Jokowi Sebut PSBM Lebih Efektif dari PSBB, Juru Wabah: Sudah Telat

13 September 2020 20:02 WIB
clock
Diperbarui 15 Desember 2020 20:00 WIB
Kepadatan penumpang di jam sibuk di Stasiun Tanah Abang saat PSBB transisi di Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Kepadatan penumpang di jam sibuk di Stasiun Tanah Abang saat PSBB transisi di Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
ADVERTISEMENT
Polemik terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Jakarta membuat Istana buka suara. Menurut juru bicara presiden, Fadjroel Rachman, Jokowi lebih memilih Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) ketimbang PSBB seperti yang kembali diterapkan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Fajroel menjelaskan, pilihan Presiden Jokowi tersebut didasari oleh pengalaman empiris dan pendapat ahli.
"Beliau menekankan, berdasarkan pengalaman empiris dan pendapat ahli sepanjang menangani pandemi COVID-19, PSBM lebih efektif menerapkan disiplin protokol kesehatan," ujar Fadjroel kepada wartawan, Jumat (11/9).
Meski demikian, anggapan tersebut justru dibantah oleh juru wabah. Menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, Jakarta sudah terlambat jika ingin menjalankan PSBM.
Fadjroel Rachman meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Dicky menyebut, PSBM itu memiliki sejumlah kriteria agar efektif dijalankan. Salah satunya adalah tingkat positivity rate di bawah 5 persen. Di sisi lain, berdasarkan data yang disampaikan Pemprov DKI Jakarta, dalam seminggu terakhir tingkat positivity rate itu mencapai 15 persen.
"Saat ini tidak akan terlalu efektif karena strategi ini hanya efektif pada situasi wabah yang relatif terkendali atau di test positive rate 5 persen ke bawah," kata Dicky kepada kumparan, Minggu (13/9).
ADVERTISEMENT
Dicky menambahkan, PSBM sebenarnya telah diterapkan di Jakarta sejak Juni 2020 dalam bentuk PSBB transisi. Sebab, pemantauan dan pengawasan kasus corona dilakukan di tingkat RW, kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten.
Namun, pembatasan sosial berskala mikro berbalut PSBB transisi ini ternyata kurang efektif dalam mengendalikan wabah corona.
Warga bersepeda melintasi kawasan Bundaran Indonesia, Jakarta, Minggu (13/9). Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, misalnya, menyebut kasus dan kematian akibat corona sejak 31 Agustus hingga 11 September 2020 mengalami lonjakan. Lonjakan ini ditandai dengan sumbangan 3.864 kasus dan 196 kematian selama 12 hari tersebut.
Kebijakan PSBB yang diberlakukan Pemprov DKI Jakarta sendiri dinilai tepat oleh Dicky. Dia menilai, selain karena positivity rate yang tinggi, kasus virus corona di Jakarta sudah merata. Dengan demikian, PSBM tak lagi bakal efektif.
ADVERTISEMENT
"Ibarat kebakaran, saat ini klaster sudah di mana-mana, dan artinya penularan sudah menyebar, jadi tidak efektiflah," pungkas Dicky.
***
Saksikan video menarik di bawah ini.