Kasus Omicron Siluman Naik di Banyak Negara, Bagaimana Indonesia?

21 Maret 2022 14:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona Omicron. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona Omicron. Foto: Dado Ruvic/REUTERS
ADVERTISEMENT
Indonesia perlahan memasuki penurunan kasus COVID-19. Namun di sisi lain, banyak negara yang mengalami kenaikan kasus secara signifikan. Kemenkes mengatakan masyarakat tetap harus vaksinasi, untuk mencegah kenaikan kasus seperti negara-negara tersebut.
ADVERTISEMENT
“Meski kita tengah dalam tren penurunan kasus dan indikator penanganan COVID-19 yang semakin membaik, perlu bagi kita untuk mempertahankan tren ini secara konsisten agar pandemi segera kita lalui," kata Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid.
"Kami imbau masyarakat untuk segera vaksinasi, baik vaksinasi primer maupun booster, untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus seperti yang saat ini terjadi di beberapa negara lain, seperti Jerman, Prancis, Inggris, Kanada,”
Kasus COVID-19 melonjak di beberapa negara, seperti Jerman, Prancis, Inggris, Kanada, Korea Selatan, dan Hongkong. Varian Omicron siluman, BA.2, bertanggung jawab setidaknya beberapa kasus gelombang baru COVID-19 ini.
Kasus COVID-19 di Hong Kong memecahkan rekor baru. Per 19 Maret, total 1 juta lebih kasus aktif di SAR China tersebut. Kematian per 20 Maret mencapai 5650, yang mana mayoritas adalah lansia yang belum divaksinasi.
ADVERTISEMENT
Begitu pula dengan Korea Selatan. Negara yang dianggap sukses menangkal gelombang-gelombang COVID-19 sebelumnya, mendapat rekor kenaikan kasus baru. Per 17 Maret lalu, angka kematian COVID-19 di Korea Selatan mencapai 429, tertinggi sejak pandemi dimulai.
Penambahan kasus harian sendiri mencapai 621.328, hampir 1 persen dari seluruh populasinya. Dilansir dari KoreaHerald, BA.2 bertanggung jawab atas 26,3 persen dari total kasus COVID-19 di negara tersebut.
Infografik Sebaran Kasus Omicron di Indonesia. Foto: kumparan
15 Maret kemarin, Jerman memecahkan rekor kasus harian dengan 250.000 lebih kasus baru dalam satu hari. Dilansir dari CNBC, lebih dari setengah kasus baru COVID019 di Jerman adalah BA.2.
Minggu ini di Inggris, Office of National Statistic mengumumkan bahwa 1 dari 20 orang terinfeksi COVID-19 akibat gelombang baru. Dengan kenaikan kasus mingguan mencapai 3.3 juta, ahli menyatakan bahwa BA.2 adalah penyebab kenaikan signifikan ini.
ADVERTISEMENT
Kanada sendiri sudah berjibaku dengan BA.2 sejak Februari lalu. Dinas Kesehatan Ontario meyatakan bahwa varian Omicron Siluman akan mengisi setengah kasus positif di Ontario.
China, melaporkan kematian pasien COVID-19 pertama setelah 1 tahun pada Jumat (18/3), mengikuti kenaikan kasus yang signifikan. Total 25.000 kasus positif baru per Minggu lalu. Dilansir dari New York Times, kebanyakan kasus baru di China ini adalah BA.2.
"Peningkatan angka kasus Covid-19 di Hong Kong, Korea Selatan dan Inggris terjadi bersamaan dengan terdeteksinya subvariant Omicron BA.2," kata Kemenkes RI (20/2)
Di Indonesia sendiri, kasus Omicron siluman BA.2 masih kecil. Data Minggu lalu (15/3) mencatat bahwa ada 668 kasus infeksi BA.2, dibanding 5.625 kasus Omicron biasa, atau BA.1.
ADVERTISEMENT
"Di data nasional kita secara umum itu BA.2 sudah 668, BA.1 itu paling banyak yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus kemarin. Ini secara kumulatif dari Januari sampai dengan Maret itu ada 5.625," ucap dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid (15/3).
Namun bukan berarti risiko tidak ada. “Masyarakat harus sungguh-sungguh menyadari bahwa meskipun antibodi yang diproduksi tinggi setelah mendapatkan vaksinasi lengkap ditambah booster, kemungkinan untuk terinfeksi COVID-19 masih ada. Hanya saja risiko bergejala berat dan kematian akibat COVID-19 berkurang. Terutama bagi golongan lanjut usia dan yang memiliki komorbid sangat perlu mendapat perlindungan dari vaksinasi lengkap dan booster,” kata dr. Nadia
Omicron BA.2 dikenal dengan sebutan siluman karena sering mutasinya membuat virus satu ini sering lolos deteksi COVID-19, khususnya antigen. Penasihat Kesehatan White House AS, dr. Anthony Fauci mengatakan bahwa BA.2 lebih menular 50-60% dari BA.1, tapi tidak menyebabkan gejala yang lebih parah.
ADVERTISEMENT