Kecerdasan Buatan Ungkap Bahasa di Manuskrip Kuno Berusia 600 Tahun

4 Februari 2018 20:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
clock
Diperbarui 17 Desember 2022 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Manuskrip Voynich (Foto: Beinecke Rare Book & Manuscript Library, Yale University)
zoom-in-whitePerbesar
Manuskrip Voynich (Foto: Beinecke Rare Book & Manuscript Library, Yale University)
ADVERTISEMENT
Sejak ditemukan lebih dari seratus tahun yang lalu, manuskrip Voynich dipenuhi oleh bahasa dan ilustrasi yang tidak dapat dijelaskan. Naskah yang memiliki tebal 240 halaman ini telah membingungkan banyak ahli bahasa dan kriptografer.
ADVERTISEMENT
Sejarahnya, manuskrip ini pertama kali dimiliki oleh pedagang buku asal Polandia, Wilfrid Voynich, yang membeli naskah tersebut pada tahun 1912. Dokumen yang kemudian dinamai dengan namanya itu ditulis dalam naskah yang tidak terbaca sehingga pada saat itu tidak mungkin untuk menafsirkannya.
Manuskrip Voynich berisi ratusan halaman yang telah rapuh, beberapa ada yang hilang, dengan teks tulisan tangan dari kiri ke kanan. Sebagian besar halaman dihias dengan ilustrasi, termasuk tanaman, gambar telanjang, dan simbol astronomi.
Naskah ini dianggap menyimpan kode sandi yang paling penting di dunia, yang diteliti oleh kriptografer baik profesional maupun amatir selama beberapa dekade. Bahkan, manuskrip Voynich pernah dianalisis selama Perang Dunia II, tetapi hasilnya nihil.
ADVERTISEMENT
Berbagai teori tentang isi naskah itu telah disampaikan selama bertahun-tahun, termasuk teori yang mengatakan naskah Voynich dibuat menggunakan skema enkripsi semi-acak, anagram, atau sistem penulisan di mana huruf vokalnya telah dihapus. Beberapa bahkan mengatakan dokumen itu adalah tipuan yang rumit.
Namun, dengan menggunakan kecerdasan buatan, periset Kanada mampu mengambil langkah besar dalam mengungkap makna tersembunyi manuskrip bersejarah tersebut.
Manuskrip Voynich (Foto: Beinecke Rare Book & Manuscript Library, Yale University)
zoom-in-whitePerbesar
Manuskrip Voynich (Foto: Beinecke Rare Book & Manuscript Library, Yale University)
Pemecahan Kode oleh Peneliti Kanada
Greg Kondrak, ahli pemrosesan bahasa dari University of Alberta, Kanada, mengatakan dokumen tersebut merupakan tugas yang sempurna untuk menguji program kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI).
Dengan bantuan mahasiswanya yang seorang ilmuwan komputer, Bradley Hauer, ia menemukan bahwa teks itu tertulis dalam bahasa Ibrani, dengan huruf-huruf yang disusun dalam pola tetap.
ADVERTISEMENT
Program kecerdasan buatan dari Kondrak itu berhasil mengidentifikasi bahasa tersebut berkat mempelajari teks "Universal Declaration of Human Rights" yang ditulis dalam 380 bahasa yang berbeda untuk mencari polanya.
Setelah pelatihan ini, AI menganalisis naskah Voynich, yang ditutup dengan tingkat kepastian yang tinggi bahwa teks itu ditulis dalam bahasa Ibrani yang dikodekan. Kondrak dan Hauer tercengang dengan hasilnya, awalnya mereka berpikir naskah itu dibuat berdasarkan bahasa Arab.
"Itu mengejutkan. Dan hanya mengatakan, 'Ini bahasa Ibrani,' adalah langkah pertama. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kita menguraikan isinya," kata Kondrak dalam sebuah pernyataan yang dikutip Gizmodo.
Meski sudah dapat mengidentifikasi bahasa yang digunakannya, keduanya tetap tidak tahu arti dari naskah Voynich. Saat ini, mereka mengundang ahli lain untuk mengikuti penyelidikan manuskrip tersebut.
ADVERTISEMENT
Langkah selanjutnya, para peneliti menguji hipotesis yang diajukan oleh para peneliti sebelumnya, yang mengatakan teks di dalam naskah telah digantikan oleh anagram yang disusun secara alfabet.
Berbekal pengetahuan bahwa teks itu awalnya dikodekan dari bahasa Ibrani, maka para periset akan merancang sebuah algoritma yang dapat mengambil anagram ini dan menciptakan kata-kata Ibrani dalam arti aslinya.
"Ternyata lebih dari 80 persen kata itu ada dalam kamus Ibrani, tidak terpikirkan sebelumnya," kata Kondrak.
Manuskrip Voynich (Foto: Beinecke Rare Book & Manuscript Library, Yale University)
zoom-in-whitePerbesar
Manuskrip Voynich (Foto: Beinecke Rare Book & Manuscript Library, Yale University)
Mengungkap Frasa Pembuka
Untuk langkah terakhir, para periset mengungkap frasa pembuka manuskrip tersebut, dan mempresentasikannya kepada seorang ilmuwan komputer dan pembicara bahasa Ibrani asli, bernama Moshe Koppel.
Namun, Koppel mengatakan teks yang diungkap pada pembuka manuskrip itu tidak membentuk kalimat dalam bahasa Ibrani yang jelas.
ADVERTISEMENT
"Namun, setelah melakukan beberapa koreksi ejaan, Google Translate dapat mengubahnya menjadi bahasa Inggris yang lumayan," tulis para peneliti dalam penelitian tersebut.
Teks kalimat pembuka yang diterjemahkan itu menjadi, "Ia membuat permintaan ke pendeta, pria di rumah, dan saya, dan orang-orang." Pengungkapan ini ditulis oleh para peneliti dalam studi Transactions of the Association of Computational Linguistics.
Memang sebuah frasa yang aneh untuk mengawali manuskrip setebal 240 halaman, tapi frasa itu memang terdengar masuk akal. Perlu dicatat, para peneliti mengaku belum menguraikan seluruh isi naskah Voynich.
Sejauh ini, mereka baru mengidentifikasi bahasanya dan skema pengkodean yang disusun dalam urutan tertentu. Kondrak mengatakan makna sepenuhnya dari teks itu tidak akan diketahui sampai ahli sejarawan Ibrani bisa mempelajari teks yang telah dipecahkan nantinya.
ADVERTISEMENT
Menariknya, tim Kondrak berencana menerapkan algoritma baru ini ke naskah kuno lainnya, yang menyoroti potensi AI untuk memecahkan rasa penasaran yang telah menghantui manusia selama berabad-abad.