Jantung Manusia Ternyata Masih Bisa Berdetak setelah Meninggal

31 Januari 2021 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kesehatan jantung. Foto: Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kesehatan jantung. Foto: Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Jantung manusia ternyata bisa kembali berdetak setelah meninggal. Bahkan, kasus semacam itu tergolong umum, menurut riset terbaru di jurnal The New England Journal of Medicine.
ADVERTISEMENT
Penelitian tersebut, yang dipublikasi pada Jumat (28/1), melibatkan pemantauan terhadap 631 pasien yang telah meninggal sebagai objek kajian mereka.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 7 orang dilaporkan mengalami detak jantung kembali setelah meninggal. Jantung mereka mulai berdetak kembali mulai dari 64 detik hingga 3 menit setelah meninggal, menurut laporan dokter yang ada di samping mereka.
Para peneliti kemudian berhasil mengkonfirmasi lima dari laporan tersebut dengan data dari monitor. Mereka kemudian melakukan analisis lebih lanjut kepada 480 pasien dengan data elektrokardiogram dan tekanan darah.
Pemantauan mereka menemukan bahwa, pada kenyataannya, 67 pasien mengalami setidaknya satu detak jantung setelah meninggal, kebanyakan jantung dari mereka berdetak kembali 1-2 menit setelah meninggal. Adapun sebanyak tujuh pasien lain punya detak jantung yang lebih dari sekali.
Ilustrasi sakit jantung Foto: Shutterstock
Peneliti juga menemukan kalau jarak terpanjang antara jantung seseorang yang berhenti dan mulai lagi adalah 4 menit dan 20 detik setelah meninggal.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian mereka, para peneliti mengatakan bahwa mengetahui kapan detak jantung seseorang berhenti setelah meninggal sangatlah penting. Sebab, “durasi minimum ketiadaan detak (jantung) yang diperlukan sebelum donor organ setelah penentuan kematian melalui peredaran darah belum dipelajari dengan baik,” kata mereka.
Setidaknya ada dua jenis kematian yang memungkinkan agar organ tubuh manusia didonasikan ke orang lain. Yang pertama adalah kemarin akibat peredaran darah, di mana seseorang meninggal saat jantungnya berhenti.
Adapun jenis kematian kedua adalah kematian otak. Ini adalah jenis kematian yang terjadi ketika otak terluka parah dan orang tersebut tidak memiliki refleks atau kemampuan untuk bernapas secara mandiri.
Dalam kematian otak, mesin pendukung kehidupan dapat menjaga agar jantung tetap berdebar bahkan setelah seseorang dinyatakan meninggal secara hukum. Namun, menentukan seseorang mati karena kematian otak lebih rumit, karena dokter perlu memeriksa apakah pasien benar-benar tak memiliki refleks dan tak bisa bernafas sendiri dengan tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi mayat. Foto: Shutter Stock
Nah, karena kematian otak lebih rumit untuk ditentukan, dalam riset para peneliti hanya berfokus pada pasien yang mengalami kematian peredaran darah.
Meski proses kematian peredaran darah lebih sederhana, di mana orang yang detak jantungnya berhenti bisa dikatakan meninggal, ternyata kadang-kadang prosesnya tak semudah itu.
Dalam beberapa kasus, orang yang meninggal karena detak jantungnya berhenti bisa hidup kembali--secara harfiah. Fenomena mati suri ini biasa dikenal sebagai "autoresuscitation" atau "sindrom Lazarus." Kamu bisa melihat contoh fenomena itu lewat artikel berikut.
Oleh karena itu, para peneliti berpikir bahwa penting untuk mengetahui berapa lama kemungkinan jantung orang meninggal bisa berdetak kembali. Harapannya, dengan mengetahui durasi tersebut, dokter bisa memastikan pasien benar-benar telah meninggal.
Dalam aktivitas donasi organ sendiri, waktu sangat bernilai. Sebab, jika organ tubuh orang meninggal dibiarkan terlalu lama berada di tubuhnya--10 menit misalnya--organ bisa keburu rusak dan tidak bisa disumbangkan. Namun, di sisi lain, terlalu buru-buru mengeluarkan organ orang meninggal untuk didonasikan bisa menimbulkan problem etis.
ADVERTISEMENT
Selama ini, protokol donasi organ tubuh tak memiliki standar waktu kapan dokter boleh memulai mengambil organ pasien yang telah meninggal. Meski demikian, Institue of Medicine di AS menyebut, dokter perlu menunggu 5 menit setelah detak jantung seorang pasien berhenti untuk memulai proses donasi organ.
Menurut pemimpin studi sekaligus kepala unit perawatan intensif anak di Children's Hospital of Eastern Ontario di Kanada, Sonny Dhanani, penelitian yang timnya buat menyarankan bahwa protokol donasi organ harus berpegang pada konvensi 5 menit. Sebab, kata dia, sejauh ini tidak ada bukti jantung yang bisa berdetak kembali setelah jeda lebih dari 4 menit dan 20 detik.
Dhanani pun berharap bahwa penelitiannya akan membantu standarisasi proses donasi organ tubuh secara internasional.
ADVERTISEMENT
"Kami sangat yakin ketika melihat temuan penelitian ini bahwa, sebenarnya, kami memiliki bukti ilmiah untuk menegaskan kembali standar kami saat ini dalam mendonor organ, menunggu 5 menit," kata Dhanani dalam konferensi pers risetnya, dikutip dari Live Science.
"Saya pikir pekerjaan kami akan menginformasikan pedoman nasional dan internasional.”