Kenapa Banyak Orang Nekat Belanja Baju Lebaran saat Pandemi Corona?

20 Mei 2020 15:44 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang dan pembeli di Pasar Anyar Bogor jalani rapid test. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang dan pembeli di Pasar Anyar Bogor jalani rapid test. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Tangerang tampaknya berjalan tidak efektif. Bagaimana tidak, dalam video yang tersebar di media sosial, ratusan warga menyerbu mal CBD Ciledug, Tangerang, di tengah pandemi dan pemberlakukan PSBB.
ADVERTISEMENT
Dalam video tersebut, terlihat kepadatan masyarakat yang menunggu mal dibuka. Antreannya bahkan sampai mengular ke protokol jalan. Mereka berdesakan tanpa menghiraukan physical distancing, seolah tak peduli ada virus yang mengintai. Tatkala pengelola membuka mal, warga langsung menyerbu sejumlah toko baju yang ada di dalamnya.
Pemandangan seperti ini juga terjadi di daerah lain. Di Jember, misalnya, sejumlah mal nekat buka hingga terjadi kepadatan dan penumpukan pengunjung. Pertanyaannya, kenapa masih banyak warga yang nekat berbelanja baju lebaran padahal sedang ada virus corona yang mengintai dan bisa membahayakan kesehatan?

Alasan orang nekat belanja dilihat dari sisi psikologis

Psikolog Bimo Wikantiyoso, M.Psi, Psi. yang juga merupakan mahasiswa S3 psikologi di Universitas Atma Jaya menjelaskan, ada beberapa pendekatan yang melatarbelakangi kenapa masih banyak warga nekat berbelanja baju lebaran di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari teori pola perilaku, maka setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk memahami fenomena ini. Pendekatan pertama adalah tradisi. Berbelanja baju lebaran adalah tradisi atau kebiasaan yang sudah berlangsung lama. Semakin lama seseorang melakukan suatu kebiasaan, semakin lama pula proses untuk menghilangkan atau mengubahnya.
“Terlepas ada pandemi atau tidak ada pandemi, itu jadi bukan hal yang dominan alam pikiran masyarakat, tapi bagaimana tradisi ini bisa berjalan,” ujar Bimo saat dihubungi kumparanSAINS, Rabu (20/5).
Pendekatan kedua adalah adanya perbandingan sosial. Berbelanja atau tidak, seseorang akan mendapatkan konsekuensi. Dalam sebuah tradisi, ketika ada orang yang tidak melakukan tradisi yang berlaku di lingkungannya--dalam hal ini berbelanja untuk merayakan Idul Fitri-- tak jarang mereka bisa mendapatkan stigma negatif dari kelompok sosialnya.
ADVERTISEMENT
“Misalnya, kalau saya tidak merayakan Idul Fitri seperti biasanya, saya mungkin akan dicap macam-macam, entah sombong, tidak bergaul, atau apapun itu. Semua stigma itu bisa saja diterima seseorang kalau lebaran yang ia jalani melenceng dari tradisi yang sudah ada. Akibatnya, ada rasa ketakutan tersendiri,” kata Bimo.
Menurut Bimo, rasa takut akan stigma negatif di masyarakat tampaknya lebih dominan ketimbang ketakutan terpapar virus corona atau pandemi. Rasa takut masyarakat terhadap pandemi atau virus kemungkinan masih terlalu abstrak atau tidak konkret dan tidak dirasakan secara langsung.
“Tetapi saya cukup yakin bahwa banyak rekan-rekan yang mengalami langsung betapa bahayanya efek negatif dari pandemi. Mereka pasti punya pertimbangan yang berbeda ketimbang orang yang tidak berinteraksi langsung dengan pandemi,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Pendekatan ketiga adalah timbulnya rasa jenuh dan bosan yang dialami masyarakat karena terlalu lama menjalani PSBB. Ketika ada kesempatan atau peluang, seperti dibukanya mal dan transportasi umum, masyarakat akan memanfaatkannya untuk melepaskan penat.
“Jadi ada kecenderungan masyarakat sudah cape dengan PSBB, kebetulan mau lebaran dan ada duit lebih karena THR, ya sudah mereka memutuskan untuk belanja ketimbang cape di rumah. Itu bisa menjadi salah satu variabelnya,” kata Bimo.
Itulah tiga pendekatan yang mungkin menjadi faktor kenapa banyak orang nekat berbelanja baju lebaran di tengah pandemi corona. Kendati begitu, Bimo menggarisbawahi bahwa ia hanya fokus pada masyarakat yang mampu berbelanja dan punya daya beli.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
ADVERTISEMENT
****
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.