Kasus Langka! Wanita di Prancis Mengandung Bayi di Perut Selama 29 Minggu

17 Desember 2023 16:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hasil MRI menunjukkan bayi dikandung di dalam perut bukan rahim, suatu kondisi yang disebut kehamilan ektopik.  Foto: The New England Journal of Medicine
zoom-in-whitePerbesar
Hasil MRI menunjukkan bayi dikandung di dalam perut bukan rahim, suatu kondisi yang disebut kehamilan ektopik. Foto: The New England Journal of Medicine
ADVERTISEMENT
Seorang wanita di Prancis pergi ke rumah sakit dengan keluhan sakit perut. Setelah diperiksa, dia ternyata sedang hamil dan sudah memasuki trimester kedua. Namun janin itu bukan tumbuh di rahim, melainkan di dalam perut, atau fenomena yang disebut kehamilan ektopik.
ADVERTISEMENT
Kehamilan ektopik mengacu pada fenomena di mana sel telur yang telah dibuahi oleh sperma secara alami seharusnya menempel pada dinding rahim, tapi ini hasil pembuahan justru menempel pada tempat lain selain dinding rahim, dan ini terjadi pada sekitar 2 persen kehamilan di seluruh dunia.
Kehamilan ektopik kemungkinan besar terjadi di saluran tuba, yakni sepasang saluran yang dilalui sel telur dari ovarium ke rahim. Namun, sekitar 1 persen kehamilan ektopik terjadi di dalam rongga perut. Jika dibiarkan tumbuh, kondisi ini dapat merusak organ terdekat dan menyebabkan pendarahan yang mengancam jiwa.
Laporan yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine pada 9 Desember menjelaskan, wanita dalam kasus baru ini mengalami sakit perut selama 10 hari sebelum dia pergi ke rumah sakit dan dibawa ke unit gawat darurat. Setelah diperiksa, dokter menemukan fakta bahwa ternyata wanita tersebut mengandung bayi di perutnya.
Ilustrasi Pusar Menonjol saat Hamil. Foto: Shutter Stock
Sebelum kehamilan terakhir ini, wanita itu telah melahirkan dua bayi dengan normal. Dia juga sempat mengalami satu kali keguguran.
ADVERTISEMENT
Adapun hasil USG kali ini menunjukkan lapisan rahim wanita tersebut menebal, biasanya terjadi selama siklus menstruasi saat tubuh bersiap menghadapi kehamilan, kemudian berlanjut selama kehamilan. Anehnya, setelah dicek tidak ada bayi di dalam rahim. Sebaliknya, janin tumbuh di perutnya dengan usia 23 minggu.
Pemindaian MRI (magnetic resonance imaging) menunjukkan bayi tersebut dalam keadaan normal dan menempel pada plasenta–organ seperti pembuluh darah yang memberikan nutrisi bagi janin yang sedang berkembang dan biasanya membuang limbah dari rahim. Plasenta menempel pada lapisan perut di atas tulang di dasar tulang belakang wanita.
Bayi yang dikandung di luar rahim tidak bisa bertahan sampai cukup bulan –biasanya ibu mengandung bayi sekitar 37 hingga 41 minggu. Ini karena janin tidak didukung oleh jaringan tepat dan tidak memiliki ruang untuk tumbuh.
Hasil MRI menunjukkan bayi dikandung di dalam perut bukan rahim, suatu kondisi yang disebut kehamilan ektopik. Foto: The New England Journal of Medicine
Kehamilan ektopik juga sangat berisiko bagi ibu hamil karena malposisi sel telur dapat merusak organ tempat implantasinya, memicu pendarahan hebat dan kemungkinan infeksi. Perawatan yang biasa dilakukan adalah dengan operasi bedah untuk mengeluarkan bayi di dalam perut atau menggunakan obat supaya bayi berhenti tumbuh.
ADVERTISEMENT
Akibat risiko berbahaya ini, pihak rumah sakit akhirnya memindahkan wanita tersebut ke ruang perawatan tersier di mana dia dapat diawasi sepanjang waktu, di minggu-minggu terakhir kehamilannya.
Enam minggu kemudian ketika janin berusia 29 minggu, ahli bedah melakukan prosedur operasi yang disebut laparotomi pada perut si wanita, dan dia berhasil melahirkan. Dokter segera memindahkan bayi ke unit perawatan intensif neonatal karena bayi lahir secara prematur.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia 37 minggu. Mereka memerlukan perawatan khusus karena usia kandungan yang lebih singkat membuatnya tidak punya cukup waktu untuk berkembang di dalam rahim. Artinya, bayi yang lahir lebih dari 28 minggu masih memiliki harapan hidup sekitar 80 hingga 90 persen.
ADVERTISEMENT
Sebagian plasenta sudah diangkat dalam operasi tahap awal, dan sisanya dikeluarkan pada prosedur kedua. 25 hari setelah melahirkan, pasien keluar dari rumah sakit dan sekitar sebulan kemudian, dia dapat membawa pulang bayinya.
Dalam laporan kasus itu peneliti mencatat, si ibu mangkir dari pemeriksaan lebih lanjut, sehingga tidak diketahui kelanjutan nasib si bayi.