Manusia Bisa Jadi Toxic Beracun Seperti Ular, Ini Buktinya

2 April 2021 14:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ular kobra. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ular kobra. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kamu mungkin pernah mendengar istilah 'toxic person' untuk menggambarkan orang yang punya tabiat buruk sampai bikin efek negatif buat hidup kamu. Namun, istilah tersebut bisa punya makna harfiah di masa depan karena peneliti menemukan kalau manusia berpotensi punya mutasi jadi beracun seperti ular.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah penelitian terbaru di jurnal PNAS, sekelompok tim peneliti asal Jepang dan Australia menemukan kalau manusia punya fondasi genetik yang diperlukan agar mulut kita dapat berevolusi jadi kelenjar racun. Penelitian tersebut, yang bakal terbit pada 6 April 2021, menyimpulkan kalau kelenjar ludah manusia bisa jadi kelenjar racun yang dimiliki ular.
"Ini benar-benar memberikan arti baru bagi (istilah) toxic person," canda peneliti utama studi dari Okinawa Institute of Science and Technology Graduate University, Agneesh Barua, kepada The Independent.
Dalam penelitiannya, alih-alih mencari gen yang bertanggung jawab sebagai pembentuk racun, para ilmuwan justru mencari gen yang dapat bekerja sama dan berinteraksi dengan gen racun.
Ilustrasi ular berbisa. Foto: Pixabay
Para peneliti kemudian menelaah kelenjar racun dari ular habu Taiwan (Trimeresurus mucrosquamatus), yang umumnya ditemukan di Asia. Mereka menemukan setidaknya ada sekitar 3.000 gen di kelenjar racun ular yang dapat bekerja sama dalam bisa mereka.
ADVERTISEMENT
Para peneliti bilang, ribuan gen tersebut memainkan peran penting dalam melindungi sel ular dari stres yang disebabkan oleh banyaknya protein racun yang mereka produksi.
Peneliti kemudian melihat genom hewan lain, termasuk mamalia seperti anjing, simpanse dan manusia. Mereka pun menemukan bahwa hewan-hewan tersebut, sama seperti ular, memiliki gen versi mereka sendiri dalam kelenjar ludah yang bisa bekerja sama dan berinteraksi dengan racun.
Para peneliti menjelaskan, gen-gen ini di dalam mamalia memiliki pola aktivitas yang mirip dengan yang terlihat pada gen di kelenjar racun milik ular. Oleh karena itu, tim peneliti menyimpulkan bahwa kelenjar ludah pada mamalia, termasuk manusia, dan kelenjar racun pada ular sebenarnya punya fungsi yang sama dahulu kala.
Ilustrasi Ular King Cobra Foto: shutterstock
“Banyak ilmuwan secara intuitif percaya ini benar, tapi ini adalah bukti kuat pertama yang nyata untuk teori bahwa kelenjar racun berevolusi dari kelenjar ludah awal,” kata Barua.
ADVERTISEMENT
“Sementara ular kemudian menjadi gila, memasukkan banyak racun yang berbeda ke dalam racunnya dan meningkatkan jumlah gen yang terlibat dalam memproduksi bisa, mamalia seperti tikus menghasilkan bisa yang lebih sederhana yang memiliki kemiripan yang tinggi dengan air liur.”
Barua mengatakan, sebuah penelitian pada 1980-an telah menunjukkan bahwa tikus jantan "menghasilkan senyawa dalam air liurnya yang sangat beracun saat disuntikkan ke tikus" lain.
Dengan kata lain, setiap mamalia dan reptil memiliki basis genetik yang sama untuk membangun sistem racun di mulut.
"Pada dasarnya, kami memiliki semua blok bangunan (genetik)," kata Barua kepada LiveScience. "Sekarang, terserah evolusi untuk membawa kita ke sana (jadi beracun)."
Mamalia seperti manusia dan tikus memang punya protein kunci yang digunakan dalam banyak sistem racun. Contohnya adalah protein kallikreins, yang merupakan protein yang mencerna protein lain.
ADVERTISEMENT
Peneliti menjelaskan, protein kallikreins disekresikan dalam air liur manusia dan tikus. Kallikreins juga merupakan bagian penting dari bisa di ular.
ilustrasi tikus Foto: shutterstock
Nah, karena kallikrein adalah protein yang sangat stabil, kata peneliti, mereka tidak berhenti bekerja begitu saja saat mengalami mutasi. Dengan demikian, mudah untuk mendapatkan mutasi dari kallikrein yang membuat racun lebih menyakitkan dan lebih mematikan. Salah satu efek dari kallikreins adalah membuat penurunan tekanan darah yang drastis.
Barua menambahkan, meski kecil kemungkinannya, jika kondisi ekologi yang tepat memungkinkan, manusia berpotensi menjadi beracun layaknya ular. Mutasi serupa juga bisa terjadi pada tikus.
Jadi, jangan terlalu kaget kalau di masa depan kamu menemukan ada tikus dan manusia yang berbisa.
"Jika dalam kondisi ekologi tertentu, tikus yang menghasilkan lebih banyak protein beracun dalam air liurnya memiliki keberhasilan reproduksi yang lebih baik, maka dalam beberapa ribu tahun, kita mungkin bertemu dengan tikus berbisa,” pungkas Barua.
ADVERTISEMENT