Ini Penyebab Utama Polusi Jakarta: PLTU, Asap Kendaraan, Pabrik

21 Juni 2022 6:32 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bangunan gedung bertingkat di Jakarta diselimuti polusi udara. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bangunan gedung bertingkat di Jakarta diselimuti polusi udara. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta kembali menempati posisi pertama udara terburuk berdasarkan IQAir pada Senin pagi (20/6). Kondisi ini mirip dengan apa yang terjadi pada Rabu (15/6) lalu Ibu Kota Indonesia bertengger di posisi atas, kota dengan kualitas udara terburuk se-dunia.
ADVERTISEMENT
Tentu, ini bukan kejadian pertama dan terakhir. Kasus polusi udara Jakarta sering menjadi concern sejak bertahun-tahun lalu.
Menurut data World Air Quality Report, Jakarta berada di peringkat ke-5 sebagai kota dengan kualitas udara terburuk dunia pada tahun 2019. Kala itu, kualitas udara mencapai skor rata-rata 49.4 (PM 2,5).
IQ Air mengukur polusi DKI Jakarta berdasarkan rata-rata konsentrasi particulate matter PM 2,5 dalam mikrometer per kubik (µg/m³). PM 2,5 adalah polutan udara berukuran 2,5 mikron yang mampu masuk ke pernapasan manusia dan peredaran darah hingga menyebabkan berbagai penyakit.
Batas aman yang ditetapkan WHO berada pada 0-50 untuk AQI, dan 0-10.0 µg/m³ untuk kandungan polutan PM 2,0. Dengan angka ini, berarti masyarakat Jakarta menghirup PM 2,5 lima kali lebih banyak dari batas aman yang ditetapkan WHO.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana kandungan PM 2,5 Jakarta Senin (20/6) ini? IQ Air mencatat kandungan PM 2,5 sebesar 62,5 µg/m³, atau enam kali di atas ambang aman WHO.
Seorang warga berjemur dengan latar belakang gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (20/4/2021). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Dirangkum dari berbagai sumber, setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan kualitas udara Jakarta bisa sebegini buruk. Mulai kendaraan bermotor, debu, hingga emisi dari PLTU batu bara sekitar Jakarta.
Dari studi yang dilakukan Vital Strategies bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kendaraan bermotor menghasilkan polusi terbanyak. Kelompok ini berkontribusi 32 hingga 41 persen menyumbang polusi di musim hujan dan 42 hingga 57 persen di musim kemarau.
Penelitian Viral Strategies dilakukan dengan menempatkan pengukur PM 2,5 di beberapa titik di Jakarta. Mereka melakukan analisis kimiawi, untuk mencari sumber asal muasal polutan tersebut. Pengukuran dilakukan dua kali, di musim kemarau dan musim hujan.
ADVERTISEMENT
Selain kendaraan bermotor, ada juga polusi bersumber dari pembakaran batu bara yang teridentifikasi di angka 14 persen pada musim hujan. Kemudian ada aerosol sekunder, dengan kandungan 6 hingga 16 persen di musim hujan dan 1 hingga 7 persen di musim kemarau.
Ada juga partikel tanah tersuspensi (debu dan sejenis) yang berkontribusi sekitar 10 hingga 18 persen di musim kemarau dan masih banyak lagi.

Jakarta dikepung PLTU

Jakarta setidaknya dikelilingi 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km. Berdasarkan studi oleh CREA pada tahun 2020 lalu, Jakarta dikelilingi sekitar 118 fasilitas industri yang berkontribusi secara signifikan terhadap pencemaran udara Jakarta.
Fasilitas ini tersebar di lima kota dari dua provinsi tetangga Jakarta, antara lain Cilegon dan Tangerang di Banten serta Karawang Barat, Purwakarta, dan Bandung di Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Mari kita kembali ke tahun 2020. Saat itu aktivitas kendaraan bermotor menurun saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) COVID-19. Berdasarkan foto di bawah ini, tampak tingginya konsentrasi PM 2,5 bersumber dari kawasan Cilegon Banten yang didominasi oleh bangunan PLTU.
Polutan tersebut (khususnya NO2) terlihat naik ke atmosfer dan terbawa angin hingga Jakarta dan sekitarnya.
Konsentrasi PM2.5 hasil pembakaran batu bara dibagi per bulan. Foto: CREA
PLTU-PLTU ini melepas polutan seperti NO dan SO2, dan angin meniup polusi ini menembus batas provinsi. PLTU di Cilegon, Banten, misalnya, tidak hanya mengotori udara di Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, tapi mencapai Lampung, Sumatera Selatan, hingga Jawa Tengah.
CREA menyoroti bagaimana kondisi cuaca dapat memperburuk kondisi udara lintas provinsi, sehingga mitigasi dan penanganan harus dilakukan dengan koordinasi antar pemerintah daerah.
ADVERTISEMENT
Menggunakan data EDGAR 5.0 tahun 2015 yang disediakan European Union Joint Research Committee, peneliti CREA menemukan bahwa polusi udara Jakarta terbanyak dihasilkan oleh provinsi tetangga seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Polusi kiriman ini lebih banyak dari polusi yang dihasilkan oleh Jakarta sendiri.
Berdasarkan kategori sumber dan jenis polutan, Sektor energi menjadi penyumbang nomor satu NOx dan SO2. Foto: CREA
Pada pengolahan data yang lain, peneliti CREA membagi polusi udara di sekitar wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Banten berdasarkan kategori polutan. Sektor energi menjadi penyumbang nomor satu NOx dan SO2. Sementara polutan PM 2,5 paling banyak dihasilkan oleh sector kepenghunian dan komersial.
Polusi udara di Jakarta kebanyakan dihasilkan dari luar provinsi, menggunakan data EDGAR 2015. Foto: CREA
Data ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik yang membakar batu bara cukup banyak mengotori langit Jakarta. Bahwa ada rencana pemerintah untuk menambah setidaknya 4 PLTU lagi di sekitar Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Ada 7.600 megawatt (MW) dari kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara yang beroperasi dalam jarak 100 km dari perbatasan Jakarta, dengan 6.000 MW lainnya dalam pembangunan. Ini lebih banyak daripada aliran udara ibu kota lainnya di dunia dan saat ini merupakan sumber emisi stasioner tertinggi,” tulis laporan CREA tersebut.
Minggu lalu, tepatnya hari Rabu, Jakarta menempati peringkat pertama kualitas udara terburuk di IQ Air. Terkait hal ini Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Yogi Ikhwan membenarkan bahwa saat ini memang sedang tidak baik.
“Pada tanggal 15 Juni 2022 sejak dini hari, kelembaban tinggi, sedangkan suhunya rendah, akibatnya polutan pencemar udara terakumulasi di lapisan troposfer,” ujar Yogi.
Konsentrasi polusi NO2, SO2, dan PM2.5 hasil dari pembakaran baru bara di sekitar Banten tertiup hingga mencapai Jakarta. Foto: CREA

