Media AS Sebut Penanganan Covid Indonesia Sangat Buruk

29 Juli 2021 17:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
32
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga membawa nisan keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga membawa nisan keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Penanganan corona di Indonesia paling buruk di dunia, menurut laporan penilaian terbaru yang dibuat Bloomberg. Indonesia kini berada di posisi paling buncit dari 53 negara yang dianalisis oleh media asal AS tersebut.
ADVERTISEMENT
Indonesia kini hanya mengantongi nilai 40,2 dalam Resilience Score yang dibuat Bloomberg pada 27 Juli 2021. Dengan nilai tersebut, Indonesia mesti turun empat peringkat ke posisi terakhir dari 53 negara.
Penilaian Bloomberg ini merupakan bagian dari Covid Resilience Ranking. Ini merupakan penilaian yang dibuat Bloomberg terhadap 53 negara dengan ekonomi terbesar di dunia atas keberhasilan mereka dalam menahan pandemi COVID-19 dengan gangguan sosial dan ekonomi paling sedikit.
Untuk membuat peringkat masing-masing negara, ada sejumlah indikator yang dipakai oleh Bloomberg, termasuk kualitas fasilitas kesehatan, cakupan vaksinasi, kematian, proses perjalanan hingga pelonggaran perbatasan.
Foto udara warga berziarah di dekat pusara keluarganya di area pemakaman khusus COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Secara umum, Indonesia mendapat rapor merah di setiap indikator tersebut. Sebagai contoh, Indonesia mendapat skor sebesar 69 poin untuk tingkat keparahan lockdown. Sedangkan kapasitas penerbangan turun hingga 56,8 persen.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bloomberg menyebut beberapa faktor yang membuat penanganan COVID-19 di Indonesia paling buruk di dunia. Faktor tersebut terutama adalah tren jumlah kematian pasien yang tinggi serta vaksinasi yang minim.
“Di bagian bawah dari 53 peringkat ekonomi adalah Indonesia, di mana lebih dari 1.300 orang sekarang meninggal setiap hari dan pasokan suntikan (vaksin) tidak memenuhi kebutuhan populasi yang besar,” tulis Bloomberg.
Cakupan vaksin corona di Indonesia baru 11,9 persen dari total penduduk, menurut catatan Bloomberg di ranking tersebut.
Warga mengikuti kegiatan vaksinasi yang digelar oleh TNI Angkatan Udara di Hanggar Depohar 10 Husein Sastranegara, Kota Bandung pada Senin (26/7). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Proporsi penerima vaksin corona dosis penuh di Indonesia bahkan jauh lebih rendah ketimbang yang dicatat Bloomberg. Menurut catatan Our World in Data per 27 Juli 2021, Indonesia baru memberikan vaksin corona dosis penuh bagi 18,7 juta orang. Jumlah tersebut hanya 6,9 persen dari total penduduk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bloomberg mencatat bahwa masalah yang dihadapi Indonesia juga dialami oleh negara berperingkat rendah lain, seperti Bangladesh, Filipina, atau Malaysia. Media tersebut menemukan adanya kesenjangan akses vaksinasi antara negara kaya dan miskin di dunia, seperti yang dikhawatirkan Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, tentang “bencana kegagalan moral” untuk akses vaksinasi corona bagi setiap orang.
Dalam catatan Bloomberg, Norwegia menjadi negara dengan skor Covid Resilience Ranking terbaik. Negara tersebut berhasil memperoleh skor 77,2 dan naik 10 peringkat dari ranking sebelumnya.
Bloomberg mencatat bahwa cakupan vaksin corona di Norwegia mencapai 48 persen total penduduknya. Norwegia pun mulai melonggarkan lockdown secara bertahap, di mana warga boleh berkumpul secara outdoor dengan jumlah maksimal hingga 7.000 orang.
Orang-orang beristirahat di ruang gawat darurat pasien corona di sebuah rumah sakit pemerintah di Jakarta, Selasa (30/6). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS

Pesan penting bagi pemerintah

Menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, ranking yang dibuat Bloomberg memberikan pesan penting bahwa kebijakan yang diambil pemerintah mesti berfokus pada kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Itu menjadi pesan penting bahwa kita tidak bisa mengabaikan pendekatan yang berbasis public health,” kata Dicky kepada kumparanSAINS, Kamis (29/7).
Dicky menganggap, pemeringkatan yang dibuat Bloomberg telah berbasis pada metode ilmiah dan dapat diterima. Dia pun menjelaskan bahwa Indonesia tidak dapat menghindari perbandingan dengan negara lain.
"Kita tidak bisa menghindari adanya ranking-ranking ini. Kita tidak bisa menghindari adanya perbandingan-perbandingan ini pada level dunia. Apalagi Indonesia adalah negara ekonomi yang jadi perhatian dunia,” jelasnya.
Warga yang menggunakan masker melintasi mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
Karena respons yang buruk, Dicky memprediksi bahwa Indonesia bakal menjadi salah satu negara yang paling akhir keluar dari krisis pandemi COVID-19.
“Sekarang saya keluarkan lagi proyeksi Indonesia—tidak hanya Indonesia ya sebenarnya, beberapa negara—akan keluar dari pandemi ini dalam gelombang terakhir. Itu juga atas analisa,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
“Semua prediksi-prediksi, analisa, proyeksi itu adalah dimaksudkan untuk sebetulnya menyasar pada pengambilan keputusan. Untuk sebagai dasar strategi mitigasi.”