Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Lubang Misterius Ini Ternyata Sarang Cacing Predator Raksasa Usia 20 Juta Tahun
25 Januari 2021 10:03 WIB

ADVERTISEMENT
Siapa sangka, sarang hewan purba puluhan juta tahun yang lalu masih dapat manusia saksikan hingga saat ini. Contohnya adalah penemuan sarang cacing purba raksasa yang baru-baru ini dilaporkan oleh para peneliti dari National Taiwan University.
ADVERTISEMENT
Menurut laporan Insider, penemuan ini pertama kali bermula pada delapan tahun lalu. Saat itu, sekelompok ilmuwan Taiwan menemukan lubang aneh berbentuk L di sepanjang pantai timur laut Taiwan, yang pada 22-20 juta tahun lalu berada di dasar Samudra Pasifik.
Lubang tersebut punya panjang 2 meter, dengan diameter sekitar 2 sampai 3 sentimeter. Pada awalnya, mereka mengira lubang itu dibuat oleh udang atau hewan laut lain seperti gurita.
Namun, ternyata tak ada hewan apa pun yang cocok dengan lubang misterius yang mereka temukan.
Lubang misterius tersebut memang tidak dibuat oleh hewan laut yang ada saat ini. Berdasarkan penyelidikan para peneliti, lubang tersebut ternyata dibuat oleh cacing predator raksasa yang hidup 20 juta tahun yang lalu.
Peneliti menjelaskan, kesimpulan mereka didapatkan setelah menganalisis morfologi, sedimentologi, dan geokimia lubang misterius tersebut. Dari analisis tersebut, mereka menemukan jejak fosil, yakni fitur geologi hasil aktivitas hewan purba masa lampau.
ADVERTISEMENT
Setelah mencocokkan jejak fosil dengan 319 spesimen hewan, para peneliti akhirnya menemukan siapa arsitek lubang misterius itu.
"Kami berhipotesis bahwa sekitar 20 juta tahun yang lalu, di perbatasan tenggara benua Eurasia, cacing Bobbit kuno berkoloni di dasar laut menunggu penyergapan untuk makanan yang lewat," tulis para peneliti dalam laporan mereka yang dipublikasi Scientific Reports pada 21 Januari 2021.
"Ketika mangsa mendekati cacing, ia meledak keluar dari liangnya, menangkap dan menyeret mangsanya ke dalam sedimen. Di bawah dasar laut, mangsa yang putus asa itu kabur untuk melarikan diri, yang menyebabkan gangguan lebih lanjut pada sedimen di sekitar lubang liang."
Cacing Bobbit purba yang peneliti bicarakan adalah Pennichnus formosae, nenek moyang dari cacing Bobbit modern saat ini (Eunice aphroditois). Sebagai catatan, peneliti tidak menemukan fosil tubuh cacing purba tersebut. Tubuh hewan invertebrata seperti cacing memang sukar untuk menjadi fosil karena tubuhnya yang terlalu lunak.
ADVERTISEMENT
Cacing Bobbit sendiri adalah cacing bulu predator akuatik yang panjangnya berkisar dari 4 inci hingga 10 kaki (10 sentimeter sampai 3 meter) dan hidup di liang yang dibuatnya di dasar laut. Ia terkenal karena sergapannya yang cepat saat memburu mangsa. Kemampuan tersebut ternyata juga dimiliki oleh nenek moyangnya, Pennichnus formosae.
Para ilmuwan menemukan, pasir di sekitar mulut fosil lubang yang mereka teliti agak berantakan. Hal itu menunjukkan bahwa hewan yang tinggal di dalamnya bergerak cepat ketika keluar dari sana, kemungkinan untuk menyergap mangsanya.
Menurut perkiraan mereka, cacing laut purba akan berbaring menunggu di bawah pasir agar mangsa yang diincar tidak menaruh curiga. Ketika ikan lewat, cacing akan menerjang keluar dari liangnya, serta menarik dan menyeret korbannya ke bawah dasar laut.
Para peneliti juga menemukan pasir yang runtuh di sekitar mulut terowongan. Berdasarkan penafsiran mereka, bukti tersebut menunjukkan kalau mangsanya sempat meronta-ronta dengan keras di cengkeraman cacing.
ADVERTISEMENT
Penemuan lubang bekas sarang cacing Bobbit kuno Pennichnus formosae ini bisa dibilang spesial. Sebab, peneliti mengaku ini merupakan pertama kalinya mereka menemukan jejak fosil cacing predator yang hidup di bawah dasar laut.
"Sejauh ini, jejak fosil serupa belum dilaporkan dari tempat lain di Bumi," ungkap ahli geosains dari National Taiwan University di Taipei, Taiwan, sekaligus salah satu penulis studi tersebut, Ludvig Löwemark, kepada Insider. Löwemark. “Ini mungkin dijelaskan oleh fakta bahwa para ilmuwan tidak tahu apa yang harus dicari sampai sekarang."