Lilit Anak SMP hingga Tewas, Mengapa Ular Piton Serang Manusia?

16 Juni 2020 9:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ular piton. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ular piton. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Remaja SMP berusia 16 tahun asal Kabupaten Bombana, Sulawesi Utara, dilaporkan meninggal dunia setelah diserang oleh seekor ular piton berukuran 7 meter. Bocah bernama Alfian itu tewas usai dililit piton saat pergi mencari air terjun bersama empat rekannya.
ADVERTISEMENT
Peristiwa terjadi di Pegunungan Kahar, Kelurahan Kasipute, Kecamatan Rumbia Tengah, Kabupaten Bombana pada Minggu (14/6) sore. Menurut laporan kendarinesia, meski Alfian sempat ditolong oleh rekan-rekannya dengan cara memukul piton, namun hewan tersebut terus melilit Alfian.
Kejadian piton memangsa manusia bukan kali ini saja terjadi, apalagi di Sulawesi. Menurut ahli reptil dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy, ada beberapa faktor kenapa ular bisa menyerang manusia. Pertama, mesti digarisbawahi bahwa ular yang menyerang Alfian merupakan satwa liar, bukan hewan peliharaan.
Piton sanca batik liar biasanya memangsa hewan berdarah panas. Dalam menentukan mangsa, piton tidak akan melihat siapa mereka. Entah itu manusia maupun binatang, ular akan melancarkan serangan ketika ukuran korban memenuhi syarat untuk dijadikan santapan.
Alfian (16), korban tewas di lilit ular piton di Kabupaten Bombana. Foto: Istimewa.
“Kalau ukuran korban atau bocah masuk dalam ukuran mangsanya, piton akan memangsanya. Jadi, piton tidak akan melihat kamu manusia, kamu babi hutan, kamu siapa, tapi piton akan mengenali mangsa lewat ukuran,” ujar Amir, saat dihubungi kumparanSAINS, Senin (15/4).
ADVERTISEMENT
Dalam berburu mangsa, piton akan menempati jalur-jalur yang sering dilalui binatang lain. Mereka akan menyerang ketika ada kesempatan dengan cara membelit mangsanya dengan kuat hingga tidak bisa bernapas dan meninggal, lalu menelannya bulat-bulat. Amir menduga, remaja yang jadi korban kali ini tak sengaja berjalan di jalur yang sering dilalui hewan buruan piton.
“Bisa jadi lintasan yang dilewati si bocah untuk menuju air terjun adalah lintas babi hutan, babi hutan juga melintas di situ. Dan karena piton itu punya ukuran besar, begitu bergerak mereka akan lebih mudah di air ketimbang di darat, sehingga mereka akan lebih banyak tinggal di sekitar air,” kata Amir.
Saat melancarkan serangan, piton akan menggigit korbannya, kemudian melilitkan badan ke tubuh korban dengan cepat. Ia lalu mencengkram korban dengan otot-otot di tubuhnya dengan sangat kuat hingga korban kesulitan bernapas dan meninggal dunia. Tidak mudah untuk melepaskan cengkraman piton, karena hewan ini memiliki kekuatan yang sangat besar.
ADVERTISEMENT
Memukul piton saat ia mencengkram tubuh manusia bukanlah solusi. Alih-alih lepas, pukulan justru membuat cengkraman piton semakin kuat. Butuh keahlian khusus untuk melepaskan lilitan hewan ini dari tubuh seseorang.
“Untuk melepaskan belitan piton tidak bisa semua orang melakukannya, karena butuh keahlian khusus. Apalagi ketika ukuran ular tergolong besar, dibutuhkan banyak orang untuk menangani ular tersebut,” ungkap Amir.
Cara melepaskan lilitan juga tidak sembarang, harus bertahap. Dimulai dari ekor, kemudian badan, hingga kepala. Ini semua harus dilakukan tiga hingga empat orang, atau bahkan lebih tergantung ukuran piton.
Bagaimanapun, kata Amir, manusia akan senantiasa hidup berdampingan dengan hewan liar. Apalagi bagi mereka yang hidup di pinggir hutan yang masih terdapat satwa liar dan buas. Ketika mangsa satwa liar banyak diburu manusia, termasuk babi hutan dan rusa, maka bakal terjadi ketidakseimbangan ekosistem. Ini menyebabkan konflik antara hewan dan manusia semakin meningkat.
Ular piton 5,2 meter yang ditangkap menggunakan perangkap "Yudas". Foto: Big Cypress National Preserve via Facebook.
Dalam peristiwa kali ini, ada indikasi bahwa piton telah kehilangan habitat dan buruannya. Sehingga apapun yang piton lihat dan masuk kriteria ukuran yang bisa dijadikan santapan, maka akan dijadikan target.
ADVERTISEMENT
“Dari kasus-kasus piton yang menyerang manusia, kalau dicermati dari kasus-kasus sebelumnya, itu banyak terjadi daerah Sulawesi. Piton bisa mencapai ukuran 5 hingga 7 meter diperlukan waktu yang tidak sebentar, bukan satu atau dua tahun, tapi 10 hingga 15 tahun. Tentu saja dengan asupan mangsa yang bagus,” papar Amir.
Amir lantas memberi saran kepada warga yang hidup berdampingan langsung dengan satwa liar agar membawa anjing setiap kali memasuki area hutan. Menurut Amir, anjing memiliki insting yang lebih peka ketika ada ancaman mengintai.
“Jadi untuk menjaga keselamatan, setiap kita beraktivitas ke ladang, ke hutan, harus membawa anjing. Karena anjing lebih sensitif ketika ada bahaya yang mengintai. Ular piton ini warnanya hampir sama dengan tanah atau tanaman. Jadi manusia enggak akan menyadari saat ada ular yang mengintainya. Kalau ada anjing, hewan ini bisa memberikan warning,” kata Amir.
ADVERTISEMENT