Kisah Dedikasi Pria Muslim AS Rawat 80 Anak Telantar yang Sakit Parah

4 Mei 2021 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mohamed Bzeek, Muslim AS keturunan Libya yang rawat 80 anak terlantar dengan kondisi kritis. Foto: GoFundMe via YouTube
zoom-in-whitePerbesar
Mohamed Bzeek, Muslim AS keturunan Libya yang rawat 80 anak terlantar dengan kondisi kritis. Foto: GoFundMe via YouTube
ADVERTISEMENT
Tak banyak orang yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk merawat anak-anak telantar yang sekarat. Salah satunya adalah Mohamed Bzeek, seorang Muslim Amerika Serikat keturunan Libya yang dikenal sebagai perawat anak telantar yang mengidap penyakit parah.
ADVERTISEMENT
Pria berusia 65 tahun itu setidaknya telah merawat 80 anak-anak yang telantar atau sakit parah sejak 1989. Bzeek, seorang Muslim yang taat, mengatakan dia peduli pada anak asuhnya terlepas dari agama, bangsa, atau warna kulit mereka.
“Saya menganggap mereka sebagai manusia, saya menganggap mereka sebagai anak saya sendiri, saya tidak menganggap mereka sebagai anak angkat,” kata Bzeek kepada kantor berita Anadolu Agency.

Pertemuan dengan sang istri, menjadi orang tua asuh

Bzeek datang sebagai imigran ke AS pada 1978 untuk belajar teknik elektro. Bertahun-tahun kemudian, melalui seorang teman, dia bertemu dengan seorang perempuan bernama Dawn, yang akan menjadi istrinya.
Dawn telah menjadi orang tua asuh di awal 1980-an, sebelum dia bertemu Bzeek. Pada periode tersebut, Dawn membuka rumahnya sebagai tempat penampungan darurat untuk anak-anak asuh yang membutuhkan tempat tinggal segera.
ADVERTISEMENT
Bzeek bercerita, kakek dan nenek istrinya adalah orang tua angkat, dan itu menginspirasi Dawn untuk melakukan kebaikan serupa.
Setelah menikah, Dawn dan Bzeek mulai membuka rumah mereka sebagai penampungan anak. Seringkali, anak-anak tersebut datang dalam kondisi sakit.
Tak jarang, anak asuh Bzeek yang datang dalam kondisi kritis meninggal saat dirawat olehnya. Sejauh ini, sudah ada 10 anak asuhnya yang meninggal. “Saya memeluk mereka (ketika mereka meninggal),” katanya.
Bzeek pertama kali mengalami kematian seorang anak asuh pada tahun 1991. Anak tersebut, yang berjenis kelamin perempuan dan lahir dengan kelainan tulang belakang, meninggal pada tanggal 4 Juli 1991, saat usianya belum genap satu tahun.
"Yang ini sangat menyakitiku saat dia meninggal," kata Bzeek.
ADVERTISEMENT
Sejak 1995, keluarga Bzeek memutuskan untuk secara khusus merawat anak-anak telantar dengan sakit parah yang mendapat status ‘do not resuscitate’, kode medis yang biasanya diberikan untuk membiarkan pasien kritis agar meninggal secara alamiah. Orang pada umumnya tidak menginginkan anak-anak terlantar dengan kondisi kritis, kata Bzeek.
Mohamed Bzeek, Muslim AS keturunan Libya yang rawat 80 anak terlantar dengan kondisi kritis. Foto: GoFundMe via YouTube
“Saya diberi tahu bahwa saya adalah satu-satunya rumah di LA yang merawat anak-anak yang tahu mereka akan mati,” katanya.
“Mereka takut jika mereka membawa pulang dan mereka mati di rumah mereka, itu akan menghancurkan keluarga dan anak-anak mereka. Itulah mengapa orang tidak suka mengambil anak yang akan mati.”
Dengan dedikasinya tersebut, tak mengherankan keluarga Bzeek begitu dekat dengan Departemen Anak dan Layanan Keluarga Los Angeles. Dia adalah satu-satunya orang tua asuh di kota tersebut yang yang terbesit di pikiran departemen untuk menampung anak telantar yang sekarat.
ADVERTISEMENT
“Jika ada yang menelepon kami dan berkata,‘Anak ini perlu di bawa ke rumah perawatan,’ hanya ada satu nama yang kami pikirkan. Dia satu-satunya yang akan mengambil seorang anak yang mungkin tidak akan berhasil (untuk bertahan hidup),” kata Melissa Testerman, koordinator penerimaan anak asuh Departemen Anak dan Layanan Keluarga Los Angeles, kepada Los Angeles Times pada 2017 lalu.

Merawat anak telantar yang sekarat di saat sakit

Sekitar tahun 2000, Dawn, istri Bzeek yang menginspirasinya jadi orang tua asuh dan merawat anak terlantar, jatuh sakit. Dia menderita kejang hebat dan membuatnya lemah selama berhari-hari. Kondisi tersebut membuat Dawn hampir tidak bisa meninggalkan rumah karena dia tak ingin jatuh di depan umum.
Frustrasi karena penyakit pada akhirnya membebani Dawn, kata Bzeek. Pernikahannya pun bermasalah, dan mereka berdua berpisah pada 2013. Dawn meninggal setahun kemudian.
ADVERTISEMENT
Bzeek kini merawat anak asuhnya seorang diri. Dia punya seorang anak kandung bernama Adam. Namun, kondisinya tak lebih baik dari anak terlantar yang dia rawat.
Adam, yang lahir pada 1997, memiliki penyakit tulang rapuh dan dwarfisme. Dia sangat rapuh sampai-sampai tulangnya bisa patah saat memakai popok atau kaus kaki.
Meski demikian, Bzeek merasa tak pernah marah tentang kecacatan putranya sendiri. “Begitulah cara Tuhan menciptakannya,” kata Bzeek.
Bzeek sendiri didiagnosis menderita kanker usus besar stadium 2 sejak tiga tahun lalu. Mengenai penyakitnya, Bzeek berkata bahwa hal tersebut semakin menyadarkan dirinya atas ketakutan yang dihadapi anak telantar.
“Saya tidak punya keluarga dengan saya dan saya takut. Saya merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan anak-anak. Mereka sendirian,” kata Bzeek. “Jika saya berusia 62 (sekarang 65) dan saya takut, bagaimana dengan mereka?”
ADVERTISEMENT

Melawan stigma negatif Muslim di AS dengan kebaikan

Dalam sebuah wawancara dengan Anadolu Agency, Bzeek mengatakan kisahnya membantu mengubah stigma negatif tentang Muslim di Amerika Serikat.
Bzeek bilang, Muslim di AS sering dipandang negatif sebagai "penjahat, pembunuh, kami tidak baik dan Islam hanyalah agama darah dan kehancuran.”
"Kisah saya mengubah cara berpikir orang Amerika tentang Muslim,” kata Bzeek. “Saya menunjukkan kepada mereka Islam yang sebenarnya. Islam adalah tentang cinta dan kasih sayang dan simpati terhadap orang lain.”
Bagi kamu yang tertarik membantu Bzeek merawat anak terlantar, kamu bisa berpartisipasi dengan berdonasi di platform urun dana GoFundMe.