Memahami Penyebab Erupsi Gunung Tangkuban Parahu 26 Juli 2019

26 Juli 2019 20:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tangkuban Parahu erupsi. Foto: Dok: istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Tangkuban Parahu erupsi. Foto: Dok: istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada hari ini, Jumat, 26 Juli 2019, pukul 15.48 WIB. Dari erupsi tersebut, muncul kolom abu dengan tinggi sekitar 200 meter di puncak Gunung Tangkuban Parahu.
ADVERTISEMENT
Kolom abu itu berwarna kelabu dan condong ke arah timur laut dan selatan. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 38 mm dan berdurasi sekitar 5 menit 30 detik.
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu yang terjadi hari ini adalah jenis erupsi freatik. Erupsi freatik sendiri adalah erupsi yang disebabkan oleh adanya air bawah tanah yang berinteraksi dengan magma panas kemudian mendidih. Kondisi ini kemudian menyebabkan penguapan dan uap ini kemudian memberikan tekanan sehingga akhirnya menyebabkan letusan karena tekanan sudah terlalu tinggi.
Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Nia Haerani, menjelaskan bahwa erupsi Gunung Tangkuban Parahu tersebut memang disebabkan oleh tekanan uap air. “Iya, dominan karena tekanan gas yang berasal dari uap air,” kata Nia, saat dihubungi kumparanSAINS, Jumat (26/7).
ADVERTISEMENT
“Erupsi terjadi karena tekanan di dalam kantong magma sudah melewati batas kesetimbangan, sehingga dilepaskan dalam bentuk erupsi,” jelasnya lagi.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, Hendra Gunawan, juga turut buka suara menjelaskan penyebab erupsi tersebut. Dalam pernyataan tertulisnya yang diterima kumparanSAINS, Hendra menjelaskan bahwa tipikal erupsi Gunung Tangkuban Parahu tersebut “adalah freatik berupa semburan lumpur dingin warna hitam dari Kawah Ratu.”
Hendra menuturkan, sejak tahun 2017, 2018, dan 2019 pada bulan Juni-Juli, terpantau adanya gempa uap air atau asap yang “diduga disebabkan berkurangnya air tanah akibat perubahan musim, sehingga air tanah yang ada mudah terpanaskan, dan sifatnya erupsi pendek.”
“Oleh karenanya, sejak 10 hari yang lalu PVMBG melalui Pos (Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu) menyampaikan peringatan kepada pengelola kawasan untuk meningkatkan kesiapsiagaan kemungkinan erupsi seperti Oktober 2013, dan diikuti surat peringatan kemungkinan bisa erupsi tiba tiba,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Sebelum 26 Juli 2019, Gunung Tangkuban Parahu terakhir kali mengalami erupsi pada Oktober 2013. Kala itu, jenis erupsi yang terjadi juga merupakan erupsi freatik. Bahkan pada Oktober 2013 kala itu, Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi 11 kali selama tanggal 5 sampai 10 Oktober.
Lansekap Gunung Tangkuban Parahu di Kawasan Bandung Utara. Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Hendra mengatakan, erupsi susulan dapat saja terjadi dengan potensi landaan masih di sekitar dasar kawah. Namun tetap, dasar utama yang menentukan adalah data yg terekam saat ini.
Nia juga menyapaikan bahwa kini tim PVMBG masih terus memantau aktivitas Gunung Tangkuban Parahu setiap hari selama 24 jam. “Tujuannya untuk antisipasi apakah akan terjadi kenaikan lagi yang menuju erupsi atau cenderung menurun.”
“Kami juga pasang peralatan di sana. Alat-alat kegempaan, ada pengukur kimia, ada pengukur deformasi. Nah data terakhir dalam 24 jam itu kita plot (setiap harinya) untuk melihat kecenderungannya, misalnya dia naik ya kami antisipasi dengan memberikan peringatan instansi terkait dan masyarakat. Kalau misalnya turun ya kami evaluasi lagi,” jelasnya.
ADVERTISEMENT