Ini yang Bakal Terjadi Jika Jasad Manusia Dilarung ke Laut

14 Mei 2020 14:30 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kapal penjaga pantai China. Foto: AFP/HOANG DINH NAM
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kapal penjaga pantai China. Foto: AFP/HOANG DINH NAM
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, kasus penindasan terhadap ABK WNI yang bekerja di kapal penangkap ikan China Long Xing 629 akhirnya terungkap. Para ABK WNI yang bekerja di sana diperlakukan tidak manusiawi. Mereka diberi fasilitas seadanya, diberi makan umpan ikan dan minum air laut hasil penyulingan, dipaksa bekerja selama 18 sampai 48 jam tanpa henti, dan digaji Rp 1,8 juta setelah bekerja selama 13 bulan.
ADVERTISEMENT
Puncak kasus tersebut terjadi ketika empat ABK WNI yang meninggal dunia dilarung di laut lepas. Lantas, apa yang bakal terjadi pada mayat manusia ketika ia dilarung ke lautan?
Hanya sedikit yang diketahui para ilmuwan ihwal tubuh yang dilarung ke laut. Ahli Entomologi Forensik di Simon Fraser University Kanada, Gail Anderson, pernah melakukan serangkaian penelitian untuk menguak misteri ini.
Dalam penelitiannya, Anderson dan tim menggunakan sebuah laboratorium bahwa laut Victoria Experimental Network Under the Sea (VENUS), yang memungkinkan mereka mengambil video dan melakukan pemantauan melalui layar monitor. Dengan adanya fasilitas itu, yang mereka butuhkan hanya tubuh sebagai objek penelitian.
“Babi adalah model terbaik untuk manusia,” ujar Anderson kepada Live Science. “Mereka adalah sampel yang tepat untuk tubuh manusia, memiliki jenis bakteri usus yang sama, dan relatif tidak berambut.”
Ilustrasi mayat. Foto: Shutter Stock
Dalam jurnal PLOS ONE dijelaskan, Anderson dan timnya menggunakan robot kapal selam untuk menjatuhkan tiga bangkai babi hingga kedalaman 100 meter di Saanich Inlet, sungai air garam dekat Pulau Vancouver, British Columbia.
ADVERTISEMENT
Para peneliti lantas memantau ketiga tubuh babi menggunakan kamera VENUS yang dapat mereka kontrol dari jarak jauh melalui koneksi internet dan sensor yang dapat mengukur kadar oksigen, suhu, tekanan, salinitas, dan faktor lainnya. Di akhir penelitian, para ilmuwan mengumpulkan tulang belulang yang tersisa untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Hasil pemantauan menunjukkan, tidak butuh lama bagi hewan pemulung dasar laut untuk menemukan jasad babi. Udang, kepiting Dungeness, dan lobster, semuanya tiba di lokasi bangkai babi dibuang. Mereka mengunyahnya dengan lahap, seekor hiu bahkan datang dan ikut menyantap bangkai tersebut. Para 'pemulung' memakan dua bangkai pertama hingga tulang-tulangnya.
Yang menarik, pemulung membutuhkan waktu lebih lama untuk mengurai bangkai babi ketiga. Prosesnya bahkan mencapai berbulan-bulan. Menurut peneliti, lamanya penguraian tubuh ketiga diduga karena pengaruh kadar oksigen di dalam air.
ADVERTISEMENT
Saanich Inlet adalah lingkungan yang rendah oksigen dan bisa berkurang di waktu-waktu tertentu. Ketika peneliti menjatuhkan dua tubuh babi pertama, kadar oksigen masih relatif normal. Namun, saat tubuh ketiga dimasukkan, kadar oksigen di dalam laut sudah mulai berkurang.
Pemulung besar seperti kepiting dan udang membutuhkan lebih banyak oksigen ketimbang makhluk yang lebih kecil seperti lobster. Mulut hewan kecil tidak cukup untuk mencabut kulit babi. Jadi selama bangkai masuk ke dalam air dengan konsentrasi oksigen normal, makhluk laut yang lebih besar akan mencabik bangkai babi dan membuat celah bagi hewan kecil untuk masuk ke bagian dalam tubuh babi.
Namun jika kandungan oksigen terlampau rendah, hewan besar sekalipun tidak akan datang. “Sekarang kami tahu tentang bagaimana tubuh hancur di bawah laut,” ujar Anderson.
ADVERTISEMENT
Selain faktor hewan laut yang berperan sebagai pengurai. Suhu lokasi juga bisa menentukan berapa lama proses mayat terdegradasi. Dijelaskan dalam Science Focus, jika jenazah dilarung dalam air dingin, bakteri yang bisa membuat tubuh menggembung karena gas akan bekerja sangat lambat sehingga tubuh bakal lebih lama terurai.
Saat mayat memasuki air, kulit akan menyerap banyak air dan mengelupas dari jaringan di bawahnya dalam waktu satu minggu. Dari sini, ikan, udang, dan hewan lainnya akan mulai memakan daging. Air laut yang dingin bisa memunculkan adipocere atau zat lilin dari lemak tubuh dan bisa melindungi sebagian pembusukan.
Berbeda jika mayat dilarung di perairan tropis yang suhunya lebih hangat. Biasanya tubuh akan mengambang setelah 3-4 hari dilarung ke lautan. Pemulung membutuhkan waktu satu hingga dua minggu untuk menyantap jenazah hingga tulang-tulangnya jatuh ke dasar lautan. Di sana serpihan tulang secara perlahan terkubur lumpur laut, atau bahkan dimakan oleh hewan lain selama bertahun-tahun, tergantung pada keasaman air.
ADVERTISEMENT
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.