Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Manusia ‘Super’ Hasil Rekayasa Genetika Diklaim Telah Lahir di China
27 November 2018 11:05 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:04 WIB
ADVERTISEMENT
Seorang peneliti China mengklaim telah membantu menghadirkan dua bayi pertama di dunia yang memiliki susunan genetik termodifikasi. Peneliti itu mengaku bahwa susunan gen kedua bayi perempuan kembar tersebut telah dimodifikasi dengan sebuah teknologi mesin terbaru.
ADVERTISEMENT
Jika klaim peneliti China itu benar, maka apa yang ia lakukan telah memberikan loncatan besar dalam ilmu pengetahuan sekaligus guncangan pada etika penelitian terhadap manusia.
Dilansir Associated Press (AP), peneliti bernama He Jiankui itu mengaku bahwa ia berhasil mengubah embrio dari tujuh pasangan yang menjalani pengobatan kesuburan. Sejauh ini, dari tujuh pasangan, baru satu yang telah melahirkan anak yang telah dimodifikasi susunan genetiknya.
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Technology Review, He dan timnya di Southern University of Science and Technology di Shenzhen, mengklaim telah berhasil memodifikasi susunan gen kedua bayi itu.
He mengaku bahwa tujuan rekayasa genetika yang ia lakukan ini bukan untuk mengobati atau mencegah penyakit turunan, melainkan untuk mencoba memberikan sebuah sifat yang alaminya jarang dimiliki orang banyak, yaitu kemampuan untuk melawan infeksi dari virus HIV.
ADVERTISEMENT
Mereka ingin mengeliminasi gen CCR5 dengan harapan membuat bayi lebih tahan terhadap infeksi HIV, cacar, dan kolera. Gen CCR5 membuat virus HIV bisa masuk ke dalam sel manusia.
Namun demikian, klaim He masih diragukan karena tidak ada yang bisa mengonfirmasi kebenaran pengakuannya soal kelahiran bayi kembar "super" yang lebih kebal HIV ini.
He mengatakan bahwa orang tua yang terlibat dalam eksperimen rekayasa genetika ini menolak untuk diungkap identitasnya atau pun diwawancarai. Bahkan He menolak mengatakan di mana orang tua kedua bayi itu tinggal atau di mana eksperimen modifikasi susunan gen itu dilakukan.
Lebih lagi, hasil eksperimen ini juga belum dipublikasikan di suatu jurnal tertentu. Namun Technology Review melaporkan bahwa ada dokumen uji klinik yang memaparkan bahwa He menggunakan teknik CRISPR untuk memodifikasi embrio manusia sebelum ditransfer ke dalam uterus para perempuan.
ADVERTISEMENT
Hasil temuan ini He paparkan pada Senin (26/11) di Hong Kong, dalam suatu acara pendahuluan konferensi internasional pengeditan gen (Human Gene Editing Summit) yang dimulai Selasa (27/11), dan dalam wawancara eksklusif dengan AP.
"Saya merasa punya tanggung jawab yang kuat tidak hanya untuk menjadi yang pertama, tapi juga menjadikannya sebagai contoh bagi yang lain," ujarnya kepada AP. "Masyarakatlah yang akan menentukan apa yang akan kita lakukan selanjutnya," jawabnya mengenai perdebatan apakah eksperimen ini patut dilakukan.
Seorang peneliti di Amerika Serikat mengatakan bahwa hal ini dilakukan di China karena di AS tindakan pengubahan genetik pada sperma, telur, atau embrio dilarang. Pasalnya perubahan DNA yang terjadi bisa diturunkan ke generasi masa depan dan ada risiko berbahaya bagi gen lainnya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, banyak peneliti lain yang mengatakan bahwa eksperimen perubahan genetik terlalu tidak aman untuk dilakukan. Bahkan ada peneliti yang mencela dan mengutuk eksperimen ini.
"Sangat rendah sekali, ini sebuah eksperimen pada manusia yang secara moral atau etika tidak bisa kita terima," kata Dr. Kiran Musunuru, ahli edit genetik di University of Pennsylvania sekaligus editor di jurnal-jurnal genetika.
"Ini terlalu prematur," kata Dr. Eric Topol, pemimpin Scripps Research Translational Institute di California, AS. "Kita sedang berhadapan dengan instruksi operasi yang mengatur manusia. Ini merupakan hal sangat penting yang harus diperhatikan," tambah dia.
Namun George Church, ahli genetika dari Harvard University, mendukung eksperimen He yang melakukan edit genetik untuk melawan HIV. "Saya rasa eksperimen ini dapat dibenarkan," ujar Church.
ADVERTISEMENT
Di China ada aturan yang melarang kloning manusia namun tidak ada yang secara spesifik melarang pengubahan genetik.
Eksperimen pengubahan genetik
He menjelaskan bahwa pengubahan genetik terjadi saat IVF atau pembuahan sel telur oleh sel sperma di laboratorium. Pertama sel sperma "dicuci" untuk memisahkannya dengan cairan semen yang bisa menyimpan HIV. Sebuah sel sperma diletakkan di sebuah sel telur untuk menciptakan embrio, kemudian alat pengubah susunan gen ditambahkan ke embrio.
Ketika embrio berusia tiga hingga lima hari, beberapa sel diangkat dan diperiksa untuk diubah. Para pasangan bisa memilih untuk menggunakan embrio yang sudah diubah atau belum untuk ditanamkan ke rahim pasangan perempuan.
He menjelaskan bahwa dari ke-22 embrio yang ada, 16 di antaranya sudah diubah. Sebelum si kembar ini lahir, ada 11 embrio yang digunakan pada enam kali usaha penanaman embrio.
ADVERTISEMENT
Hasil tes menunjukkan bahwa salah satu dari dua anak kembar itu memiliki dua salinan dari gen yang memang diubah. Sementara saudari kembar yang satunya, hanya memiliki satu dan salinan tidak menunjukkan tanda-tanda mengganggu gen lainnya.
Menurut He, orang-orang dengan salinan satu gen ini masih bisa terkena HIV. Namun menurut sebuah riset kecil, menurunnya tingkat kesehatan mereka bisa terjadi lebih lambat akibat satu gen ini.
Hasil masih belum pasti
Kepada AP, beberapa peneliti mengatakan bahwa hasil tes masih kurang mencukupi untuk menganggap perubahan genetik ini berhasil atau aman dilakukan.
Mereka juga mengatakan ada bukti bahwa edit genetik yang lakukan tidak lengkap dan setidaknya salah satu dari dua anak kembar akan mulai menunjukkan cara kerja sel dalam suatu perubahan yang terus terjadi.
ADVERTISEMENT
Church mengatakan bahwa apa yang He lakukan tampak seperti bukan perubahan genetik. Church dan Musunuru mempertanyakan keputusan menggunakan salah satu embrio untuk digunakan sebagai bakal janin dalam usaha untuk hamil.
"Di dalam anak itu nyaris tidak ada yang bisa dihasilkan dari kemampuan melindunginya dari HIV, dan justru mengekspos anak itu kepada suatu risiko keamanan yang tidak ketahui," kata Musunuru.
Church menambahkan bahwa penggunaan embrio menunjukkan bahwa para peneliti lebih mengarah ke arah pengubahan susunan genetik dibanding usaha untuk menghindari pasien dari penyakit ini.
Oleh karena itu, usaha kehamilan menggunakan cara pembuahan seperti ini pun dihentikan sementara sampai keamanan prosedur ini dianalisis dan para ahli di bidang ini memberikan pendapat mereka.
ADVERTISEMENT