Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Kisah Buaya Berkalung Ban di Palu yang Repotkan 3 Ahli Satwa Mancanegara
8 Februari 2022 13:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Perjalanan buaya berkalung ban di Palu, Sulawesi Tengah, akhirnya berakhir setelah 6 tahun diburu warga dan ahli satwa mancanegara. Bukan untuk dibunuh, tapi menyelamatkan lehernya dari aksesori ban karet yang melingkar di lehernya.
ADVERTISEMENT
Buaya itu dikabarkan berhasil ditangkap warga pada Senin (7/2) sore. Dari rekaman video yang viral di media sosial terlihat warga secara bergantian memotong ban yang melilit tubuh buaya menggunakan gergaji besi. Beberapa menit kemudian, ban akhirnya bisa dilepaskan dari tubuh buaya yang melingkar selama kurang lebih 6 tahun.
Sejak kemunculannya pada 2016 di bantaran Sungai Palu di Jembatan Palu 2, buaya berkalung ban telah berhasil menyita perhatian dunia, khususnya bagi ahli satwa liar. Tercatat, setidaknya ada tiga ahli satwa dari berbagai negara yang tertarik untuk menyelamatkan buaya dari cengkraman ban di lehernya.
Sebelum ahli satwa liar asing turun tangan, ahli reptil asli Indonesia Muhammad Panji alias Panji petualang sebenarnya pernah mencoba untuk menyelamatkan buaya dari cengkraman ban. Cuma hasilnya nihil. Panji gagal menangkap buaya yang sulit ditangkap bak belut sawah.
Repotkan 3 ahli satwa mancanegara
Nah, Warga Negara Asing (WNA) pertama yang menaruh perhatian terhadap buaya muara berkalung ban bernama latin Crocodilus porosus ini adalah Matt Wright. Pria bernama lengkap Alexander Matthew Wright merupakan ahli satwa asal Australia. Wajahnya kerap muncul pada acara Outback Wrangler di National Geographic dengan keberaniannya menangkap dan menaklukan berbagai hewan liar dan satwa buas.
ADVERTISEMENT
Ayah kelahiran 8 Juli 1965 ini tiba di Palu pada 9 Februari 2020 bersama rekannya, Chris Wilson, dan langsung melakukan pemantauan di muara Sungai Palu. Matt Wright bekerja pagi, siang, dan malam. Bahkan, ia rela begadang demi memuaskan rasa penasarannya untuk menaklukan buaya berkalung ban.
Delapan hari menghabiskan waktu di Palu, ia gagal menangkap buaya. Hewan itu berkali-kali memperdaya Wright hingga memaksa sang ahli satwa pulang ke negaranya. Di tahun yang sama, WNA kedua yang tiba di Palu adalah Farid Mekki (35), ahli satwa asal Prancis. Ia tiba di Palu pada 22 Februari 2020 dan langsung melakukan penyisiran Sungai Palu dengan berjalan kaki.
Farid datang bersama kameramennya, George. Namun, belum sempat melakukan penangkapan, Farid tidak diberi izin oleh BKSDA Sulawesi Tengah karena terbentur perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, seperti yang dilakukan Matt Wright.
WNA ke tiga yang punya nyali besar menangkap buaya berkalung ban adalah Forrest Galante seorang ahli biologi satwa liar asal Amerika. Dia melakukan berbagai cara untuk menangkap buaya berkalung ban itu. Sayang, karena pandemi corona, usahanya harus terhenti. Galante harus pulang ke negaranya sebelum misinya berhasil.
ADVERTISEMENT
Tili si penakluk buaya berkalung ban
Faktanya, enggak perlu repot-repot pake alat canggih atau mendatangkan ahli dari AS dan Australia untuk menangkap buaya berkalung ban ini. Tili (34), warga Palu, hanya butuh seekor ayam untuk menaklukkannya.
Sebelum menangkap buaya, Tili melakukan pengintaian terlebih dahulu selama beberapa minggu terakhir. Ia kemudian memasang umpan ayam untuk memancing buaya datang ke permukaan. Suatu waktu, ayam yang ia gunakan sebagai umpan berhasil disantap buaya. Tili langsung menangkap hewan buas itu dengan jeratan yang didesain sedemikian rupa.
"Saya tidak suka lihat hewan atau binatang yang menderita, sehingga saya upayakan bagaimana caranya agar ban di leher buaya bisa dilepas," ungkapnya.
Buaya berhasil ditangkap. Ban di tubuh buaya dilepas warga. Sementara hewan itu kembali dilepaskan ke Sungai Palu.
ADVERTISEMENT