Kisah Pria Paru-paru Besi Terakhir di Dunia: Selamat dari Wabah Polio

24 April 2021 2:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paul Alexander dengan paru-paru besinya. Foto: Rotary GB & Ireland via Twitter
zoom-in-whitePerbesar
Paul Alexander dengan paru-paru besinya. Foto: Rotary GB & Ireland via Twitter
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam sejarah pandemi selain virus corona, penyakit polio sempat menjadi wabah yang mematikan. Salah seorang pria bernama Paul Alexander yang selamat dari wabah polio, kini harus melewati sisa hidupnya dengan paru-paru besi buatan.
ADVERTISEMENT
Penyakit Polio sendiri dapat menyebabkan penderitanya mengalami kelumpuhan dan bahkan kesulitan bernapas yang akan berujung pada kematian. Ancaman ini juga dirasakan Alexander yang kini telah berusia senja 74 tahun dan tinggal di Dallas, Texas, AS.
Dikutip The Guardian, awal mula terinfeksi polio, Alexander masih berusia 6 tahun. Pada saat itu, ia sedang bermain di luar. Tiba-tiba, dia merasa tidak enak badan, lehernya sakit, dan kepalanya seperti dipukul-pukul. Ibu Alexander menatap wajahnya yang pucat, dia terlihat demam dan sering tersedak.
Saat demam melonjak dan rasa sakit di anggota tubuhnya, dokter keluarga menasihati orang tua Alexander untuk tidak membawanya ke rumah sakit. Saat itu, ia sudah divonis mengidap polio, tetapi di rumah sakit terlalu banyak pasien, sehingga lebih baik melakukan perawatan di rumah.
Tabung paru-paru besi untuk para penderita polio. Foto: AP Photo
Lima hari kemudian, kondisi Alexander semakin memburuk. Hanya dalam waktu singkat, ia tak bisa berbicara, menggenggam crayon, menelan makanan, dan bahkan batuk. Kedua orangtuanya langsung melarikan ke rumah sakit Parkland. Namun, dokter UGD mengatakan Alexander tak bisa lagi ditolong.
ADVERTISEMENT
Untung saja, ada dokter lain yang akhirnya mau merawat Alexander. Dokter tersebut membawa ke ruang operasi dan melakukan trakeotomi darurat untuk menyedot cairan yang membuat kemacetan di paru-parunya. Organ tersebut sudah tidak bisa digerakkan akibat tubuhnya yang lumpuh.
Tiga hari kemudian, Alexander bangun dengan tubuh sudah terbungkus sebuah mesin besar dari besi. Mesin itu adalah paru-paru buatan yang membantu dirinya bernapas. Saat menggunakan paru-paru besi, Alexander tak bisa bergerak, tak bisa berbicara, dan tak bisa batuk.
Alexander sembuh dari infeksi awal, tetapi polio membuatnya hampir lumpuh total dari leher ke bawah. Kini, mesin besar tersebut menggantikan tugas paru-parunya agar dia bertahan hidup. Setelah menjalani perawatan, ia akhirnya boleh keluar dari rumah sakit dengan paru-paru besinya.
Paul Alexander dengan paru-paru besinya. Foto: Mitch Summers via YouTube

Alexander sembuh dari polio dan lanjut pendidikan

Alexander yang lumpuh dan hidup dengan balutan paru-paru besi tidak menghentikannya untuk melanjutkan pendidikan hingga menjadi pengacara. Pada usia 21 tahun, ia menjadi orang pertama yang lulus dari sekolah menengah Dallas tanpa menghadiri kelas secara fisik.
ADVERTISEMENT
Selama menggunakan tabung paru-paru besi, di sebelah kepala Alexander ada tongkat plastik bening, pipih dan panjang, dengan pena terpasang di ujungnya. Pena tersebut digerakkan dengan mulut untuk menulis, mengetik, dan menekan tombol telepon hingga keyboard.
Lambat laun pada tahun 1959, ketika berusia 13 tahun, Alexander berlatih bernapas tanpa bantuan paru-paru besi selama beberapa jam. Selama di luar tabung ia menggunakan kursi roda karena lumpuh.
Di usia 21 tahun, Alexander juga masuk ke sekolah hukum di University of Texas di Austin. Selama beberapa dekade, Paul adalah seorang pengacara di Dallas dan Fort Worth, mewakili klien di pengadilan dengan kursi roda yang dimodifikasi yang menahan tubuhnya yang lumpuh tegak.

Paru-paru besi sempat rusak

Pada 2015, segel tabung paru-paru besi rusak, sehingga udara bocor keluar. Hal yang mengkhawatirkan adalah suku cadang untuk paru-paru besi sudah sangat sulit ditemukan.
ADVERTISEMENT
Perangkat ini sendiri pertama kali ditemukan pada 1928 oleh Philip Drinker, seorang insinyur medis, dan Louis Shaw, seorang ahli fisiologi, di Harvard. Pabrik pembuatannya sudah lama ditutup, ketika vaksin polio sudah ditemukan pada tahun 1955.
Cara kerja tabung paru-paru besi seberat 300 kilogram ini, pertama semua bagian tubuh pasien ada di dalam alat itu, kecuali kepala. Udara akan masuk ke hidung dan mulut pasien ketika mesin vakum menyedot udara keluar dari tabung, dan membuat paru-paru mengembang. Kemudian, vakum akan mengempis dan pasien mengembuskan napas saat paru-paru tertekan.
Paul Alexander dengan paru-paru besinya. Foto: Mitch Summers via YouTube
Alexander harus mem-posting video di YouTube untuk meminta bantuan memperbaiki mesinnya. Seorang engineer bernama Brady Richards berhasil memperbaikinya dan kini menjadi mekanik andalan Alexander.
ADVERTISEMENT
Alexander kini telah hidup lebih lama dari kedua orang tuanya dan kakak laki-lakinya, Nick. Pada usia 74 tahun, dia sekali lagi terkurung di paru-paru besi secara penuh.
Hanya ada satu orang lain di AS yang masih menggunakannya, namun berjenis kelamin wanita. Tidak ada yang menyangka seseorang yang membutuhkan paru-paru besi dapat hidup selama ini. Dan setelah selamat dari satu wabah mematikan, Alexander tidak menyangka dirinya terancam oleh wabah lain, yaitu virus corona yang masih menjadi pandemi dunia sampai saat ini.