Kata Peneliti YLKI soal Air Rebusan Pembalut Wanita yang Diminum

12 November 2018 16:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembalut Wanita. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Pembalut Wanita. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Belum lama ini sebuah fenomena menjijikkan muncul di tengah masyarakat. Sejumlah remaja merebus pembalut wanita dan meminum air rebusan tersebut sebagai alternatif narkoba.
ADVERTISEMENT
Peristiwa yang meresahkan tersebut menarik perhatian Badan Narkotika Nasional (BNN). Tidak hanya itu, peneliti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga angkat bicara perihal fenomena ini.
Peneliti YLKI Rosita Eva mengatakan, kejadian ini merupakan penyalahgunaan fungsi. Rosita sendiri pernah melakukan riset terhadap pembalut pada 2015 lalu.
"Sebenarnya fungsinya sebagai pembalut wanita, sedangkan ini dikonsumsi sebagai minuman. Ini sudah penyalahgunaan fungsi," kata Rosita saat dihubungi kumparan, Senin (12/11).
Penyalahgunaan fungsi ini bisa berakibat fatal. Walau belum ditemukan adanya korban akibat meminum air rebusan pembalut, namun produk yang juga bisa disebut tampon mengandung zat beracun.
Dalam risetnya, ia menemukan adanya kandungan klorin di kebanyakan pembalut. Klorin ini bisa menyebabkan iritasi bagi pengguna pembalut.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana jika terminum?
Rosita mengaku risetnya tidak mempelajari dampak jika seseorang meminum air rebusan pembalut. Namun ia menjelaskan bahwa klorin sendiri merupakan zat berbahaya jika terminum.
"Kalau misanya terminum, karena ini racun, ya sifat-sifat racunnya akan keluar. Misalnya, seperti pusing, mual, dan sebagainya," jelas Rosita.
Ilustrasi racun. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi racun. (Foto: Pixabay)
Pendidikan dan pembinaan kunci pencegahan
Rosita menyarankan pemerintah untuk memperhatikan pendidikan anak jalanan. Mereka ini diduga pemakai air rebusan pembalut sebagai ganti narkoba.
"YLKI mendorong agar anak-anak jalanan itu dibina. Bisa melalui program rumah singga yang bisa kembali digalakkan di kota-kota besar," kata Rosita.
"Kalau ya memang dia (anak jalanan) hidup normal dan kemudian mendapatkan pendidikan, sepertinya tidak mungkin mencoba hal yang menjijikkan seperti itu," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Rosita juga mengatakan sebaiknya pemerintah mendesak para produsen pembalut untuk menuliskan semua kandungan yang terdapat di pembalut di pembungkusnya.
"Memang tidak semua pembalut itu menerangkan komposisinya. Padahal itu adalah hak konsumen (untuk mengetahui)," pungkas Rosita.