sakti. Diameternya 21 juta km—kurang lebih sama dengan luas orbit Merkurius, serta bermassa 4 juta Matahari.
ADVERTISEMENT
Dengan ukuran ‘sekecil’ itu dan jarak sejauh itu, ukuran black hole di langit sama seperti ukuran donat di permukaan Bulan, jika dilihat dari Bumi.
Black hole dan teori Albert Einstein
Keberadaan black hole secara general sudah diprediksi di Teori Relativitas Umum Albert Einstein. Namun keberadaan black hole di pusat galaksi kita misterius hingga 2008.
Pada 1974, Bruce Balick dan Robert Brown menemukan gelombang radio di wilayah langit yang sekarang diketahui adalah pusat Bima Sakti. Namun saat itu belum diketahui apa objek tersebut.
Observasi 16 tahun terhadap orbit bintang di sekitar Sagitarius A* mengungkap bahwa objek tersebut adalah sebuah lubang hitam. Astronom Reinhard Genzel dan Andrea Ghez dianugerahi Hadiah Nobel Fisika pada 2020 untuk penemuan ini.
Kebenaran Albert Einstein dalam hipotesis black hole
Pada 1915, bersamaan dengan Teori Relativitas Umum, Einstein mengusulkan hipotesis keberadaan sebuah objek yang memiliki massa dan densitas sangat tinggi, sehingga membuatnya memiliki gravitasi yang dapat membelokkan bahkan menghisap cahaya. Objek ini kemudian diberi nama lubang black hole.
ADVERTISEMENT
Ilmuwan EHT mencocokkan hasil observasi dengan hasil simulasi ukuran lingkar horizon black hole. Simulasi ini didasarkan hasil pengamatan sebelumnya ditambah dengan persamaan relativitas Einstein. Hasilnya, ilmuwan menemukan persamaan Einstein cocok dengan observasi, sekali lagi membuktikan kebenaran sang jenius.
“Kami tercengang dengan seberapa baik ukuran cincin itu sesuai dengan prediksi dari Teori Relativitas Umum Einstein,” kata Geoffrey Bower, ilmuwan proyek EHT dari Institut Astronomi dan Astrofisika, Academia Sinica, Taipei. “Pemahaman tentang apa yang terjadi di pusat galaksi kita, dan menawarkan wawasan baru tentang bagaimana lubang hitam raksasa ini berinteraksi dengan lingkungan mereka."