Kunci Selandia Baru Nol Kasus Corona: Utamakan Sains dan Pemimpin Cemerlang

11 Juni 2020 17:05 WIB
Seorang penjaga keamanan berdiri di luar klinik virus corona di Lower Hutt, dekat Wellington, Selandia Baru. Foto: Marty MELVILLE / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang penjaga keamanan berdiri di luar klinik virus corona di Lower Hutt, dekat Wellington, Selandia Baru. Foto: Marty MELVILLE / AFP
ADVERTISEMENT
Empat bulan setelah mengonfirmasi kasus virus corona pertama pada akhir Februari 2020, Selandia Baru mendeklarasikan negaranya bebas COVID-19. Laporan penambahan infeksi baru terakhir kali terjadi pada 22 Mei. Selain itu, pasien terakhir dinyatakan berhasil pulih pada Senin (8/6).
ADVERTISEMENT
"Tidak ada kasus baru COVID-19 dilaporkan di Selandia Baru. Kini sudah 16 hari semenjak kasus baru terakhir dilaporkan," tulis keterangan Kementerian Kesehatan Selandia Baru dalam siaran pers.
Kunci penanganan pandemi Selandia Baru bertumpu pada sains. Pendekatan ilmiah dijadikan dasar pengambilan kebijakan untuk menekan penyebaran virus. Selandia Baru banyak belajar dari pengalaman negara-negara lain yang telah lebih dulu menghadapi penyebaran virus, yang penularannya sangat masif.
Oleh karena itu, pendekatan ilmiah patut jadi prioritas dalam penanganan pandemi ini. Ashley Bloomfield, selaku Direktur Jenderal Kesehatan Selandia Baru, merupakan pejabat publik sekaligus ilmuwan yang menjadi garda terdepan penanganan pandemi COVID-19 di sana.
Suasana Kota Wellington yang sepi akibat wabah Corona di Selandia Baru. Foto: Getty Images
Ia dipercaya Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern karena memiliki spesialisasi di bidang kedokteran kesehatan masyarakat. Dalam setiap konferensi pers reguler, Ardern kerap mempersilakan Bloomfield untuk menjawab pertanyaan dari media.
ADVERTISEMENT
Profesor Michael Baker dari Departemen Kesehatan Masyarakat Universitas Otago mengatakan, keberhasilan Selandia Baru dalam menangani pandemi corona merupakan hasil dari kombinasi antara sains dan kepemimpinan yang baik.
"Di Selandia Baru, telah menjadi penghubung yang bagus antara sains yang bagus, dan kepemimpinan yang cemerlang, dan keduanya bersama-sama menurut saya sangat efektif," kata Baker dikutip CNN.
"Saya benar-benar kecewa bahwa negara-negara yang memiliki jauh lebih banyak, benar-benar sumber daya sains top di dunia, yaitu AS dan Inggris, banyak negara di Eropa, tidak bernasib lebih baik daripada negara-negara seperti Selandia Baru yang memiliki sumber daya terbatas," lanjutnya.
Kebijakan Ardern memang tegas sejak awal. Pada 14 Maret 2020 lalu, ia menegaskan bahwa siapa pun yang memasuki negara itu perlu mengisolasi diri selama dua minggu. Padahal saat itu baru ada enam kasus positif COVID-19 yang terkonfirmasi.
ADVERTISEMENT
Aturan perbatasan tersebut terhitung paling berat yang pernah diambil seorang pemimpin negara.
Lalu pada 19 Maret 2020, ketika total kasus menjadi 28 kasus, Ardern melarang pelancong asing masuk ke negaranya. Berlanjut dengan penerapan lockdown di Selandia Baru pada 23 Maret 2020, saat kasus virus corona mencapai 102 dan belum ada pasien yang meninggal dunia.
Saat pertama kali berlaku, status lockdown langsung berada di tahap keempat, tingkat tertinggi dengan sejumlah bisnis wajib tutup sementara waktu, aktivitas sekolah disetop, dan masyarakat diperintahkan tinggal di rumah.
Memasuki April 2020, status lockdown turun ke level tiga. Bisnis-bisnis makanan diperbolehkan melayani pesanan take-away dan beberapa toko non-kebutuhan pokok boleh buka kembali.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern. Foto: REUTERS / Martin Hunter
Seiring jumlah kasus yang terus menurun, status lockdown di negara ini pindah ke level dua pada pertengahan Mei 2020. Perpindahan status ke level satu menyusul sangat cepat, di mana pemerintah pada awalnya merencanakan untuk mengambil langkah ini pada 22 Juni, tetapi itu dimajukan setelah tidak ada penambahan kasus baru selama 17 hari berturut-turut.
ADVERTISEMENT
Di bawah aturan baru, aktivitas perkantoran dan sekolah kembali bergulir. Masyarakat juga diperkenankan memakai transportasi publik. Kegiatan seperti pernikahan dan pemakaman boleh berlangsung seperti biasa tanpa aturan jaga jarak yang ketat.
Namun, pintu-pintu perbatasan negara masih tertutup bagi pelancong asing. Sedangkan warga Selandia Baru yang datang dari luar negeri tetap diwajibkan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari.
Hingga kini, Selandia Baru telah mencatat 1.504 kasus yang dikonfirmasi dan 22 kematian akibat akibat COVID-19 sejak virus tersebut masuk pada akhir Februari 2020. Sebanyak 1.482 pasien berhasil pulih.