Kuburan Spesial Anak Disabilitas Usia 34.000 Tahun, Mewah Penuh Gading Mamooth

30 Januari 2021 11:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Manik-manik pada kuburan anak disabilitas zaman Paleolitikum Foto: E. Trinkaus, Antiquity 2018
zoom-in-whitePerbesar
Manik-manik pada kuburan anak disabilitas zaman Paleolitikum Foto: E. Trinkaus, Antiquity 2018
ADVERTISEMENT
Ilmuwan mengungkap bahwa kebiasaan manusia dalam memperlakukan orang cacat fisik atau disabilitas secara spesial sudah terjadi sejak zaman kuno. Hal ini terbukti lewat bagaimana mereka mengubur jasad anak-anak disabilitas dengan penuh kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Ritual tersebut dilakukan sekitar 34.000 tahun lalu. Ilmuwan menemukan dua fosil anak laki-laki berusia sekitar 10 dan 12 tahun, dengan kondisi fisik yang tidak sempurna. Mereka dikuburkan di kuburan panjang dan ramping.
Yang menakjubkan ialah kuburan mereka dipenuhi dengan 10.000 manik-manik gading mammoth, lebih dari 20 gelang, sekitar 300 gigi rubah dan juga 16 tombak gading mammoth. Kuburan mereka juga dihiasi dengan ukiran karya seni, tanduk rusa, dan dua tulang betis manusia yang diletakkan di dada mereka.
Cara penguburan ini sangat berbeda dibandingkan dengan penguburan jasad pria berusia sekitar 40 tahun. Mereka memiliki kondisi fisik yang lengkap dan memiliki kemampuan untuk berkontribusi pada kelompok. 
Namun, di dalam kuburannya hanya terdapat 3.000 manik-manik gading mammoth, 12 gigi taring rubah yang ditusuk, 25 pita lengan gading mammoth dan liontin batu.
ADVERTISEMENT
"Dari sudut pandang ini, penguburan orang dewasa, pada kenyataannya, sangat berbeda dengan penguburan anak-anak," kata ketua penelitian Erik Trinkaus, profesor antropologi di Universitas Washington di St. Louis, dilansir Live Science.
Cacat fisik pada tubuh anak disabilitas berusia 10 tahun Foto: E. Trinkaus, Antiquity 2018
Tata cara penguburan seperti ini ditemukan di Sunghir selama sekitar setengah abad. Penguburan di Sunghir ini berasal dari pertengahan Paleolitikum atas yang terletak di pinggiran timur laut Vladimir, Rusia.
Penemuan soal kuburan Sunghir ini telah digali sejak tahun 1957 hingga 1977. Hal ini cukup membingungkan para peneliti mengingat wilayah tersebut sangat dingin dan tidak memungkinkan manusia menggali tanah dalam-dalam karena kondisi tanah yang beku.
Ternyata, sekitar 34.000 tahun lalu wilayah tersebut memiliki suhu yang lebih hangat dibanding setelah dan sebelum zaman es. Itulah yang menyebabkan mereka mampu untuk menggali tanah di dataran beku.
ADVERTISEMENT
Secara total, ada 10 jasad pria dan wanita yang dimakamkan di Sunghir. Namun kedua bocah tersebut menjadi kuburan dengan kekayaan yang paling banyak.
Berdasarkan penelitian fosil, kedua anak laki-laki itu mengalami stres berat dilihat dari enamel gigi mereka. Terlebih lagi, tulang paha anak laki-laki berusia 10 tahun itu sangat membungkuk dan pendek. Meskipun begitu, ia masih bisa beraktivitas fisik dengan aktif berdasarkan kerangkanya.
Sementara itu, fosil bocah 12 tahun menunjukkan bahwa ia hanya bisa berbaring. Ia tidak bisa bermobilisasi tanpa bantuan orang lain.
Cacat fisik pada fosil manusia di Sunghir Foto: K. Favrilov, Antiquity 2018
Besar kemungkinan kelompok tersebut hanya bisa memberi makan bubur pada bocah tersebut. Di sisi lain, hal ini membingungkan karena bagaimana mereka merawat bocah yang tidak bisa mobilisasi sendiri padahal mereka adalah kelompok yang selalu berpindah.
ADVERTISEMENT
Kedua bocah ini bukanlah satu-satunya penyandang disabilitas yang dikubur selama periode ini. Cara penguburan ini cukup populer di kalangan Paleolitikum menengah ke atas.
Yang lebih menarik lagi adalah keanekaragaman artefak penguburan. Beberapa orang hanya memiliki sedikit gigi taring rubah dan manik-manik gading raksasa, sementara orang lain tidak memiliki apa pun. Ini menunjukkan kompleksitas sosial karena menunjukkan orang-orang diperlakukan berbeda dalam kematian. Bisa jadi juga saat hidup.
Penelitian ini menujukkan bahwa seseorang tidak perlu menjadi pria pemburu dewasa untuk mendapatkan penguburan yang mewah di zaman tersebut.
“Dalam kasus ini, remaja penyandang disabilitas atau patologis yang menyebabkan keterbatasan fisik, mendapatkan perlakuan yang luar biasa,” kata Lawrence Straus, profesor emeritus antropologi terkemuka di Universitas New Mexico.
ADVERTISEMENT