Kontroversi Avigan dan Klorokuin untuk Obati Virus Corona COVID-19 di Indonesia

22 Maret 2020 11:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus penularan virus corona COVID-19 di Indonesia terus meningkat. Per Sabtu. (21/3), Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto, mengatakan kasus positif COVID-19 meningkat menjadi 450 kasus dengan jumlah meninggal dunia 38 orang.
ADVERTISEMENT
"Ada penambahan kasus baru sebanyak 81 orang, sehingga total 450 orang," ujarnya dalam konferensi pers di BNPB, Sabtu (21/3/).
Untuk menanggulangi penyebaran virus yang kian masif, Presiden Joko Widodo mengumumkan telah memesan dua jenis obat yang dikabarkan dapat membantu penyembuhan pasien virus corona. Kedua obat itu adalah Avigan dan Klorokuin.
Pemerintah telah mendatangkan 5 ribu Avigan. Sedangkan 2 juta unit lainnya masih dalam pemesanan. Selain itu pemerintah juga sedang dalam proses mendatangkan 3 juta unit Klorokuin yang dikenal sebagai obat anti malaria.
“Obat ini sudah dicoba oleh satu, dua, tiga negara dan memberikan kesembuhan, yaitu Avigan. Kita telah datangkan 5 ribu akan kita coba dan dalam proses pemesanan 2 juta," kata Jokowi, Jumat (20/3) di Istana Bogor.
Ilustrasi obat-obatan. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT

Klorokuin

Menurut laporan Live Science, dari hasil penelitian terbatas di Prancis terhadap 24 pasien positif COVID-19, Klorokuin diklaim dapat mempercepat proses pemulihan. Hasil riset awal dari Korea Selatan dan China juga menunjukkan efektifitas Klorokuin dalam penanganan virus corona COVID-19
Penelitian yang dilakukan Manli Wang, ahli virologi dari Chinese Academy of Sciences, menunjukkan bahwa Klorokuin berhasil menghentikan penyebaran virus corona COVID-19 dalam sel manusia.
Sementara hasil penelitian terbatas lain oleh tiga peneliti China: Gao Jianjun, Tian Zhenxue, dan Yang Xu, yang dipublikasikan dalam Jurnal BioScience Trends pada 18 Februari, juga mengklaim hal serupa.
Menurut artikel ilmiah ini, pemberian Klorokuin mampu meredakan pneumonia, meningkatkan fungsi paru, mempercepat konversi negatif infeksi virus, dan mempersingkat waktu gejala infeksi. Penelitian ini telah dilangsungkan di 10 rumah sakit yang tersebar di beberapa kota di China termasuk Wuhan, Jingzhou, Guangzhou, Beijing, Shanghai, dan Chongqing.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (Food and Drug Administration/FDA), menyatakan Klorokuin belum disetujui untuk mengobati virus corona. "Tidak ada terapi atau obat yang disetujui FDA untuk mengobati, menyembuhkan, atau mencegah COVID-19," tulis FDA, dikutip CNN.
Berhubung Klorokui telah disetujui untuk tujuan pengobatan lain, dokter di AS secara hukum diizinkan untuk meresepkannya bagi pasien virus corona jika mereka mau. Tetapi, FDA mengingatkan, keamanan dan keefektifannya belum terbukti sehubungan dengan coronavirus.
Komisaris FDA, Dr. Stephen Hahn, yang berbicara setelah Presiden AS Donald Trump mendukung Klorokuin sebagai obat untuk COVID-19, mengatakan bahwa Klorokuin akan melalui "uji klinis pragmatis yang besar" untuk mengumpulkan informasi dan menjawab pertanyaan yang dibutuhkan terkait perawatan pasien yang terjangkit virus corona.
ADVERTISEMENT
Selain Klorokuin, jenis obat anti malaria lain yaitu Hydroxychloroquine juga diklaim efektif membantu menangani pasien positif corona. Dilansir Vox, Hydroxychloroquin merupakan jenis obat malaria yang lebih aman ketimbang Klorokuin. Sebab, overdosis Klorokuin bisa menyebabkan kematian.
Terkait hal itu, Manli Wang juga meneliti potensi penggunaan Hydrochloroquine. Ternyata penggunaan Hydrochloroquine juga dapat memperlambat proses infeksi dan memblokir infeksi virus ke dalam sel.
Hasil penelitian para peneliti Prancis juga menunjukkan bahwa obat ini efisien membersihkan virus pada saluran pernapasan bagian atas dalam waktu tiga sampai enam hari.
Namun, penggunaan Hydrochloroquine masih membutuhkan uji klinis dan penelitian lebih lanjut. Sebab, sejauh ini para peneliti baru menguji coba obat ini kepada 26 pasien. Hydrochloroquine juga memiliki efek samping seperti sakit kepala dan diare.
Ilustrasi corona di China. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT

Avigan

Selain Klorokuin dan Hydroxychloroquine, Avigan atau Favipiravir juga diklaim efektif mengobati pasien corona COVID-19.
Menurut Direktur Pusat Nasional Pengembangan Bioteknologi China, Zhang Xinmin, Avigan telah menunjukkan hasil efektif dalam uji klinis terhadap 340 pasien COVID-19 di sejumlah rumah sakit di Wuhan dan Shenzhen.
Efektifitas itu tampak dari peningkatan kondisi paru pasien yang mencapai 91 persen. Sedangkan kondisi paru pasien yang tidak diberi Avigan hanya meningkat sekitar 62 persen.
Hasil uji klinis juga menunjukkan pasien positif yang diberi Avigan dapat sembuh dalam waktu sekitar empat hari. Sementara pasien yang tidak diobati Avigan rata-rata membutuhkan 11 hari untuk sembuh.
Namun Kementerian Kesehatan Jepang mengatakan Avigan tidak efektif untuk mengobati pasien COVID-19 dengan gejala kronis. Menurut laporan Nikkei Asia, penggunaan Avigan di Jepang hanya bisa dilakukan dengan persetujuan pemerintah. Sebab, obat ini dapat menyebabkan kematian dan kelainan pada janin.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-Obatan Korea Selatan juga memutuskan untuk tidak mengimpor obat ini. Sebab, para pakar penyakit infeksi di Korea Selatan menyatakan bahwa efektifitas obat ini belum cukup teruji secara klinis.
****
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!