Manfaat Medis Aerosol untuk Terapi Obati Penyakit Paru

24 Februari 2020 20:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan berjalan keluar ruangan saat terjadi kepulan asap putih di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan berjalan keluar ruangan saat terjadi kepulan asap putih di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/2). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Gedung Nusantara III DPR pada Senin (24/2) sempat menjadi sumber kepanikan setelah alarm kebakaran yang terpasang di bangunan itu tiba-tiba berbunyi. Tak berselang lama, asap pekat menyelimuti gedung tersebut.
ADVERTISEMENT
Sekjen DPR, Indra Iskandar, telah menegaskan bahwa asap itu bukan bersumber dari kebakaran melainkan dari sistem aerosol di gedung DPR yang terlalu sensitif. Sistem aerosol memang banyak dijumpai di sejumlah gedung modern untuk mengantisipasi kebakaran. Gas yang dihasilkan disebut tak berbahaya bagi tubuh.
Aerosol didefinisikan sebagai partikel zat yang terdapat di udara. Ia bisa bermanifestasi dalam wujud debu, kabut, awan atau asap. Kegunaannya juga dikenal dalam dunia medis sebagai terapi atau obat yang dimasukkan melalui saluran napas.
Pengobatan tersebut dikenal dengan terapi aerosol yang banyak dimanfaatkan sebagai salah satu perawatan untuk penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Penyakit ini menyerang paru-paru dalam jangka panjang. Pemicunya bisa karena penyakit pernapasan seperti bronkitis kronis, asma, dan emfisema.
ADVERTISEMENT
Keuntungan utama dari terapi ini adalah obat yang diberikan akan secara langsung menuju lumen internal dari saluran nafas dan kemudian menuju target kerja obat di dalam paru-paru. Obat dalam terapi inhalasi dibentuk menjadi partikel-partikel aerosol terlebih dahulu dengan penggunaan generator aerosol.
Ilustrasi paru-paru Foto: bykst
Michael W. Sims dalam sebuah risetnya berjudul Aerosol Theraphy for Obstructive Lung Disease yang diterbitkan pada September 2011 lalu menjelaskan adanya dua jenis terapi aerosol. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pasien, yakni terapi aerosol inhaler dan terapi aerosol nebulizer.
Baik terapi aerosol inhaler maupun terapi aerosol nebulizer sebaiknya dilakukan atas rekomendasi dokter. Namun, penderita PPOK umumnya memang menggunakan inhaler karena kepraktisannya. Inhaler dalam waktu singkat mampu mengantarkan obat ke paru-paru dalam beberapa hirupan.
ADVERTISEMENT

Terapi aerosol inhaler

Terapi yang menggunakan alat penghirup genggam ini diklaim bekerja lebih cepat dibandingkan obat oral yang harus melalui aliran darah terlebih dahulu. Caranya cukup sederhana yakni dengan menyemprotkan obat melalui corong atau masker. Tersedia tiga jenis perangkat terapi aerosol inhaler yakni meter dose inhaler (perangkat ditekan untuk memasukkan obat ke dalam paru-paru), Dry powder inhaler (hanya perlu dihirup), dan soft mist inhaler (mengubah obat ke dalam bentuk uap).

Terapi aerosol nebulizer

Berbeda dengan terapi aerosol inhaler, nebulizer yang mengubah obat cair menjadi uap untuk kemudian dihirup dinilai kurang praktis. Alasannya karena instalasi alat ini membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ada tiga jenis nebulizer, yakni jet (memanfaatkan udara bertekanan untuk menghasilkan uap halus), ultrasonik (menggunakan getaran ultrasonik), dan vibrating mesh (memiliki bentuk paling ringkas dan nyaris tidak bersuara).
ADVERTISEMENT