Ini Prediksi Kekayaan Mineral Afghanistan yang Dikuasai Taliban

20 Agustus 2021 15:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kota di Kabul, Afghanistan. Foto: Omar Sobhani/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kota di Kabul, Afghanistan. Foto: Omar Sobhani/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jatuhnya Afghanistan ke tangan Taliban memicu krisis kemanusiaan, dengan ribuan orang mencoba melarikan diri dari negara itu. Taliban pun diprediksi memiliki kekayaan mineral berlimpah yang nilainya ditaksir hingga triliunan rupiah.
ADVERTISEMENT
Pada 2010, pejabat militer dan ahli geologi Amerika Serikat (AS) mengungkap negara yang terletak di persimpangan Asia Tengah dan Selatan itu memiliki deposit mineral senilai hampir 1 triliun dolar AS atau sekitar Rp 14 ribu triliun. Dan itu semua disebut belum dimanfaatkan.
Pasokan mineral yang dimaksud seperti besi, tembaga dan emas, yang tersebar di seluruh provinsi. Ada juga mineral logam tanah jarang serta—mungkin yang paling penting—salah satu tempat yang menyimpan lithium terbesar di dunia, komponen penting namun langka dalam baterai isi ulang dan teknologi vital lain untuk mengatasi krisis iklim.
"Afghanistan tentu saja merupakan salah satu daerah yang kaya akan logam mulia tradisional, tetapi juga logam [yang dibutuhkan] untuk ekonomi yang muncul di abad ke-21," kata Rod Schoonover, seorang ilmuwan dan pakar keamanan AS, seperti dilansir CNN.
Ilustrasi tembaga. Foto: WhisperingJane_ASMR via Pixabay
Schoonover menambahkan, dengan mengalami tantangan keamanan, kurangnya infrastruktur dan kekeringan parah telah mencegah ekstraksi mineral paling berharga ini di masa lalu. Dan bukan tidak mungkin segera berubah di bawah kendali Taliban. Namun, ada minat dari negara-negara lain, seperti China, Pakistan dan India, yang mungkin mencoba untuk terlibat meskipun terjadi kekacauan.
ADVERTISEMENT

Potensi mineral yang besar

Rata-rata mobil listrik membutuhkan mineral enam kali lebih banyak daripada mobil konvensional, menurut Energi Internasional (IEA). Dengan melonjaknya negara-negara dunia yang mencoba beralih ke mobil listrik dan teknologi ramah lingkungannya lainnya untuk memangkas emisi karbon, mengakibatkan permintaan logam seperti lithium, kobalt, serta elemen logam tanah jarang seperti neodymium turut naik.
Bahkan, kata IEA, pasokan global lithium, tembaga, nikel, kobalt dan elemen logam tanah jarang perlu meningkat tajam atau dunia akan gagal dalam upayanya untuk mengatasi krisis iklim. Tiga negara yang diketahui mengendalikan produksi global lithium, kobalt, tanah yang jarang adalah China, Republik Demokratik Kongo dan Australia, yakni 75 persen.
Eksitensi ithium, nikel dan kobalt sangat penting untuk baterai. Begitu juga jaringan listrik yang membutuhkan tembaga dan aluminium dalam jumlah besar. Sementara elemen logam tanah jarang digunakan dalam magnet untuk membuat turbin angin bekerja.
Ilustrasi mineral. Foto: Mineralogical Magazine
Sebelumnya, pemerintah AS telah memperkirakan bahwa deposit lithium di Afghanistan dapat menyaingi yang ada di Bolivia, rumah bagi cadangan terbesar yang diketahui di dunia.
ADVERTISEMENT
Meskipun telah ada beberapa ekstraksi emas, tembaga, besi, eksploitasi litium dan mineral logam tanah jarang, ini semua tetap membutuhkan investasi, pengetahuan teknis serta waktu yang jauh lebih besar. IEA bahkan memperkirakan dibutuhkan rata-rata 16 tahun sejak penemuan deposit untuk tambang memulai produksi.
"Jika Afghanistan dalam beberapa tahun tenang, memungkinkan pengembangan sumber daya mineralnya, itu bisa menjadi salah satu negara terkaya di kawasan itu dalam satu dekade," kata Mirzad dari Survei Geologi AS yang dulu memimpin survei geologi Afghanistan hingga 1979 kepada majalah Science pada 2010 silam.
Dan menurut Mosin Khan, rekan senior non residen di Dewan Atlantik dan mantan direktur Timur Tengah dan Asia Tengah di Dana Moneter Internasional, saat ini mineral di Afghanistan hanya menghasilkan 1 miliar dolar AS (Rp 14,4 miliar) per tahun. Dia memperkirakan bahwa 30 hingga 40 persen telah disedot oleh korupsi, serta oleh panglima perang dan Taliban, yang telah memimpin proyek pertambangan kecil.
ADVERTISEMENT