Krisis Diamond Princess: 1 WNI Positif Virus Corona, Salah Deteksi WN Australia

9 Maret 2020 16:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemulangan kru WNI di kapal Diamond Princess. Foto: Dok. KBRI Tokyo
zoom-in-whitePerbesar
Pemulangan kru WNI di kapal Diamond Princess. Foto: Dok. KBRI Tokyo
ADVERTISEMENT
Dari enam kasus positif virus corona SARS-CoV-2 di Indonesia, salah satu di antaranya, yang dirujuk sebagai Kasus 6, merupakan ABK Kapal Diamond Princess. Ia menjadi bagian dari 69 WNI awak kapal yang dievakuasi dari Pelabuhan Yokohama, Jepang, ke Kertajati, Majalengka.
ADVERTISEMENT
Mereka menjalani karantina dan observasi di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, sejak Kamis (5/3).
Dari seluruh awak kapal pesiar yang dikarantina itu, satu orang terdeteksi positif terjangkit COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona baru. Jubir penanganan virus corona, Achmad Yurianto, menyebut Kasus 6 sebagai imported case karena tertular virus di Jepang saat bertugas sebagai ABK Diamond Princess.
Foto udara WNI ABK Diamond Princess tiba di Pulau Sebaru Kecil untuk diobservasi di Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (5/3). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Padahal sebelum dievakuasi, pasien laki-laki berusia 36 tahun tersebut serta seluruh rekan sejawatnya dinyatakan sehat. Sesuai aturan WHO, hanya orang sehat yang boleh dievakuasi. Usai dikonfirmasi positif terinfeksi virus corona baru, Kasus 6 dirawat di RS Persahabatan, Jakarta Timur.
Adapun pihak Diamond Princess telah melakukan karantina penumpang dan ABK selama dua pekan sebelum memperbolehkan seluruh negara menjemput masing-masing warganya. Metode isolasi di dalam kapal pesiar ini sempat mengundang kritikan. Pakar menyebut menahan orang-orang dalam lingkup kapal dengan kelengkapan higienitas yang minim malah membantu penyebaran virus.
ADVERTISEMENT
“Karantina itu tidak dibenarkan, dan melanggar hak-hak individu dari para penumpang di saat bersamaan memungkinkan virus untuk benar-benar menghabisi mereka satu per satu,” ujar Dr. Amesh Adalja dari Johns Hopkins Center for Health Security, seperti dikutip Business Insider.
Petugas menggunakan pakaian pelindung berada di atas dek kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina di pelabuhan Yokohama, Jepang, Selasa (4/2). Foto: Twitter / @DAXA_TW via REUTERS
Senada dengan Adalja, Dr. Anthony Fauci selaku Direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease menyebut metode karantina yang diberlakukan Pemerintah Jepang sebagai sebuah kegagalan.
“Saya ingin menutup-nutupi dan mencoba bersikap diplomatis tentang hal itu, tetapi itu (karantina Diamond Princess) gagal,” ujar Fauci, dikutip USA Today.
“Orang-orang terinfeksi di kapal itu. Ada sesuatu yang salah.”
Barang-barang milik penumpang kapal Diamond Princess yang diisolasi karena virus corona Foto: PHILIP COURTER/via REUTERS
Kritik kian tajam ketika dua warga Australia yang awalnya dinyatakan negatif virus corona usai dikarantina di Diamond Princess, kemudian malah terdeteksi positif sepulang ke Darwin, Australia.
ADVERTISEMENT
Kepala petugas medis Australia, Brendan Murphy, mengatakan 164 warga negara Australia yang dievakuasi dari Diamond Princess pada 20 Februari, kembali diperiksa kesehatannya sebelum menaiki pesawat Qantas rute Jepang-Darwin. Tidak satupun dari mereka menunjukkan hasil positif virus corona atau menunjukkan gejala penyakit apapun.
Ketika mendarat di Darwin, penumpang kembali diperiksa, enam di antara mereka menunjukkan gejala penyakit pernapasan ringan dan demam. Pemeriksaan lebih lanjut menyatakan empat orang negatif virus corona, dua lainnya positif.
Aktivitas penumpang kapal Diamond Princess yang bersandar di Daikoku Pier Cruise Terminal di Yokohama, selatan Tokyo, Jepang. Foto: REUTERS/Athtit Perawongmetha
“Mengingat terus ada bukti penyebaran infeksi di atas kapal Diamond Princess dalam beberapa hari terakhir, pengembangan beberapa kasus positif setelah kembali ke Australia tidak terduga, meskipun semua pemeriksaan kesehatan (telah dilakukan) sebelum keberangkatan,” ujar Murphy, dikutip The Guardian.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini memantik sangsi atas metode karantina Jepang. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Yoshihide Suga, menegaskan kemampuan negaranya untuk mendeteksi virus dengan tepat. Ia menuturkan, protokol pemerintah dalam mengisolasi pasien sudah sesuai standar.
Sebelum merapat di Pelabuhan Yokohama, Kapal Diamond Princess telah menurunkan seorang penumpang asal Hong Kong yang enam hari kemudian dikonfirmasi positif terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 pada 1 Februari. Tiga hari setelahnya, kapal bersandar di Yokohama dengan kondisi memuat total 3.711 tamu beserta ABK.
Aktivitas penumpang kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina di pelabuhan Yokohama, Jepang, Selasa (4/2). Foto: Kyodo / via REUTERS
Menurut laporan The New York Times, butuh 72 jam bagi otoritas Jepang untuk mengisolasi kapal setelah menerima informasi terkait penumpang asal Hong Kong. Sehari kemudian, 10 orang dalam kapal dinyatakan positif virus corona. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Kesehatan Jepang mengkarantina seisi kapal selama 14 hari.
ADVERTISEMENT
Dalam kurun waktu tersebut, angka pengidap COVID-19 naik dari 10 kasus menjadi total 630 kasus. Sejumlah penumpang mengeluh hasil tes memakan waktu hingga dua hari. Bahkan, ada penumpang yang tak kunjung diperiksa meski sudah menderita gejala.
Mereka juga menilai tidak adanya transparansi terkait situasi yang sebenarnya sedang mereka hadapi. Banyak penumpang merasa kebingungan akan kurangnya informasi. Bahkan untuk meraba-raba jumlah infeksi, para penumpang hanya bisa menghitung dari banyak ambulans yang berbaris di dermaga.
Spencer Fehrenbacher, mahasiswa Amerika di dalam kapal Diamond Princess, mengaku saat menjalani pemeriksaan kesehatan, dirinya ditempatkan di satu ruangan dengan seorang wanita yang menunjukkan gejala batuk.
“Kamu dapat mendengar batuk itu yang jauh di dalam paru-parumu. Saya berempati kepadanya dan merasa sangat kasihan,” ujar Fehrenbacher, kepada Business Insider.
ADVERTISEMENT
Namun di saat bersamaan, ia ingat saat itu berpikir, “Oke, saya tidak ingin berada di ruangan ini.”
Saat proses karantina berjalan, sejumlah spanduk dibentangkan para penumpang dari dek kapal bertuliskan “Kekurangan obat!” dan “Terima kasih, media.” Reuters juga sempat membagikan foto salah satu kamar penumpang. Dituliskan, bahwa luas kamar di sana sekitar 160 meter persegi, tanpa jendela atau balkon.