Apa kata KLHK?

Menteri LHK Situ Nurbaya Bakar pada Senin (20/6) menanggapi berita terbaru soal polusi Jakarta nomor 1 di dunia. Ia juga tidak setuju dengan data IQ Air yang dijadikan acuan.
ADVERTISEMENT
“Itu kan hasil monitoring analisis pakai metode tertentu dari swasta, ada instrumen yang dia pakai, saya tidak bermaksud membela diri tetapi kita lihat dari metode yang biasa dipakai,” kata Siti di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/6).
Siti lalu mengaku tak mengetahui detail, namun ia menyebut akan memberikan data analisis KLHK terkait kualitas udara tersebut.
“Nanti saya kasi data analisisnya. Bahwa pada saat yang sama, DKI bukan yang sekian itu, nomor 44. Jadi, sebetulnya buat saya itu hanya ukuran dan indikator dan kita paling pemting adalah kita lihat metodenya apa sih yang dipakai. Selain itu apa tindaklanjutnya. Itu yang paling penting,” tutur Siti singkat.
Jauh sebelum Siti memberi komentar, kumparan pernah mewawancarai Dasrul Chaniago yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Ia membantah bahwa kualitas udara Jakarta semakin buruk setiap tahunnya. Ia juga membantah bahwa PLTU batu bara yang harus disalahkan atas pencemaran udara Jakarta.
“70% pencemaran kota besar itu kendaraan bermotor. Pulau Jawa itu 62% sepeda motor, truk itu ada di Pulau Jawa. Di Kalimantan pun cuma 5%. Di Sulawesi 5%, itu terbukti. Misalnya di Manado, PM2,5 nya hanya 10 dibanding di Jakarta 30an misalnya. Apakah di daerah Sulawesi tidak ada PLTU? Banyak. Jangan dipaksakan bahwa ini satu-satunya pencemar,” ungkap Dasrul.
Dasrul menekankan bahwa transportasi adalah penghasil polusi terbesar yang mencemari udara Jakarta.
“Mungkin tidak semua PLTU itu asapnya ke Jakarta? Masak iya, dari Indramayu, dari Sukabumi larinya ke Jakarta semua? Kalau orang baru lari ke Jakarta semua, karena Jakarta itu menarik, belanjanya, malnya segala macam. Kan aneh-aneh saja logikanya. 70% permasalahan udara di Jakarta itu karena kendaraan bermotor.”
ADVERTISEMENT

Risiko kesehatan atas polusi udara

WHO mengestimasi sekitar 4.2 jiwa meninggal pada 2016 akibat masalah yang ditimbulkan polusi PM 2,5, dengan kasus terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Kasus kesehatan terbanyak yang diakibatkan polusi udara adalah stroke dan serangan jantung, yakni sekitar 58 persen dari semua kasus. Polusi udara merupakan penyebab kematian bagi 17 persen penyakit kardiovaskular, 21 persen penyakit jantung iskemik, 16 persen stroke, 56 persen penyakit paru akut, serta 33 persen kanker paru.
Studi oleh Universitas Indonesia pada tahun 2010 mengungkap bahwa 60 persen populasi masyarakat Jakarta menderita gangguan pernapasan berhubungan dengan kualitas udara yang buruk.
Data oleh Global Alliance on Health and Pollution tahun 2019 mengestimasi sekitar 230 nyawa masyarakat Indonesia melayang akibat polusi PM 2,5.
ADVERTISEMENT
Bondan Andriyanu mengatakan bahwa pemerintah setidaknya harus fokus untuk mengendalikan sumber pencemar udara yang selama ini melepas polusi ke udara.
“Mengingat dampak polusi udara ini secara ekonomi dan kepada manusia yang signifikan maka sudah saatnya pemerintah melihat ini sebagai salah satu hal utama yang harus d selesai kan dengan mengendalikan sumber pencemar udaranya,” jelas Bondan kepada kumparanSAINS.
“Sederhananya pemerintah harus segera meng implementasi kan apa perintah hakim dalam sidang gugatan warga negara soal polusi udara yg dimenangkan sejak sept 2021 lalu.”