news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kenapa Badut Kerap Diidentikkan dengan Tokoh Jahat seperti Joker?

13 Oktober 2019 19:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joaquin Phoenix di Film 'Joker' Foto: IMDb
zoom-in-whitePerbesar
Joaquin Phoenix di Film 'Joker' Foto: IMDb
ADVERTISEMENT
Film Joker bukanlah satu-satunya film yang memakai karakter badut sebagai tokoh jahat. Sebelumnya, tokoh badut jahat ciptaan penulis Stephen King, Pennywise, juga muncul dalam film It Chapter Two.
ADVERTISEMENT
Pertanyaannya, kenapa tokoh yang sering tampil dalam acara ulang tahun anak-anak malah bisa menjadi simbol sesuatu yang demikian jahat?
Frank T. McAndrew, profesor bidang psikologi di Knox College, AS, pernah menjabarkan mengenai bagaimana badut bisa menjadi villain atau tokoh jahat di dalam banyak cerita, termasuk dalam film-film Hollywood. Menurut McAndrew dalam tulisannya di The Conversation, penokohan badut jahat bukanlah fenomena baru.
“Pada 2016, penulis Benjamin Radford menerbitkan (buku) ‘Bad Clowns’ dan melacak sejarah evolusi badut menjadi makhluk yang mengerikan dan tak terduga,” tulis McAndrew di The Conversation.
Tokoh Joker di Film 'Joker' Foto: IMDb
Ia menuliskan, persona badut mengerikan muncul setelah pembunuh berantai John Wayne Gacy ditangkap di Amerika Serikat. Pada 1970-an, John muncul dalam pesta ulang tahun anak-anak sebagai “Pogo Si Badut” dan sering melukis badut.
ADVERTISEMENT
Ketika polisi menemukan bahwa Gacy telah membunuh setidaknya 33 orang dan mengubur mayat di rumahnya di Chicago, kaitan antara badut dan perilaku psikopat berbahaya pun tertanam kuat di bawah sadar masyarakat Amerika Serikat.
Kemudian, selama beberapa bulan pada 2016, badut-badut seram juga meneror Amerika Serikat. Laporan terkait ini muncul di setidaknya 10 negara bagian Negeri Abang Sam. Di Florida, badut mengerikan tampak mengendap-ngendap di pinggir jalan. Di South Carolina, badut-badut dilaporkan berusaha memancing perempuan dan anak-anak ke dalam hutan.
“Tidak jelas mana dari laporan ini yang benar-benar serius dan mana yang hanya main-main. Yang jelas, para pelaku memanfaatkan rasa takut bawaan yang dialami anak-anak—dan beberapa orang dewasa,” papar McAndrew.
Ilustrasi badut. Foto: Fachrizal H/kumparan
Rasa Takut pada Badut
ADVERTISEMENT
Rasa takut sebagian orang terhadap badut merupakan rasa takut bawaan dan hal itu muncul karena karakteristik badut yang memang ambigu atau tidak jelas. Menurut teori McAndrew, bahwa rasa ngeri atau takut adalah respons terhadap ancaman yang ambigu dan kita hanya merasa ngeri kalau kita menghadapi ancaman yang tidak jelas.
McAndrew pernah membuat penelitian merekrut 1.341 responden berusia antara 18-77 tahun untuk mengisi survei online. Pada bagian pertama survei, peserta diminta memberi nilai kemungkinan 44 perilaku ditunjukkan oleh seseorang yang menakutkan, misalnya pola kontak mata yang aneh atau tampilan fisik seperti memiliki tato yang kelihatan.
Pada bagian kedua survei, peserta diminta menilai tingkat kengerian 21 pekerjaan, dan di bagian ketiga mereka diminta menulis dua hobi yang menurut mereka mengerikan. Di bagian terakhir, mereka mengisi seberapa setuju dengan 15 pernyataan tentang orang yang mengerikan.
ADVERTISEMENT
“Hasilnya menunjukkan bahwa orang yang kita anggap menakutkan biasanya seorang laki-laki, dan sifat ketidakterdugaan adalah komponen penting dalam kengerian, pola kontak mata dan perilaku nonverbal lainnya adalah pemicu besar rasa takut kita,” bebernya.
Joker menari di atas penderitaannya. Foto: Warner Bros.
Yang menarik, dari bermacam pekerjaan yang McAndrew dan timnya berikan kepada para responden, “pekerjaan yang dianggap paling menimbulkan rasa ngeri adalah—tidak lain tidak bukan—badut.”
Menurut McAndrew, hal ini sesuai dengan hipotesisnya bahwa ambiguitas atau ketidakterdugaan badut membuat mereka menakutkan. “Mereka terlihat bahagia, tapi benar tidak? Dan mereka jahil, sehingga orang menjadi waspada,” katanya.
Selain itu, menurutnya lagi, orang yang berinteraksi dengan badut yang sedang tampil tidak akan tahu apakah mereka akan kena kue di muka atau menjadi korban kejahilan yang mempermalukan.
ADVERTISEMENT
“Karakter fisik badut yang sangat tidak lazim—rambut palsu, hidung merah, riasan wajah, pakaian aneh—semakin meningkatkan ketidakjelasan apa yang akan dilakukan si badut,” tambahnya.