Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan kemenangan negeri Sakura dari virus corona . Dalam sebuah konferensi pers, Senin (25/5), Abe resmi mencabut keadaan darurat nasional Jepang yang telah diberlakukan selama tujuh pekan terakhir sebagai respons terhadap wabah COVID-19.
ADVERTISEMENT
Hingga Selasa (26/5), Jepang telah memiliki 16.581 kasus virus corona, menurut data yang dihimpun Worldometer. Total pasien COVID-19 di Jepang yang sembuh tercatat ada 13.612, sementara kematian ‘hanya’ 830 orang.
"Saya telah memutuskan untuk mengakhiri keadaan darurat di seluruh negara," kata Abe, dalam siaran konferensi pers di televisi, dikutip dari Kyodo News. "Hanya dalam waktu satu setengah bulan, kami hampir mengendalikan situasi (infeksi). Tentu ini menunjukkan kekuatan Jepang.”
Kesuksesan Jepang dalam mengatasi virus corona bisa dibilang sebuah anomali. Sebabnya, Jepang tidak menerapkan lockdown maupun tes diagnostik yang masif.
Menurut laporan Financial Times, konstitusi Jepang melarang adanya lockdown. Pemerintah Jepang sendiri hanya meminta masyarakat untuk sukarela melakukan pembatasan sosial dan penutupan bisnis sejak 7 April 2020, ketika keadaan darurat nasional diumumkan.
ADVERTISEMENT
Meski tidak melakukan lockdown, Jepang pun tidak melakukan tes diagnostik corona yang masif. Menurut laporan resmi dari Kementerian Kesehatan Jepang, mereka baru melakukan tes PCR sebanyak 435.412 kali.
Dengan demikian, negara berpopulasi 126,5 juta orang tersebut hanya memiliki rasio tes PCR sebesar 3.442 tes per 1 juta penduduk. Menurut laporan The Guardian dan Time, minimnya tes PCR membuat pemerintah Jepang dikritik oleh masyarakatnya sendiri.
Lantas, bagaimana cara ampuh Jepang dalam mengendalikan virus corona? Sayangnya, para pakar menilai bahwa tidak ada faktor tunggal yang bisa menjelaskan kenapa Jepang bisa menangani virus corona.
"Hanya dengan melihat angka kematian, Anda dapat mengatakan Jepang berhasil. Tapi bahkan para ahli pun tidak tahu alasannya," kata Mikihito Tanaka, seorang profesor di Universitas Waseda yang berspesialisasi dalam komunikasi sains, dikutip dari Bloomberg.
ADVERTISEMENT
Ada 43 kemungkinan alasan yang dilaporan media Jepang terkait cara negara mereka mengendalikan virus corona. Daftar 43 alasan tersebut dihimpun oleh seorang pengguna situs Hatena Anonymous Diary.
Alasan-alasan yang dihimpun tersebut berkisar dari penjelasan yang masuk akal seperti kebiasaan orang Jepang memakai masker, tingkat obesitas yang rendah, atau keputusan cepat pemerintah untuk menutup sekolah, hingga penjelasan yang lebih fantastis seperti penutur bahasa Jepang lebih sedikit mengeluarkan tetesan air liur (droplet) ketika berbicara dibandingkan dengan bahasa lain.
Meski tidak memiliki faktor tunggal, ada beberapa faktor kunci mengapa Jepang berhasil mengendalikan virus corona.
Pertama, walaupun memiliki jumlah tes PCR yang minim, kecepatan mereka dalam mengusut kasus virus corona di awal wabah menjadi kunci mengendalikan virus. Jepang berhasil mengontrol penyebaran virus sebelum mereka terlambat. Walau memang Jepang sempat kewalahan di awal. Mereka langsung melakukan pelacakan kontak dari Januari ketika kasus pertama COVID-19 dikonfirmasi di Jepang.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan Jepang pada 2018, ada lebih dari 50.000 perawat yang tersebar di berbagai pusat kesehatan masyarakat. Dilansir Bloomberg, para perawat ini terlatih untuk mengusut penularan sebuah penyakit, di mana pada saat waktu normal mereka terbiasa untuk mengusut kasus flu dan TBC.
Kedua, menurut Financial Times, salah satu penjelasan mengapa Jepang berhasil mengontrol corona adalah kepatuhan masyarakatnya dalam mengikuti anjuran pemerintah.
Meski tidak melakukan lockdown dan tes masif, pemerintah Jepang memberikan anjuran yang jelas dan mudah dipahami melalui imbauan menghindari ‘tiga C’, yakni ruang tertutup (closed spaces), keramaian (crowded), dan kontak dekat (close contact).
Menurut Ryuji Koike, seorang asisten direktur rumah sakit Tokyo Medical and Dental University, faktor kemenangan Jepang melawan COVID-19 bukanlah disebabkan oleh hal-hal yang dapat diukur. Koike menilai bahwa keberhasilan Jepang dalam menangani corona bukan terletak pada kebijakan tegas pemerintahnya, tapi kepada perilaku masyarakat Jepang itu sendiri.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak berpikir menurunnya jumlah infeksi disebabkan oleh kebijakan pemerintah," kata Ryuji, dikutip dari The Guardian. "Saya pikir sepertinya Jepang baik-baik saja berkat hal-hal yang tidak dapat diukur, seperti kebiasaan sehari-hari dan 'perilaku orang Jepang'."
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.