Ini Pitohui, Satu-satunya Burung Beracun di Dunia Asal Papua Nugini

19 Agustus 2022 13:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Burung beracun asal Papua Nugini, Hooded Pitohui. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Burung beracun asal Papua Nugini, Hooded Pitohui. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebuah burung asal Papua Nugini baru-baru ini disebut sebagai burung beracun pertama di dunia dan satu-satunya yang telah dikonfirmasi secara ilmiah.
ADVERTISEMENT
Dikutip Oddity Central, burung Pitohui berkerudung (Hooded Pitohui) merupakan burung endemik yang dikenal sebagai burung beracun oleh orang-orang Melanesia di Papua Nugini. Namun hal ini tidak diketahui oleh ilmuwan sampai dialami sendiri oleh salah satu dari mereka.
John Dumbacher, ahli ornitologi, bersama rekannya menyiapkan jaring halus di pepohonan untuk menangkap burung Cendrawasih di Papua Nugini demi penelitian pada 1990. Namun, perangkap tersebut justru malah menangkap sejumlah burung bernama latin Pitohui dichrous.
Ketika ingin mengeluarkan Pitohui, tangan Dumbacher tergores oleh burung itu. Ia langsung menarik jarinya dan secara naluriah memasukkannya ke dalam mulut untuk meredakan rasa sakit.
Dumbacher dengan cepat mulai merasakan lidah dan bibirnya mati rasa, dengan mulutnya mulai terbakar selama beberapa berjam-jam. Dia menduga Pitohui yang menyebabkan gejalanya.
ADVERTISEMENT
Untuk menguji hipotesis ini, Dumbacher mengambil bulu Pitohui dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Dia segera mulai merasakan mati rasa dan rasa sakit yang sama menyebar di mulutnya.
Burung beracun asal Papua Nugini, Hooded Pitohui. Foto: Shutterstock
Ia pun mulai menggali lebih soal Pitohui dichrous dengan bertanya kepada penduduk setempat, yang ternyata menurut mereka memang beracun. Warga lokal bahkan menyebutnya 'burung sampah' karena memberikan bau tidak sedap ketika dimasak, dan menjadi pilihan terakhir ketika tidak ada lagi makanan.
Ingin mempelajari lebih lanjut tentang Pitohui dan racunnya, Dumbacher mengirim beberapa bulu si burung kepada John W. Daly di National Institutes of Health. Daly merupakan ilmuwan terkemuka dunia tentang racun alami, dan selama 1960, ia sudah mengidentifikasi batrachotoxin sebagai racun pada katak panah beracun di Kolombia.
ADVERTISEMENT
Keluarga racun tersebut rupanya juga Daly temukan di bulu Pitohui. Senyawa yang dikenal sebagai batrachotoxin itu bekerja melalui saluran di saraf dan membran otot, menyebabkan mati rasa dan rasa terbakar dalam konsentrasi rendah. Dalam konsentrasi tinggi, racun juga bisa menyebabkan kelumpuhan, diikuti oleh serangan jantung dan kematian.

Racun Pitohui juga ditemukan di organ dalam

Awalnya racun Pitohui diketahui hanya berada di balik kulit dan buru mereka. Namun penelitian selanjutnya menemukan bahwa tulang dan organ internal burung tersebut juga mengandung racun, meskipun dalam konsentrasi yang jauh lebih rendah.
Sumber racun dalam Pitohui telah menjadi topik perdebatan besar di antara para ilmuwan. Mereka percaya bahwa burung itu tidak menghasilkan racun itu sendiri, tetapi mendapatkannya dari makanan mereka, khususnya kumbang Choresine yang juga mengandung racun.
ADVERTISEMENT
Alasan lain yang dipercaya ilmuwan adalah racun pada kulit dan bulu Pitohui dirancang untuk menjauhkan mereka parasit. Eksperimen telah menunjukkan bahwa kutu cenderung menghindari bulu beracun dari Pitohui.
Dumbacher sendiri sudah melaporkan penelitiannya soal racun burung Pitohui di jurnal Science yang terbit pada Oktober 1992 lalu.