Makan Kucing, Apa Dampaknya untuk Kesehatan?

29 Juli 2019 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Populasi Kucing Liar Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Populasi Kucing Liar Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Video seorang pria yang menyantap seekor kucing beredar di media sosial. Aksi tak lazim yang terjadi di Kemayoran, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Dalam video itu, tampak pria tersebut mengenakan jaket cokelat dan bertopi biru. Ia terlihat lahap memakan kucing berwarna oranye. Kini, pihak kepolisian masih mencari identitas orang tersebut.
Terlepas dari peristiwanya, memakan kucing jelas tidak baik untuk kesehatan. Sebuah riset menunjukkan bahwa daging kucing mengandung sejumlah penyakit.
Meski demikian, praktik memakan kucing lazim dilakukan di Manado, Sulawesi Utara. Di sana, tepatnya di Pasar Tomohon, orang bebas untuk membeli daging kucing.
Penitipan kucing di Jakarta Foto: Irfan Adi Saputra
Namun, tidak seperti pria dalam video tersebut yang memakan seekor kucing mentah-mentah. Masyarakat di Manado biasa mengolah daging kucing dengan memasaknya sebelum disantap.
Nah, apa sebetulnya risiko memakan daging kucing?
Berdasarkan jurnal berjudul ‘Consumption of Domestic Cat in Madagascar: Frequency, Purpose, and Health Implications' (2015), disebutkan bahwa memakan daging kucing bisa sangat berisiko bagi manusia.
ADVERTISEMENT
Jurnal itu sendiri banyak bicara mengenai fenomena masyarakat Madagaskar yang gemar mengonsumsi daging kucing. Para peneliti yang terhimpun dari Temple University (AS) hingga University of Antananarivo (Tanzania) memetakan pola konsumsi daging kucing, alasan mereka makan, serta potensi penyakit yang mengintainya.
Suasana di Madagaskar, Afrika Foto: Shutter Stock
Menurut para peneliti, ada sejumlah potensi penyakit yang terdapat di daging kucing. Khususnya, kala menyantap daging yang kurang matang atau bahkan tidak dimasak sama sekali.
Salah satu potensi penyakit yang muncul disebabkan bakteri Clostridium Botulinum. Yakni, sebuah bakteri yang memproduksi racun botulin, penyebab terjadinya botulisme.
Botulisme sendiri merupakan kondisi keracunan serius yang menyerang sistem syaraf (otak dan sumsum tulang belakang). Tak hanya itu, botulisme juga menyebabkan kelumpuhan yang secara bertahap menyebar ke seluruh tubuh.
ADVERTISEMENT
Lain dari itu, kucing adalah tempat tinggal bagi kutu. Kutu-kutu kucing ini memiliki sejumlah risiko tinggi bagi kesehatan. Salah satunya, bakteri Borrelia Crocidurae yang dapat menyebabkan demam tinggi bagi manusia. Dalam jurnal itu pula disebutkan, flu burung dapat ditularkan melalui kucing.
Kucing-kucing di Puskeswan DKPKP Jakarta. Foto: Sabar Artiyono/kumparan
Yang lebih mematikan lagi adalah, kucing merupakan sarangnya parasit protozoa Toxoplasma Gondii. Parasit itu mampu menyebabkan penyakit toksoplasmosis dan bisa berakibat fatal bagi manusia, terutama bagi mereka yang memiiki sistem kekebalan yang lemah.
Taksoplasmosis memengaruhi saluran pencernaan manusia. Termasuk mulut, kerongkongan, lambung, usus dan anus. Organ vital lainnya seperti jantung, saraf, dan kulit juga dapat terganggu.
Bagi ibu hamil, taksoplasmosis mengakibatkan kelainan bentuk serius seperti kebutaan dan kerusakan neurologis pada bayi. Hingga kini, belum ada vaksin yang mampu menangkal penyakit tersebut.
ADVERTISEMENT
Di Madagaskar, fenomena makan daging kucing erat kaitannya dengan pendidikan yang rendah. Peneliti melihat bahwa konsumsi daging kucing tinggi di daerah pedesaan. Meski demikian, peneliti tak merinci ada berapa orang yang jatuh sakit akibat memakan kucing.